Home / Fiksi Remaja / Goyangan Pohon Beringin / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Goyangan Pohon Beringin: Chapter 21 - Chapter 30

73 Chapters

Perubahan Sikap Adrian

Mereka bertiga bingung mendengar pernyataan Tina lewat telpon. Bagaimana juga ini sesuatu hal yang sangat aneh. Baru saja bertamu ke rumah, tiba-tiba menghilang dan sekarang menerima kenyataan berbeda.“Ini bagaimana Bang? Jangan sampai peristiwa kemarin terulang lagi pada anak kita.” Ucap Jamilah lirih supaya Adrian tidak mendengar.“Abang juga gak tahu nih. Bener kagak yang dibilang bocah itu.”Lirih Jumari sambil melirik ke arah anaknya yang masih bengong duduk di kursi. Suasana mendadak hening, tidak ada yang bicara. Hingga Adrian berdiri dan masuk ke adalm kamarnya untuk tidur. Demikian juga dengan kedua orang tuanya. Dari balik pintu dapur, terlihat sosok bayangan kucing hitang yang menyorot ke arah mereka. Perlahan kucing itu menghilang seiring dengan tertutupnya pintu kamar pemilik rumah.Keesokan harinya, Adrian terbangun dari tidur. Merasakan sesuatu yang dingin menyentuh tangannya. Wandi sudah berdiri dengan berkacak pinggang di depan ranjang kebesarannya. Aneh, tidak biasan
Read more

Penampakan Kakek Misterius

Perjalanan pulang dari sekolah terasa sangat lama bagi Wandi. Sepanjang perjalanan Adrian hanya diam, pikirannya hanya terbayang wajah Hesta yang cantik yang sudah mengaduk-aduk perasaannya. Baru kali ini Wandi meresahkan hal yang aneh, dengan sikap temannya yang selalu jahil ini.“Lu kenapa sih? Nggak kayak biasanya. Jangan mikirin Hesta lagi, ingat dia bukan sebangsa kita,” ucap Wandi lirih agar tidak membuat temannya marah.Seketika Adrian berbalik menatap Wandi. Sorot mata kebencian nampak di matanya. Selama ini temannya tidak pernah ikut campur urusan pribadinya. Aneh jika tiba-tiba memperingatkannya hanya urusan cewek. Pikirannya sudah berburuk sangka tidak mungkin Wandi sampai berani melarang niatmya.“Lu tahu apa? Memang kenapa kalau gue suka ama dia. Lu syirik ya? Jangan bilang elu juga naksir ama dia! Gue ceburin empang baru tahu rasa.”“Ya elahh ... gue mana mau ama makhluk gitu-an. Mending gue jomblo seumur hidup, dari pada sama makhluk astral. Ingat Yan! Dia beda ama kite
Read more

Peringatan Wandi

Rasa malas Wandi melihat temannya sudah tidak mengindahkan perkataannya. Semua demi kebaikan Adrian, karena rasa balas budi Wandi sering ditolong olehnya. Tetapi dia tak berdaya melihat Adrian dengan amarah yang sudah memuncak terhadap dirinya. Langkah kaki Adrian terhenti saat akan mendekat ke pohon beringin. Suara serak yang pernah ia kenali beberapa kali. “Kakek?”“Heh, anak muda! Ngapain lu ke sini lagi? Udah bosan hidup lu rupanya?” Teriak sang kakek Hesta yang melangkah mendekati Adrian. Pemuda yang ada di depannya sontak sedikit mundur ke belakang, melihat tatapan kakek yang tidak ramah. “Lu dengar ya, jangan ganggu cucu gue lagi! Pergi lu dari sini!!” Tiba-tiba angin kencang datang dan merontokkan daun pohon beringin. Adrian terkejut, dan mengeratkan kedua tangannya. Bibirnya bergetar, suasana sekitar pohon beringin mulai terlihat mencekam. Sunyi ... padahal hari masih siang matahari nampak menghilang dari perduannya. Suasanya mendadak gelap sunyi. Adrian ketakutan, namun k
Read more

