Home / Fiksi Remaja / Goyangan Pohon Beringin / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Goyangan Pohon Beringin: Chapter 31 - Chapter 40

73 Chapters

Berteduh

Kedua motor melaju dengan kencang, menembus jalan raya Tawangmangu. Suasana sangat ramai saat itu, manum tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Semula Adrian menolak dengan bahas isyarat, kepada Wandi. Tetapi setelah hujan semakin deras, dan jalanan tidak terlihat karena kabut, akhirnya Adrian menghentikan laju sepeda motornya. Sementara, Tina sudah terlebih dahulu berteduh di pinggir jalan, di sebuah rumah kosong.“Waduh ... Tina udah jauh tuh! Bagaimana kalau ada apa-apa dengan dia?” Gumam Wandi sambil melepas helm diletakkan di teras pos kamling.Terdengar suara Adrian terbatuk, membuat Wandi menoleh ke arahnya. Teman baiknya itu, duduk sambil memegang dadanya. Ketakutan mulai melanda diri Wandi, pikiran buruk tentang sesuatu terjadi kepada mereka mulai membayang. Apalagi melihat Adrian semakin sesak sambil memejamkan mata.“Ya Tuhan, lindungilah kami jangan sampai teman gue kena serangan jantung di sini. Gak ada dokter, jauh dari pak Rete, gue gimana dong Tuhan?” ucap Wandi dengan
Read more

Keanehan Sikap Hesta

Mereka berbincang layaknya teman yang sudah kenal lama. Tidak menghiraukan ada banyak binatang melata yang melintas di depannya. Bahkan terkadang ada yang melilit di kaki Hesta dan Tina. Aneh sekali, keduanya tidak terganggu dengan kehadiran binatang-binatang itu. Sesekali Hesta mengambil ular, dan mencuiumnya. Keduanya tidak jijik ataupun ketakutan.“Wwwk ... lu pernah ngisengin cowok ternyata ya?” tawa renyah Hesta mengusik hutan yang sunyi itu.“Iya, gue pernah kunci mereka di kamar mandi sekolah. Mereka menyebalkan, kasih aja tikus dan kecoa. Menjerit semua hahaha ....”“Wwkk ... trus gimana mereka bisa keluar? Gak mungkin tidur di kamar mandi? Bisa mati dong hahaha ....”“Gue udah pesen ama satpam, setelah pulang sekolah. Setelah itu mereka jera, kapok hahaha ....”Saat mereka bercanda, terdengar suara kakek memanggil. Hesta berpura-pura tidak mendengar dan lanjut bercanda dengan Tina. Namun suaranya semakin lama semakin dekat dengan tempatnya. Dan Tina yang menyadari ada orang d
Read more

Bermimpi

Tina merasakan guncangan pada tubuhnya. Ketakutan yang menyerangnya membuat dia tidak berani membuka mata. Sudah parah jika sesuatu menimpa dirinya meski itu kematian sekalipun. Hanya doa yang dipanjatkan dan permohonan maaf kepada kedua orang tuanya.“Ibu, Ayah ... maafin Tina. Belum bisa jadi anak yang berbakti pada kalian. Mungkin jasad Tina nggak akan kalian temui nanti, udan jadi santapan ular hutan.”Terisak, air matanya keluar deras mengalir seperti sungai. Teringat Wandi, Adrian dan teman-teman sekolahnya.“Selamat tinggal kawan, maafkan segala kesalahanku,” ucapTina sambil memejamkan mata, pasrah dengan keadaan.“Tin, Tina! TIINAA ...!!!”Lamat terdengar suara yang familiar di telinganya. Tetapi Tina tidak ingin membuka mata. Rasanya dia sudah tidak dapat melihat kenyataan, jika dirinya sudah berada di alam baka. Bayangan antara surga dan neraka, seperti cerita gurunya tiga bulan yang lalu.Gurunya pernah bercerita, jika selama di dunia berbuat baik, pasti akan masuk surga.
Read more

