All Chapters of Suami Berkhianat, Aku Minggat (wanita pilihan): Chapter 81 - Chapter 90

108 Chapters

Part 81. Kecelakaan 2.

 "Bruuuuuk!?" Lalu ia tancap gas dengan sekencang-kencangnya. Mobil Brio yang sejak tadi mengikuti dan memasang kamera video call dengan seorang perempuan cantik yang tersenyum lebar kini mobil itu berhenti di bahu jalan, untuk menyaksikan korbannya berlumuran darah.  Renata tersungkur ke arah kiri, badannya terpental ke trotoar atas, lengan kirinya menghantam jalanan, kepalanya seketika berdarah Karena terbentur trotoar lalu ia tak sadarkan diri, karena memang ia sangat phobia dengan darah. Beberapa orang yang berada disekitar, banyak yang keluar dari ruko setelah mendengar suara barang jatuh, dan berlari ke arah Renata untuk menolongnya. "Astaghfirullah, ini nabrak atau sengaja ditabrak?" ucap seorang perempuan berhijab.  "Ini, Mbak pemilik butik diujung jalan sana," ucap seorang anak muda berkaos merah.  "Bawa kerumah sakit, ayo!" seru Ibu berhijab
last updateLast Updated : 2022-04-13
Read more

Part 82. Siapa pelakunya?

 Siapa pelakunya.  "Awas kamu, Don, akan ku buat perhitungan atas kasus ini!" gumamnya sambil mengepalkan tangannya.  "Mbak administrasinya belum diselesaikan, kami lupa bawa uang," ucap Dian. "Hah?! Aku malah gak bawa dompet!" Bianca merogoh saku piyamanya dia hanya mengantongi uang 200 ribu saja.  "Kalau begitu, saya sama Adit ke butik dulu ambil uang!" ujar Dian.  "Baiklah, saya bahkan belum mandi, baru mau beli sarapan!" tukas Bianca dengan lirih. Ia tadi bangun siang, lalu merasa suntuk di rumahnya, akhirnya dia keluar mengelilingi komplek mencari yang jualan sarapan, meski jam menunjukan pukul 11 siang. Akhirnya Bianca menuju ke bagian administrasi untuk mengisi data yang diketahuinya dan menjaminkan uang 200 ribu yang dipegangnya dengan alasan lagi ambil uang. Ia merutuki dirinya sendiri. Dan berjanji tidak akan
last updateLast Updated : 2022-04-13
Read more

Part 83. Siapa pelakunya 2.

"Ini apa?" tanya Dian. "Buka saja!" Lalu aku secepat kilat kembali ke mobil, tak sabar rasanya melihat keadaan Renata. Bahkan tadi aku sampai lupa menanyakan kondisi wanita itu pada Dian, Duh paniknya. Kulajukan mobil bak kebelet poop, tak ku hiraukan mereka yang kaget karena ku salip, sumpah serapah mereka bagai angin lalu, aku tak mendengarkannya karena aku melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. Sialnya menuju ke rumah sakit itu harus melalui dua kali lampu merah.  Ya … Tuhan, siapa ini yang merancang rumah sakit yang jalan menuju kesana butuh dua kali menunggu lampu merah.  —— Kuparkir mobil dengan kasar, lalu berlari melalui pintu masuk, dan akh, aku lupa tidak menanyakan dimana ruangan Renata. Kurogoh sakuku lalu kucari nomor Bianca, dan syukurlah tersambung. "Ya, kenapa?" Suara Bianca terdengar parau disebrang sana.
last updateLast Updated : 2022-04-13
Read more

Part 84. Ancaman untuk Rindi.