Bayangan Mengintai

Dua anak berdebat mengenai Hesta dan kakek misterius, tiba-tiba suasana mendadak jadi mendung. Dan pohon beringin bergerak ranting dan daunnya perlahan. Dua anak tidak menyadari ada bahaya yang datang. Bayangan itu kemudian bergerak mendekati Adrian dan Wandi yang masih berdebat . Gerimis mulai datang, tidak mereka rasakan. Bahkan awan hitam sudah berkumpul di atas langit. Suasana mencekam di sekitar pohon beringin.“Sejak kapan seorang Adrian jatuh cinta? Waduhh ... bukan lu banget kayaknya. Gimana- gimana rasanya Brow? Wwwkkk ... gue ngakak seru nih.”“Lu ngledek gue? Awas saja! Gue sumpahin jadi bucin lu nanti.” Bentak Adrian dengan tangan mengepal.“Hahaha ... pengen ngrasain bucin. Makasih Brow, lu udah doain gue hahaha ....”“Kurang asem lu.”“Eh ... eh ... i-itu ada apa? Yan ... Yan ... tuh! A-ada di belakang lu!”“Apa an sih? Lu mulai lagi nih, gue sumpahin beneran lu jadi Kodok!”Wajah Wandi mendadak pucat, melihat sosok makhluk hitam berdiri tepat di belakang Adrian. Sedangk
Read more

Dia Datang Lagi

Bulu kuduknya berdiri tetapi tidak bercerita kepada istrinya, karena takut istrinya pasti marah jika berkata bohong. Jumari yang penakut, tidak bercerita kepada Jamilah. Dilema, antara cerita dan tidak. Sebagai laki-laki egonya pasti yang di dahulukan. Gengsi jika dibilang pengecut, namun kenyataan memang seperti itu.“Abang kenapa cengar-cengir kayak gitu? Ada yang di sembunyikan dari istrimu?” Ucap Jamilah menatap tajam ke arah Jumari yang yang terlihat gugup.“Nggak pa-pa, udah yuk masuk kamar. Gue udah kangen nih, satu minggu nggak nengok.”“Ish ... apa-an sih Bang? Kayak pengantin baru aja. Memang masih palang merah kog, kayak gak pernah aja,” ucap Jamilah tersipu malu.“Tapi sekarang dah bisa dipakai kan?” Tangkis Jumari menggoda istrinya yang nampak masih segar dan muda. Meskipun tunggal di desa, Jamilah selalu rutin minum jamu dan perawatan alami.“Ih ... Abang suka gitu, jadi malu nih.” Jamilah menutup mukanya.Mereka akhirnya masuk ke dalam kamar yang bersebelahan dengan kam
Read more

Merinding

Berulangkali Adrian mencoba mengusir kucing hitam dari tempatnya, namun sia-sia. Kucing itu tetap tidak bergeser dari tempatnya. Karena kesal, ia membiarkan kucing itu tetap duduk di sana dan kembali ke dalam kamarnya. Suasana mendadak panas, Adrian merasa ada seseorang membuntuti langkahnya dalam kegelapan. Terhenti sejenak, ia meraba dinding dan memastikan dirinya tidak tertabrak tembok. Merinding pasti merasa seperti ada orang yang lewat di sebelahnya.Lega, akhirnya sampai juga ia di dalam kamar. Melihat Wandi tidak ada, ia pikir ke kamar mandi. Merebahkan tubuhnya dan berharap lanjut ke dalam mimpi. Baru saja memejamkan mata, Adrian teringat kalau lampu dapur mati. Tidak mungkin Wandi masuk ke dapur. Batal acara tidurnya lantas kembali bangkit dan berjalan keluar, sambil tak lupa membawa ponselnya. Berjalan pelan menengok ke sekililing ruang tengah yang menuju dapur, tidak ia temukan Wandi di sana.“Ya ampun, kemana perginya si Kriwul ini? Nggak mungkin dia keluar rumah,” gumam
Read more

Makhluk Tak Kasat Mata

Hati Adrian bergejolak mengintip ke dalam kamar orang tuanya yang tidak terkunci. Matanya panas melihat kedua orang tuanya yang berada di atas ranjang bersama dengan kucing hitam yang ada di bawah kaki mereka. Kucing terlihat menjilat kaki Jumari yang terbuka tidak tertutup selimut, sedangkan pemiliknya tertidur dengan pulas. Mereka tidak menyadari jika ada makhluk asing yang sudah masuk ke kamarnya.“Astaga, bener yang gue lihat sekarang? Itu kucing yang tadi di dapur kayaknya.”Adrian berulangkali mengucek kedua matanya. Memastikan jika yang ia lihat itu adalah nyata. Kucing hitam tetap menjilat kaki dengan penuh semangat. Bahkan tidak menoleh ke arah pintu di mana Adrian berdiri saat ini. Suasana hati Adrian semakin tegang, saat kucing terlihat menggigit kaki Jumari. Jantungnya berpacu dengan kencang, melihat kedua orang tuanya terlihat tenang tak terusik sedikitpun.Bergemuruh hati Adrian, melihat pemandangan yang tidak biasa ini. Baru sekarang ini ada kucing berkeliaran di dalam
Read more

