Beranda / Pendekar / Keris Bunga Bangkai / Bab 131 - Bab 140

Semua Bab Keris Bunga Bangkai: Bab 131 - Bab 140

197 Bab

131 - Jalan Pedang

Menjelang tengah malam, Arifin pun menghentikan lantunan musik saluangnya karena sudah tak tahu lagi apa yang mau dimainkannya. Tiba-tiba perhatiannya teralihkan oleh pergerakan kecil di semak-semak di luar perkarangan gubuk itu. Sejurus kemudian, beberapa orang berhamburan keluar sembari mengayunkan pedang. “Rangkahasa, bangun!” seru Arifin sembari menyentak bahu Rangkahasa sekali dengan sikutnya. Namun dia langsung pergi meninggalkan gubuk tersebut. Karena saat ini, kesebelas prajurit dari hutan di dekat Candrapura datang membawa begitu banyak dedemit yang memburu mereka. “Maaf, kami terpaksa datang dan malah memancing mereka ke tempat ini,” papar Ekawira menyambut kedatangan Arifin. Arifin pun hanya sibuk memeriksa kondisi Ishwar yang saat ini dipapah oleh Ekawira. “Segera bawa dia ke gubuk, aku akan membantu yang lainnya,” ujar Arifin meninggalkan Ekawira. Rangkahasa pun tersentak oleh kegaduhan dan kedatangan Ekawira membopong Ishwar. Dia tak banyak tanya karena sudah meli
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-20
Baca selengkapnya

132 - Marajaya Yang Tamak

Subuhnya, Bayantika tersentak dan menemukan dua kaki dari dua orang prajurit berbeda di atas dadanya. Dia pun menggesernya, dan bangkit dalam keadaan kebingungan menemukan Prajurit Khusus Kalongrolas itu ada di sana bersamanya. Bayantika pun melihat Arifin nampak sibuk menyeret beberapa potongan tubuh dedemit di pekarangan sekitar gubuk. Dia pun pergi meninggalkan gubuk itu, berjalan keluar sambil melongo hingga menemukan Rangkahasa duduk bersandar di bawah sebuah pohon, nampak tertidur sembari memeluk pedangnya. “Apa yang terjadi? Bagaimana tempat ini bisa kembali ramai oleh para dedemit?” tanya Bayantika pada Arifin yang baru kembali setelah menyeret dua mayat dedemit menjauhi gubuk. “Tuh!” sahut Arifin sembari mengarahkan dagunya ke arah prajurit lain yang masih tertidur di gubuk. Bayantika menoleh ke belakang sembari mengusap-usap kepalanya dengan sedikit menggeleng-gelengkan kepala seperti mengerti bagaimana tempat itu kembali ramai oleh kunjungan dedemit. “Kenapa tidak memba
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-21
Baca selengkapnya

133 - Pendekar Berdarah Biru

Ketika sampai di lingkungan keraton, Panglima Tarendra langsung bergegas menuju ke tempat kediaman sang Prabu. Dia bahkan sama sekali tak peduli untuk mengistirahatkan diri setelah perjalanan yang panjang itu. “Dharma, kau tunggulah di pendopo sana. Biarkan aku sendirian menghadap Prabu Yashaskar,” seru Tarendra. “Baiklah, Kangmas!” jawab Dharma sedikit menundukkan pandangannya sebelum dia pergi menuju ke sebuah pendopo di perkerangan lingkungan keraton tersebut. Namun belum lama Dharma duduk sendirian di sana, perhatiannya langsung teralihkan oleh kedatangan Putri Tanisha dari luar. Dharma langsung berdiri melihat kedatangan seorang Putri Raja yang begitu terlihat anggun olehnya dari kejauhan. Meski begitu, Putri Tanisha hanya sesaat melirik ke arahnya, dan terus berlalu dengan menaikkan sedikit dagunya menatap lurus ke arah aula utama kediaman sang raja. Meski hanya sesaat Putri Tanisha melirik ke arahnya. Namun bagi Dharma lirikan itu terasa cukup lama seakan putri itu bergerak
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-21
Baca selengkapnya