Ancaman untuk Rindi. Rindi tersenyum setelah menyaksikan video call yang barusan ia lakukan. Wajahnya Sumringah menyaksikan Renata terpental dengan sekali tendangan dari anak buah Baron, dan tanpa jeda lama darah pun menggenang di trotoar, kepala wanita itu seketika bocor karena menghantam kerasnya jalan, karena tidak menggunakan helm.  ——— Keesokan harinya.  Ia mematikan ponselnya lalu turun ke bawah setelah mendengar percakapan antara Ayah dan Kakaknya dimeja makan. "Mereka tidak ke kantor kah?" pikirnya.  Undakan demi undakan tangga ia langkahi dengan anggun, sebagai seorang putri pemilik perusahaan besar di Indonesia, aura nya begitu terlihat seperti bintang. Hanya sayang ia tumbuh dengan egois yang sangat tinggi.  "Papa sama Kakak belum ngantor?" tanyanya dengan mencomot sebuah anggur di meja makan. Ayah dan anak itu
last updateLast Updated : 2022-04-14
Read more

Part 85. Ancaman untuk Rindi 2.

"Ceritakan!" titahnya. "Ceritakan, apa?" tanya Rindi dengan gemetaran, dia shock dengan amukan dari Bima, selama ini ia tak pernah dibentak oleh siapapun di rumahnya. "Rindi, ceritakan!" ulang pak Usman dengan terus menatap tajam ke arah Rindi. "Ceritakan atau aku laporkan ke polisi!" bentak Bima. "Bima!" bentak Pak Usman, walau bagaimanapun ia tak rela Rindi dibentak oleh anak lelakinya. Meski ia tahu kesalahan Rindi sudah bukan main-main. Bima mengepalkan tangannya melihat pembelaan ayahnya, padahal dengan jelas adiknya itu sudah melakukan hal yang melanggar hukum. Ia akhirnya memilih duduk di kursi makan terhalang dua kursi dengan ayahnya. Ia menatap adiknya dengan nyalang. "Ceritakanlah!" ucap pak Usman untuk ketiga kalinya. Akhirnya Rindi menyerah dan menceritakan segala alasan mencelakakan Renata. Pak Usman menarik nafasnya dengan kasar. 
last updateLast Updated : 2022-04-14
Read more

Part 86. Tangisan Rindi.

Tangisan Rindi. "Aaaaaarght!?" teriaknya membuat para art-nya yang semula hendak menghampiri untuk membereskan pecahan piring yang berserakan, mereka mundur lagi, kecuali Mbok ijah, perempuan tua itu sudah bekerja dari awal Rindi belum lahir jadi ia hafal tabiat anak gadis majikannya itu.  Mbok Ijah mengusap pundaknya dengan lembut, Rindi mengangkat wajahnya yang basah oleh airmata. "Mbok"  "Minum dulu," titah Mbok Ijah menyodorkan segelas air putih dari tangan kanannya. Rindi hanya meneguk saja air putihnya lalu meletakkannya di meja. "Ayo kita ke ruangan tv, biar ruang makannya di bersihkan oleh Darmi sama Minah," ajaknya sambil menarik lengan Rindi, gadis itu hanya menurut pada asisten rumah tangga di rumahnya itu. Rindi mengelap air matanya oleh tissu yang disodorkan Mbok Ijah. Wanita tua itu menatapnya dengan penuh iba, ia mendengar percakapan keluarga Wisesa dirua
last updateLast Updated : 2022-04-14
Read more

Part 87. POV Bima.

POV Bima. Sungguh kesal aku dibuatnya, tak pernah terlintas dalam benakku, Rindi akan senekat itu, aku menuruti semua inginnya ku kira hanya sebatas mencari informasi tentang lelaki itu. Selama hidup, meski aku terasing di asrama, namun aku tak kekurangan akhlak seperti Rindi yang mencoba menghalalkan segala cara demi keinginannya, liar sekali adik bungsuku itu. Kutatap tajam wajahnya yang menyiratkan ketakutan, akibat bentakanku aku sungguh tak bisa mengendalikan emosiku kali ini. Ini bukan tindakan biasa saja. Karirku yang sedang berada di puncaknya bisa hancur oleh masalah Rindi. Astaga, kuremas rambut kepalaku mencoba meredakan emosi yang rasanya ingin ku makan bulat-bulat adikku itu. Kudengar ajakan Papa untuk berangkat ke kantor, lelaki tua itu sama halnya denganku namun ia bisa meredam emosinya, beda sekali perlakuan Papa saat aku atau Kak Risa berbuat salah. Akh sudahlah, semoga dengan masalah ini, Papa jadi tahu
last updateLast Updated : 2022-04-14
Read more

Part 88. POV Renata.