Kemarahan Kakek Hesta

Bergegas Adrian berjalan ke arah pohon beringin yang sudah ada beberapa orang yang berkerumun. Sementara Wandi dan Tina mengomel tiada hentinya. Mereka sangat kesal dan juga khawatir jika Adrian kembali seperti dulu lagi. Meski demikan, keduanya hanya bisa mengomel lirih tanpa dapat mencegah temannya itu. Apalagi hari sudah menjelang sore, perut lapar dan haus.“Laper nggak lu?” Tanya Wandi kepada Tina yang sedang duduk di atas jok motor.“Heh, pakai nanya lagi. Lu sendiri gimana? Udah laper nggak? Tuh temen lu kurang kerjaan banget sih, ke sana lagi. Mo cari masalah dia.”“Biarin dah, emang udah keblinger tuh anak. Nggak bisa gue nasehatin. Eh ... ingat yang gue omongin kemaren kan? Gimana? Lu kenal ama orang pintar nggak?”Tina menoleh ke arah Wandi, tangannya yang putih mulus menarik telinga Wandi pelan, hingga yang punya tertawa. Mereka sama-sama melepas lelah dengan berdebat canda. Rasa perih yang ada di perutnya menjadi berkurang. Mereka tidak memerdulikan lagi keberadaan Adria
Read more

Hasrat terpendam

Tepuk tangan dari Adrian membuat keduanya menoleh. Tawa keras keluar dari pemuda kampung itu. Tidak disangka teryata dia sudah dibohongi oleh keduanya. Seperti drama yang sukses tanpa skenario membuat Adrian percaya begitu saja.“Waauu ... hahaha ... sukses membuat gue percaya sejak awal. Kalian memang cocok, bapak sama anak. Emang apa maksudnya bohongi gue? Tidak akan mempan itu. Coba saja kalo mo ajak! Ilmu gue lebih banyak dari kalian hahaha.”Seketika sikap Adrian berubah, matanya menyala merah menatap kedua makhluk yang ada di hadapannya. Terlihat bukan sosok pemuda kampung yang itu yang sesungguhnya. Dia tertawa di sambut angin kencang yang datang secara tiba-tiba. Dua orang yang ada di hadapannya mendadak kabur dan akhirnya menghilang. Suasana sekitar pohon beringin seketika menjadi tenang, dan Adrian masih berdiri tegak di sana.Muncul kakek Hesta dari balik pohon beringin. Menepuk bahu Adrian yang masih menatap tajam ke arah hilangnya dua makhluk laki dan perempuan tadi. Soro
Read more

Pulang ke Rumah

Adrian memulangkan wandi terlebih dahulu, tanpa sepatah kata terucap di bibirnya. Membuat temannya heran, namun tidak mampu bertanya. Setelah tiba di rumahnya ia membersihkan diri, dan melahap makanan yang ada di meja dengan rakusnya.“Kenapa perasaan gue gelisah sekali, rasanya ada yang kurang. Tapi apa?” gumamnya sambil merebahkan dirinya di atas ranjang.Ingatannya kembali pada kejadian tadi siang. Mendadak tubuhnya serasa berat dan terbakar. Ia tidak mampu mengendalikan dirinya. Di matanya terlihat bayangan-bayangan hitam memutar mengelilingi pohon beringin. Dua orang Herman dan gadis yang mirib dengan Hesta ketakutan dan menghilang.“Siapa sebenarnya mereka? Mengapa gue jadi bisa melihat makhluk halus itu? Mungkinkah ini ada kaitannya dengan ...? Yaa ... kain itu. Mungkin kain yang ada noda darah itu. Di mana gue taruh? Kenapa amnesia kaya gini?”Adrian bangkit, dan menuju dapur. Hari sudah menjelang malam. Kedua orang tuanya belum juga datang saat ia berusaha mencari kain yang w
Read more

Emosi Adrian

Dua orang berbeda alam ini tidak menyadari, jika apa yang sudah mereka lakukan melanggar kodrat. Kilatan petir yang menyambar tidak mereka perdulikan. Mereka terus bercanda hingga lupa waktu dan tidak merasakan lapar.Suasana di sekitar pohon beringin yang sunyi, membuat suara mereka terdengar sangat jelas. Binatang di sekitar yang melintas tidak mereka perdulikan. Sesekali binatang itu, berhenti dan menatap ke arah dua makhluk beda alam itu. Hanya rasa bahagia yang mereka rasakan, hingga beberapa saat waktu berlalu.Merasakan ada yang dingin mengenai wajahnya. Adrian mencoba mengusap, ternyata Wandi yang ada di depannya.“Anjirr ...! Lu ngapain di kamar gue?”Teriaknya saat melihat Wandi sudah berkacak pinggang sambil membawa air di gayung. Sementara tangannya terlihat basah di dekat wajah Adrian.“Heh! Lu sekolah kagak? Emak nyuruh gue ke sini. Mereka udah berangkat, lu susah baget di bangunin dari tadi. Lagian mimpi apa sih, sampe senyun-senyum sendiri?”“Mimpi? Oh iya ... dasar k
Read more