134 - Kelemahan Tarendra

Tanisha kembali menaikkan dagunya dan membuang muka, langsung pergi meninggalkan teras tersebut. Dia nampak cepat berjalan menuju kediamannya yang masih berada di dalam lingkungan keraton tersebut. Ketika sampai di teras di depan kediamannya, dia sempat melirik sesaat ke arah Dharma dan Tarendra yang saat ini nampak asyik mengobrol. Sampai sekarang Tanisha masih tak menunjukkan rasa segan dan hormatnya pada Tarendra. Dia tak habis pikir saja, bagaimana bisa dua orang yang berdarah biru itu bisa terlihat bersahaja bercanda konyol seperti rakyat jelata seperti itu. Hingga kemudian, perhatian kedua orang itu beralih pada dirinya. Dharma nampak kikuk menyembunyikan tawa konyolnya, sementara tarendra terlihat menyenggol lengan Dharma dengan sikutnya. “Mereka?!” gumam Tanisha terlihat tak senang. Kening Tanisha pun langsung berkerut, merasa bahwa kedua orang itu sedang menjadikan dirinya bahan candaan. “Kalian menertawakanku?” bentaknya dari kejauhan. Dharma langsung menunduk rada-rada
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-22
Baca selengkapnya

135 - Pengabaian Prabu Yashaskar

Suasana di pendopo itu pun langsung berubah. Parahnya lagi, Panglima itu masih belum juga terlihat akan menyudahi kalimat sindirannya. “Aku masih ragu, apa Prabu Yashaskar benar-benar serius ingin mengangkatmu untuk jadi penerus tahta. Bisa saja dia hanya sedang mempermainkanmu dengan janji kosongnya,” lanjutnya sebelum dia mengangkat cangkir minumannya, dan meminum minuman tersebut sembari melirik sinis ke arah Tarendra. Danadyaksa hanya menundukkan pandangannya. Tentu dia tak senang mendengar kata-kata sindirian yang begitu pedas dan merendahkan itu ditujukan pada sahabatnya yang sampai saat ini masih dilihatnya sebagai seorang Putra Mahkota. Namun bagaimanapun juga, mereka bertiga saat ini adalah sama-sama Panglima yang posisinya sejajar. Dia tak bisa juga menuntut Panglima Adji Antharwa untuk merendahkan diri di depan Tarendra. Sementara itu, Tarendra juga tak menunjukkan sikap angkuhnya sebagai anak dari Raja terdahulu, karena memang sudah jadi sifatnya sejak kecil. Namun tet
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-22
Baca selengkapnya

136 - Penasehat Raja Yang Picik

Saat itu juga Tarendra langsung kembali mengunjungi Prabu Yashaskar di kediamannya. Dia tahu sang Prabu tak lagi punya alasan untuk menghindar karena sudah jelas baru-baru ini dia menerima prajurit utusan. Begitu masuk ke aula utama itu, Tarendra langsung saja mengutarakan sarannya tanpa perlu lagi basa-basi seperti biasanya. “Kanjeng Prabu, kenapa Kanjeng biarkan Putri Tanisha pergi membawa prajurit? Harusnya Kanjeng tarik saja pasukan kita dan meninggalkan benteng itu. Sama sekali tak ada untungnya bagi kita untuk menguasai benteng itu saat ini. Bagaimana pun, saat ini kita tak akan mungkin menyerang Cakradwipa,” paparnya. “Tarendra, lancang sekali kau bersikap seperti itu di hadapan Kanjeng Prabu? Di mana tatakramamu?” bentak seorang Bhatara Sapta Prabu* yang kebetulan masih berada di tempat tersebut. “Paman Wisanggeni?” sesaat Tarendra bergumam menerima peringatan tersebut. “Tarendra, bukankah sudah aku katakan untuk membahas hal ini besok?” sahut Prabu Yashaskar. “Besok apan
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-23
Baca selengkapnya

137 - Utang Masa Lalu

Satu orang prajurit utusan yang dikirim oleh Tarendra memacu kudanya karena tahu mendesaknya situasi mereka saat ini. Dia memaksa kuda itu berlari dengan kecepatan penuhnya tanpa henti. Dalam setengah hari, dia sudah sampai di Parlipur. Dia mampir sebentar di keraton Parlipur untuk mengganti kudanya sesaat dan kembali memacunya secepat mungkin menuju benteng Matuwiru. Di benteng itu dia kembali berganti kuda dan melanjutkan perjalanan secepat mungkin. Dalam waktu satu hari, dia sudah sampai di Chandrapura. Begitu menerima pesan itu, sorenya Panglima Bramanti mengirim utusan untuk menyampaikan pesan tersebut pada Bayantika yang saat itu sedang berada di kediamannya Rangkahasa di tengah hutan. Di tengah hutan tersebut, beberapa orang Prajurit Khusus Kalongrolas nampak seperti bergelut setengah berlatih dengan ceria. Keceriaan mereka sempat terhenti ketika prajurit utusan itu datang tergesa-gesa ke arah mereka. “Di mana Senopati Bayantika?” tanya prajurit utusan tersebut. Bayantika y
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-23
Baca selengkapnya

