Beranda / Pendekar / Keris Bunga Bangkai / Bab 111 - Bab 120

Semua Bab Keris Bunga Bangkai: Bab 111 - Bab 120

197 Bab

111 - Ritual Pemanggilan Iblis

Bayantika memang sudah merasakan firasat buruk sedari awal, namun masih tak tahu kalau itu akan ada hubungannya dengan apa yang akan dilakukan oleh Yasoka. Raja itu menancapkan kerisnya ke tangga singgasana di tempat dia berdiri. Seketika itu, bagian yang ditancap keris itu berubah menjadi onggokan daging yang menyembur keluar. Sebuah denyutan mulai terdengar meski samar. Dari sana, muncul begitu banyak tentakel iblis, menjalar begitu cepat dan menangkap semua prajurit-prajurit istana yang baru saja hendak melarikan diri. “Jangan pikir kalian bisa kabur dari tempat ini,” gumam Yasoka, berdiri berlagak pinggang membiarkan keris bunga bangkai itu bekerja. Langit yang sebelumnya cerah perlahan mulai mendung, dan tekanan udara pun perlahan turun. Cuaca yang tadinya begitu tenang sekarang mulai diterpa angin ribut yang tak jelas dari mana dan berhembus ke arah mana. Para prajurit Marajaya yang masih bersiap-siap di luar istana masih belum sadar akan kengerian yang sedang menghampiri me
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-13
Baca selengkapnya

112 - Gelembung Nanah

Imbas dari besarnya tanah yang berubah menjadi kelopak bunga bangkai itu meninggalkan lobang yang mirip seperti kawah meski tak begitu dalam. Sementara pangkal dari bunga bangkai itu berada di tengah-tengahnya. Bentuknya mirip tumbuhan Amorphophallus titanum. Hanya saja, semua kelopaknya berupa daging merah berdenyut dan berlendir. Ukurannya sangat besar menutupi seluruh Istana Candrapura. Meski Rangkahasa juga menyadari kengerian dari bunga iblis tersebut, dia nampak masih begitu ngotot untuk pergi menyelamatkan Bayantika. “Apa kalian hanya akan diam saja di sini?” tanya Rangkahasa. “Bagaimana, Kangmas?” tanya Dharma pada Tarendra. Tiba-tiba terdengar gemuruh dari puncak bunga iblis tersebut. Jeritan histeris dari dalamnya keluar lewat celah di atasnya, menghasilkan suara yang bagaikan siulan kematian dari dunia bawah. “Sudah kukatakan, jangan pernah dekati bunga iblis itu,” ujar Tarendra lirih bercampur ngeri. “Semua sudah terlambat. Tak ada satupun yang bisa keluar dari sana
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-13
Baca selengkapnya

113 - Prajurit Dari Tanah Melayu

Mereka pun semakin putus asa begitu melihat kemunculan satu kepala dedemit dari lubang nanah tersebut. Sementara itu, masih ada begitu banyak gelembung-gelembung lain bermunculan di berbagai tempat.Bahkan dari satu lubang nanah itu saja, masih ada dua dedemit baru muncul berebutan keluar setelah satu dedemit tadi berhasil naik ke permukaan.“Mimpi buruk apa lagi ini?” gumam Bayantika. “Hey, Rangkahasa! Apa aku benar-benar harus beteriak untuk minta tolong padamu?” ujarnya berbicara mengigau pada dirinya sendiri, nampak mempersiapkan diri menggenggam gagang pedangnya lebih erat.Pucuk dicinta ulam pun tiba. Tepat di saat Bayantika dalam keadaan putus asa, dia mendengar suara Rangkahasa berteriak dari atas.“Tuan Senopati! Apa Tuan mendengarku? Jawablah!”Bayantika kebingungan mendengar teriakan itu. Dia mendongak ke atas, berusaha mencari dari mana datangnya suara tersebut.Mereka sama sekali tak bisa mengamati dengan jelas kondisi bagian atas dari kelopak bunga iblis tersebut karena
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-13
Baca selengkapnya