Keanehan Sikap Adrian

Semua teman yang ada di kelas Wandi membuka suara dengan mengolok cowok yang sudah diam mematung sejak tadi. Wandi yang sudah kebal dengan hinaan teman-temannya. Tidak ia memerdulikan dan tidak ditanggapi. Tidak ada perasaan sakit hati sedikitpun, karena sejak kecil hal itu sering ia alami. Bahkan di kampungnya ia pernah diejek saat bermain bersama dengan teman-temannya. Kedua orang tunya sering tidak tega meninggalkan anak mereka semata wayang mendapatkan perlakuan seperti itu. Hingga ia mengenal Adrian, dan dialah yang membelanya saat kedua orang tunya tidak ada di sampingnya.Hanya Adrian yang matanya menyala tajam ke arah semua teman yang sudah menghina Wandi. Demikian juga dengan Tina yang sudah merasa risih dengan ucapan teman-teman sekelasnya. Jantung mereka bergetar hebat menahan rasa marahnya. Keduanya berdiri sejajar dan memegang tangan Wandi, memposisikan anak itu di tengah-tengahnya. Seperti tiga sekawan dan bersaudara, mereka saling berpegangan tangan, sedangkan Wandi ma
Read more

Misi Gagal

Pak guru tidak menanggapi pertanyaan Adrian, melainkan melanjutkan pelajaran dengan membuat soal-soal untuk dikerjakan. Adrian yang tidak tidak menyimak pelajaran sejak awal, tentu gugup dan berusaha mengusik teman yang ada di sekelilingnya. Berbagai cara ia membuat membuat berisik seisi kelas, dengan tingkahnya.“Lu nggak mau contekin gue? Awas lu ya! Gue buat perhitungan nanti di luar!!”“Lu nggak tahu apa yang Pak Guru bilang? Gue gak mau gak dapet nilai, gara-gara elu!” sanggah temannya.Kemudian dia berbalik ke arah Wandi dan Tina yang sedang asyik mengerjakan soal.“Stt ... stt ... Wandi, Tina! Nomer satu!”Tidak ada reaksi dari kedua temannya itu. Dengan kesal Adrian melempar kertas tepat mengenai muka Wandi. Anak yang mempunyai rambut keriting dan tidak tersisir rapi itu terkejut, hingga membuat Tina yang ada di sebelahnya berteriak.“Heh! Apa-apaan sih? Berisik tahu!”teriaknya lirih membuat kelas yang tadinya tenang sekarang gaduh.“Apa! Ada yang lempar gue, sory kalo lu kag
Read more

Makanan Dari Hesta

Marjuki berlari terbirit-birit saat Adrian menatapnya dengan tajam. Beruntung ada guru datang dan menyelamatkan dirinya.“Woooiii ...!!! Kiii ... ngomong apa luu!!” teriak Adrian tanpa memperdulikan guru yang ada di dekatnya.“Heh! Adrian! Kamu denger tidak si Marjuki bilang apa tadi? Sudah keterlaluan sekali kamu ya? Mau melecehkan orang?! Hahhh ...!!” hardik gurunya dengan berkacak pinggang.Semenjak kejadian itu, pak guru Heri yang bernama Heri, tidak tidak pernah mempercayai Adrian sedikitpun. Bahkan dia menganggap pemuda itu selalu berbohong disetiap tingkah lakunya. Demikian juga pada hari ini, meskipun melihat ada yang aneh dengan pemuda itu.“Wandi, tolong kamu panggil teman-teman supaya masuk kelas, waktunya pelajaran Bapak. Atau kalian semua akan mendapatkan hukuman!” “Ta-tapi Pak! Ini ... ini Adrian ... ba-bagaimana?” sahut Tina yang bingung dengan situasi yang sudah tidak terkendali.“Anak itu, selalu membikin ulah. Biarkan saja,” sahut pap Heri tetap mengacuhkan Adrian y
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status