138 - Wajah Lama

Mereka menyusuri hutan lebat, bergerak lurus ke arah perbatasan bagian timur Marajaya. Ketika sore, mereka beristirahat sesaat karena mereka akan tetap terus bergerak di saat malam. Rangkahasa memberi tahu bahwa mereka bisa menghindari pertempuran dengan para dedemit jika bisa terus bergerak dan menghindari mereka di malam hari. Tentu ada juga beberapa dedemit yang bermunculan menghadang jalan mereka. Namun mereka bisa mengatasi itu sembari terus melanjutkan perjalanan. “Apa nanti ini tidak akan bermasalah kalau sampai mereka terus mengikuti kita?” tanya Bayantika pada Rangkahasa. “Itu kenapa, kita perlu bergerak lebih cepat lagi agar mereka tak bisa lagi mengikuti kita,” balas Rangkahasa. Setelah itu dia membantu teman yang lainnya, melancarkan satu tebasan yang bisa memotong dua dedemit dalam satu ayunan pedang. “Jangan terlalu berlama-lama berurusan dengan mereka. Kita harus terus bergerak,” serunya mengingatkan. Pada akhirnya, menjelang fajar menyinsing, hampir semua prajurit
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-24
Baca selengkapnya

139 - Kedatangan Di Ujung Kandis

Arifin langsung mengangkat tangannya begitu melihat Rangkahasa. Sementara dua orang itu pergi membelakangi Arifin. Ketika Rangkahasa buru-buru ingin menyusul mereka, kedua orang itu langsung bergerak cepat masuk ke dalam hutan tanpa menyadari keberadaan Rangkahasa. Arifin pun penasaran melihat raut wajah Rangkahasa yang aneh saat menghampirinya. Dia pun ikut menoleh ke belakang, namun dua orang asing itu tak lagi terlihat olehnya. “Ada apa, Rangkahasa?” tanya Arifin. Namun Rangkahasa diam saja. Dia pun ragu untuk terus menyusul Lindo Aji ke dalam hutan. Dia bahkan tidak begitu yakin apakah itu benar-benar Lindo Aji atau bukan. “Kau pasti mengkhawatirkanku, ya? Tenang saja, kedua orang asing itu hanya pengembara,” jelas Arifin yang salah sangka kalau Rangkahasa sedang mencemaskan dirinya. “Pengembara?” gumam Rangkahasa yang baru memperhatikan kata-kata Arifin. “Begitu sih kata mereka,” jelas Arifin kembali meneruskan langkahnya untuk meninggalkan tempat tersebut. Rangkahasa masih
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-24
Baca selengkapnya

140 - Memata-matai Musuh

Tarendra pun manggut-manggut mendengar penjelasan Bayantika tersebut. Dia tahu kalau urusan patroli dan memata-matai musuh, memang Bayantika ahlinya. Memang sudah seharusnya dia serahkan saja urusan itu pada dirinya.“Tunggulah sebentar, aku akan memerintahkan prajurit lain untuk mempersiapkan persediaan makanan untuk kalian bermalam di luar sana,” jelas Tarendra sebelum dia meninggalkan Bayantika di depan gerbang tersebut.Setelah mendapatkan bungkusan persediaan makan untuk malam itu, Bayantika dan yang lainnya pergi meninggalkan benteng tersebut. Dharma pun ikut bersama mereka tanpa meminta izin pada Tarendra.Berhubung hari masih sore, Bayantika menggunakan waktu itu untuk memberikan arahan soal tugas mereka untuk satu malam tersebut. Dia hanya bisa membagi pasukan itu menjadi dua kelompok karena hanya ada dua orang pendekar yang mampu menghadapi roh jahat."Satu kelompok akan berpatroli di sekitar beneng ditemani Arifin dan Dharma. Satu kelompok lain denganku bersama Rangkahasa ak
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-24
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1213141516
...
20
DMCA.com Protection Status