POV Renata. Genap sudah 7 hari aku dirawat, selama itu juga aku tak bisa bertemu dengan Annisa, gadis kecilku itu, meski asi tidak putus tapi aku tak bisa mencium aroma tubuhnya.  Selama itu juga Bara selalu ada di rumah sakit, bergantian dengan Bianca, akh mereka sangat baik terhadapku hingga banyak yang mereka korbankan demi menungguiku dsini.  Hari ini rencananya akan minta pulang pada dokter meski kepalaku masih sedikit sering sakit dan pusing. Tapi lukanya sudah kering, aku tak bisa terus-terusan ada disini, aku rindu anakku, rumahku juga yang lainnya. "Hari ini kamu bisa pulang," ucap Bianca tiba-tiba nongol dari arah pintu, membuatku kaget saja. "Kenapa? Kamu kaget?" tanyanya sambil memandangku dengan senyum mengejek.  "Siapa yang akan tidak kaget, kamu masuk tanpa ketok pintu, dorong lalu ngomong, ku kira setan," jawabku dengan mencebik
last updateLast Updated : 2022-04-14
Read more

Part 89. POV Renata 2.

"Cepat sembuh, ya!" ucapnya sambil menyodorkan bunga ditangan kanannya, aku yang diperlakukan seperti itu sedikit malu dan gemetar, serasa jaman dulu sering dikasih kejutan olehnya, karena Bara tipe lelaki yang romantis membuat aku terus jatuh cinta di setiap waktunya. "Cieeee, ya … Tuhan, gak adakah penutup mata disini!" sinis Bianca sambil mencebik. Kami langsung tertawa melihat kekesalan Bianca. "Sudah siap pulang?" tanya Bara, aku mengangguk dengan pasti. "Semua sudah kelar, Bi?" tanyanya pada Bianca. "Sudah dong, ayo!" ajaknya, sambil mendorong kursi roda kedekatku. Ngilu di bagian paha hingga lengan kiri masih terasa kalau di gerakan, mungkin memar akibat terjatuh sangat keras, orang itu gak berperasaan, menendangku dengan sangat keras. Awas aja! Akan kucari meski ke ujung dunia. Salahku apa coba? perasaan aku tak punya musuh atau pernah berselis
last updateLast Updated : 2022-04-14
Read more

Part 90. POV Bianca.

Pov Bianca  Kulajukan mobil dengan santai, aku sedikit ingin menikmati hariku. Selepas melihat Renata baikan, hatiku lebih tenang. Apalagi melihat pertumbuhan baby Annisa yang sehat dan aktif. Ditambah ada Bara juga yang mendukung psikologis Renata juga anaknya.  Gerimis mulai turun di sore yang indah ini, rumah Renata yang baru cukup lumayan jauh jaraknya dibanding dengan rumah yang dulu, dan kenapa jalanan sore ini lenggang sekali? Padahal ini hari terakhir kerja. Jam menunjukan pukul 17:45 sore.  Aku berhenti disalah satu supermarket untuk membeli buah dan cemilan, aku malas sekali masak, seandainya ingin makan rumahan yang enak, aku tinggal menelpon Renata dan pergi kesana untuk menikmatinya. Sesimple itu hidupku.  Hanya butuh lima belas menit untukku belanja, mengambil apa yang ingin ku beli, tidak pakai drama memutar-mutar seperti Renata dan Emak-Emak Indonesia lainnya.
last updateLast Updated : 2022-04-14
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status