Sarapan Pagi

Ibu Wandi menarik telinga anaknya ke dapur. Karena sayang Siti tidak pernah memarahi Wandi. Apalagi Adrian sering membelanya di depan umum. “Ampun Mak, gue maunya pulang kemarin itu. Tapi ini nih, Adrian minta ditemani. Sebagai sahabat sekaligus teman yang baik, ya gue temani lah,” kilah Wandi.“Busyet, lu gak nyadar dah gue tolong. Udah terserah elu deh. Mak, gue laper. Ada makanan nggak?” Tanpa basa-basi Adrian menggandeng tangan Siti menuju dapur. Dia memang sering memperlakukan Siti, seperti ibunya sendiri. Demikian juga sebaliknya. Mereka semua berkumpul di ruang makan. Meja makan yang terletak di dapur penuh dengan makanan. Siti sengaja menunngu anaknya pulang meskipun Wandi tidak memberitahukan akan pulang ke rumah. Dia suah hafal sekali dengan sifat anaknya jika sudah bersama dengan Adrian. Akan tetapi semenjak peristiwa kemarin hatinya sangat resah. Tidak ingin terjadi sesuatu dengan anak semata wayangnya. “Ada, tuh pada makan dulu sono! Emang ke mana Emak lu? Tumben kaga
Read more

Sorot mata Adrian

Teringat pertanyaan Tina, Wandi menoleh ke arah pojok ruang kelas, di mana Adrian biasanya duduk ngobrol dengan teman-teman sekelasnya. Tidak nampak batang hidung sahabatnya itu. Mulai panik menyerang, karena sebentar lagi pasti guru akan masuk dan memberikan mereka ulangan harian.“Duh, ke mana tuh anak? Bisa-bisanya dia tidak masuk kelas. Mana ponsel gue mati. Lupa nggak di cas semalam,” gumam Wandi sambil jarinya mengetuk bangku yang ada di depannya.“Selamat pagi anak-anak.”Suara khas guru killer yang di takuti semua siswa terdengar keras mengisi seluruh ruang kelas. Semua sontak terdian dan kembali ke tempat duduk masing-masing. Wandi yang masih gelisah dengan tidak hadirnya Adrian, berulangkali melirik ke arah pintu masuk. Namun tidak ada tanda-tanda anak itu masuk ke dalam kelasnya.Tiba-tiba mata Wandi, di kejutkan dengan sosok kucing hitam yang ada di sebelah guru killer yang duduk di meja depan. Sorot tajam dari kucing, mengingatkan dia kan peristiwa di rumah temannya beber
Read more

Bersengkongkol

Tina dan Wandi mundur, melihat sorot mata Adrian berubah. Mata merah menyala, bukanlah Adrian yang sesungguhnya. Mereka ketakutan mundur sambil menggengam tangan. Terlihat Adrian menatap tajam ke arah kedua teman yang gemetar ketakutan. Beberapa saat tidak ada yang bicara, hingga suara sepeda motor terdengar melewati ketiga anak itu.“Woii ... minggir nggak kalian ini! Gue mo lewat, ini bukan jalan nenek moyang lu!”Teriakan keras terdengar membuat ketiganya menoleh ke arah suara. Terlihat seorang teman berboncengan mengendarai sepeda motor matic menatap tajam ke arah mereka bertiga.Wandi dan Tina minggir, dan membiarkan sepeda itu lewat tanpa ada yang bicara. Kembali keduanya melihat ke arah Adrian. Keduanya saling berpandangan, Adrian tertunduk kembali wajahnya. Tina memberanikan diri untuk menegur temannya, setelah memberi kode kepada Wandi. Tangannya tetap memegang tangan Wandi yang tersenyum seperti Resodent.“Adrian, lu kenapa? Kita nyari elu dari pagi. Apa yang terjadi?” ceca
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status