114 - Tebasan Dengan Energi Jiwa

Sementara itu Rangkahasa disibukkan oleh sulur-sulur daging merambat di atap istana. Begitu juga dengan tentakel iblis dari dinding kelopak bunga bangkai iblis tersebut. Hampir semuanya mengalihkan perhatian mereka pada Rangkahasa, meninggalkan para dedemit yang di bawah untuk memburu Bayantika dan prajurit Marajaya lainnya. Seisi dari bunga iblis itu bergejolak dengan kedatangannya. Kedatangan Rangkahasa telah memancing perhatian dari iblis bunga bangkai tersebut sehingga mengabaikan Bayantika dan prajurit lainnya. Bahkan Raja Yasoka pun bingung dan tak begitu mengerti dengan keanehan itu. Dia tak tahu kenapa tak ada lagi sulur-sulur merambat yang mencoba menyerang Bayantika dan yang lainnya. “Apa harus aku yang turun tangan?” gumamnya nampak tak sabaran melihat masih ada saja prajurit Marajaya yang masih bertahan. Dia hendak mencabut kembali Keris Bunga Bangkai itu, karena merasa tak mungkin juga menghadapi semua prajurit itu sendirian tanpa menggunakan kembali keris iblis terseb
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-14
Baca selengkapnya

115 - Terperangkap Di Dalam Perut Iblis

Bahkan ketika dia melihat Rangkahasa melompat ke atap yang lebih rendah, dia masih melihat after image yang sama dari pedang tersebut meski dia tidak sedang menyerang roh-roh jahat itu lagi.Hingga akhirnya, Rangkahasa sampai juga ke posisi atap terendah dari istana tersebut. Dia masih berlari di atas atap itu ke arah Bayantika, kemudian melompat sembari menebas dua dedemit di bawahnya.“Apa Tuan masih bisa bertarung?” tanya Rangkahasa saat mendapati Bayantika yang larut dalam ketakjubannya menyaksikan dia dan Arifin dalam menggunakan energi jiwa.“Apa itu juga bentuk energi jiwa?” tanya Bayantika.Rangkahasa kebingungan mendengar respon dari Bayantika tersebut, sama sekali tak mengerti apa yang baru saja dikatakannya.“Apa Tuan baik-baik saja?” tanya Rangkahasa kebingungan.Ekspresi Bayantika pun berubah, seakan mencoba berusaha mengabaikan hal-hal yang baru itu dan kembali fokus dengan masalahnya saat ini.Setelah itu mereka bersama-sama menghadapi serangan seluruh makhluk dunia baw
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-14
Baca selengkapnya

116 - Intimidasi Dari Sang Iblis

Baru di situ mereka kembali teringat akan Raja Yasoka yang dalam beberapa saat sebelumnya sempat mereka abaikan. Mereka sudah terlalu disibukkan oleh kengerian yang mereka alami sejauh ini, sementara Yasoka masih terlihat duduk berlutut di tangga singgasananya. “Apa mungkin keris yang kau maksudkan itu adalah keris yang tadi dikeluarkan Yasoka?” gumam Bayantika mengalihkan perhatiannya ke arah singgasana raja tersebut. Ketika Rangkahasa menoleh ke arah Yasoka, seisi bunga bangkai iblis itu langsung bergejolak. Terlihat sekali betapa sang iblis begitu menginginkan dirinya. Seluruh tentara iblis yang didatangkan dari dunia bawah mulai bereaksi terhadap gejolak tersebut. Rangkahasa pun menjawab tantangan itu, karena memang sudah cukup lama juga dia merasa muak untuk terus kabur dan melarikan diri. “Datanglah jika kalian memang begitu menginginkan diriku,” gumamnya, dan setelah itu berlari menghadang serbuan tentara iblis tersebut. “Semuanya, jangan diam saja!” seru Bayantika, tergera
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-14
Baca selengkapnya

117 - Kemurkaan Dan Kekecewaan

Semua yang ada di dalam bunga bangkai raksasa itu terkejut dan histeris mendengar bentakan dari sang iblis yang menggema begitu keras.“Suara itu?” gumam Rangkahasa yang merasa tak begitu asing denganya.Sesaat kemudian, satu tentakel besar keluar, dengan begitu banyak mulut kecil bergerigi tajam, dengan satu mulut besar di bagian ujungnya. Tentakel besar itu menggelepar dan mengangakan ujung mulut besarnya ke arah Rangkahasa dan yang lainnya.Mulut besar itu pun mengaum, melontarkan nafas yang begitu busuk menyembur ke tubuh para prajurit itu. Namun tiba-tiba...BAM!!!Sesuatu baru saja mendarat dari atas dan menghantam mulut besar iblis tersebut begitu keras. Seketika itu juga, sesosok tak dikenal langsung melompat ke belakang dan berjungkir balik berkali-kali di udara, mendarat di dekat Bayantika dan yang lainnya.“Panglima?!” seru Bayantika menyambut kedatangan Tarendra di tempat itu.Namun Tarendra hanya bisa terdiam melihat kondisi mengerikan dari isi perut iblis yang baru saja
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-14
Baca selengkapnya

118 - Selamat Bergabung

Tekanan udara kembali berangsur normal, dan angin pun terus bertiup memecah awan hitam. Langit yang tadinya gelap sekarang berangsur kembali terang. Tak banyak yang tersisa selain puing-puing dari rumah warga dan Istana Candrapura yang porak poranda. Seluruh warga yang tinggal di sekitar lingkungan istana itu hilang beserta raja dan para bawahannya. Sementara Bayantika beserta 12 orang prajuritnya, serta Rangkahasa dan Tarendra terlihat berjalan menjauhi istana dalam keadaan yang begitu berantakan. Selain Tarendra, sisanya sudah begitu gelap bersimbah darah dan sisa-sisa daging dari para tentara iblis dari dunia bawah yang sudah mereka bantai. Para prajurit Marajaya lainnya, nampak melongo dan merasa ngeri, sama sekali tak bisa membayangkan apa yang dialami oleh orang-orang tersebut. “Kemana yang lainnya?” gumam seorang prajurit. “Prajurit sebanyak itu, raib begitu saja?” gumam yang lainnya. “Sebenarnya apa yang telah terjadi di dalam sana?” tanya prajurit di sebelahnya. “Hey, j
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-15
Baca selengkapnya

119 - Lebih Dari Satu

Namun Tarendra masih terdiam menatap kosong ke arah Rangkahasa. Meski tadi reaksi wajahnya memang nampak berubah, tapi sepertinya dia belum sepenuhnya awas diri dengan keadaan sekitarnya. “Panglima?” seru Rangkahasa pelan mencoba menyentak kesadaran Tarendra. “Ah? Ya?!” sahut Tarendra. Rangkhasa pun nampak sedikit lega, akhirnya Tarendra sudah bisa merespon tegurannya. Sesaat kemudian, baru Tarendra menyadari keanehan yang terjadi pada dirinya. Dengan pelan, wajahnya kembali menoleh ke arah keris tersebut. “Aku ingat, Ki Bayanaka begitu keras memberikan pesan agar aku tidak pernah mendekati keris terkutuk itu,” gumamnya lirih. Rangkahasa yang dulu pernah membuat kesalahan yang begitu fatal saat pertama kali menyentuh keris itu, tahu betul besarnya penyesalan yang dirasakannya. “Bagaimana sekarang? Kita tidak mungkin membiarkannya begitu saja,” lanjut Tarendra meneruskan. “Hey, sedang apa kalian?” tanya Arifin yang baru saja datang menghampiri keduanya karena penasaran. Perhati
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-15
Baca selengkapnya

120 - Kemunculan Putri Nareswati

Setelah meredanya gempa sejak bunga bangkai raksasa itu hilang, satu pasukan Kerajaan Cindani bergerak dari arah barat pesisir menuju Istana Candrapura. Sebelum mereka sampai, satu orang mata-mata dari Senopati Bhadra sudah lebih dulu datang memberikan laporan. Panglima Tarendra berserta dua orang Senopatinya langsung menghadang kedatangan mereka, mencegah mereka untuk kembali ke istana tersebut. Bhadra pun maju ke hadapan barisan prajurit kerajaan Cindani tersebut. “Yasoka sudah tiada, dan Istana Candrapura sudah runtuh. Benteng-benteng perbatasan kalian pun sudah kami kuasai. Sebaiknya kalian menyerah dan membuang senjata kalian!” serunya. Namun prajurit Cindani itu hanya diam, sama sekali tidak memberikan respon apa-apa. “Siapakah pemimpin kalian? Adakah dia di sini bersama kalian saat ini?” lanjut Bhadra bertanya. “Jika kalian masih tak menjawab, tidaklah sulit bagi kami untuk membantai kalian semua,” ancamnya. Barisan prajurit Cindani itu pun nampak sedikit pecah oleh kemunc
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-16
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1011121314
...
20
DMCA.com Protection Status