All Chapters of Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas: Chapter 151 - Chapter 160

237 Chapters

152. SAKIT APA? (Bagian B)

152. SAKIT APA? (Bagian B)Nomor Bang Galuh terlihat di layar, dan aku segera bergegas mengangkatnya."Assalamualaikum!" kataku dengan ceria.[Waalaikumsalam, sayang.] Balas Bang Galuh dari seberang sana."Aku kangen …." Kataku manja.[Ih, Abang juga kangen.] Ujar Bang Galuh singkat. [Abang susul, ya?] Katanya meminta persetujuan."Hmm? Jangan lah!" kataku tak setuju. "Acaranya sudah selesai, Bang?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.[Sudah dari tadi, Dek! Makanya Abang mau nyusul kamu aja.] ujar Bang Galuh lagi.Aku terkekeh pelan mendengar ucapan Bang Galuh, suamiku itu begitu manja. Bahkan keluarga terdekatnya saja tidak tahu kebiasaannya itu.Dia yang terlihat tegar dan juga masa bodoh, namun kepadaku dia akan berubah menjadi anak kucing yang sangat manis dan juga manja."Abang lagi di mana? Kok berisik sekali?" tanyaku penasaran.[Oh, lagi di tongkrongan. Motornya Sugeng rusak, lagi di betulin nih sama anak-anak] jawab Bang Galuh."Oh gitu," kataku lirih.[Kamu gimana? Pemeriksaann
last updateLast Updated : 2022-07-07
Read more

153. KESEPAKATAN DENGAN DOKTER INDRA (Bagian A)

Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas153. KESEPAKATAN DENGAN DOKTER INDRA (Bagian A)Dokter Indra menatapku dengan pandangan dalam, dia menelan ludahnya sekali lagi sebelum membuka kembali mulutnya.“Ellen, saya menyarankan agar kamu segera mendapatkan pengobatan!” katanya tegas.“Pengobatan?” tanyaku skeptis. “Apakah aku akan sembuh? Apakah semuanya akan kembali seperti dulu?” tanyaku lirih.Dia terlihat kembali menelan ludahnya susah payah dan menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi, bibirnya bergerak seolah hendak mengeluarkan suara. Namun beberapa saat aku menunggu, Dokter Indra sama sekali tidak menyahuti ucapanku. Entah pertanyaanku yang terlalu sulit, atau jawabannya yang terlalu sulit.Aku menatap jam dinding, lima belas menit sudah Bang Usman keluar dari ruangan ini. Sedikit banyaknya aku berterima kasih dengan telepon masuk tadi, setidaknya dengan begitu Bang Usman tidak harus mendengar segala ucapan dokter Indra.“Ellena, pikirkan sekali lagi,” pinta dokter Indra l
last updateLast Updated : 2022-07-07
Read more

154. KESEPAKATAN DENGAN DOKTER INDRA (Bagian B)

154. KESEPAKATAN DENGAN DOKTER INDRA (Bagian B)Ucapan dokter Indra terhenti karena tiba-tiba pintu di belakangku terbuka, dan dengan segera aku langsung mengusap kedua mataku dengan tisu. Berharap Bang Usman tidak menyadari apa yang sudah terjadi.Dokter Indra juga langsung kembali menelan bulat-bulat ucapannya tadi, namun pandangan matanya terlihat memohon ke arahku.“Maaf, karena saya lama. Bagaimana dok? Apa yang terjadi sama adik saya?” tanya Bang Usman sambil mengusap kepalaku.Dia tidak sedikitpun menoleh ke arahku namun tangannya masih berada di pucuk kepalaku dan mengelusnya dengan lembut, aku bersyukur.Namun entah kenapa tiba-tiba rasa khawatir, merayap dengan cepat di tulang belakang ku dan membuat aku menggigil tanpa alasan. Suara Bang Usman terdengar berbeda, lebih berat dan juga serak.Dokter Indra kembali melihatku, namun dia langsung membuang nafas dengan kasar saat melihat aku mengangguk pertanda dia harus mengucapkan semua yang aku pinta tadi.“Tidak ada yang salah,
last updateLast Updated : 2022-07-07
Read more

155. POV USMAN (KABAR DUKA DARI GALUH) (Bagian A)

Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas155. POV USMAN (KABAR DUKA DARI GALUH) (Bagian A)POV USMANSaat di dalam ruangan dokter Indra, aku mendapatkan telepon dari Galuh. Dia pasti khawatir dengan keadaan Ellen, sehingga menelpon sampai tujuh belas kali.Ya Allah, adik iparku ini benar-benar tidak bisa hidup tanpa Ellen sepertinya, sampai-sampai getol banget menghubungi aku.Untung saja tadi aku memegang ponsel, kalau tidak pasti aku tidak melihat banyaknya panggilan dari Galuh. Karena ponselku memang aku buat mode silent, takut mengganggu penjelasan dokter Indra nanti.Setelah berpamitan, aku langsung keluar dari ruangan di iringi tatapan penasaran dari Ellen. Adikku itu terlihat protes karena aku mengangkat telepon dan meninggalkan dia sendirian di ruangan ini.“Hallo, Assalamualaikum, Luh,” sapaku semangat.[Waalaikumsalam, Bang.]Suara Galuh terdengar di sebelah sana, namun sayang firasatku langsung tidak enak karena suaranya yag terdengar serak dan juga ada suara beberapa orang
last updateLast Updated : 2022-07-08
Read more

156. POV USMAN (KABAR DUKA DARI GALUH) (Bagian B)

156. POV USMAN (KABAR DUKA DARI GALUH) (Bagian B)Dia menatapku dengan pandangan teduh, "Bapak baru saja kehilangan anak bapak satu minggu yang lalu, dan saat ini menantu bapak yang berjuang di meja operasi. Sedih rasanya saat anak-anak kita lebih dahulu pergi, kenapa bukan bapak saja yang sudah tua ini? Tapi sekali lagi, bapak yakin Allah punya rencana sendiri. Dan kita tidak berhak untuk protes sedikitpun," katanya mantap."Sekarang pulanglah, lakukan kewajibanmu sebagai seorang anak!" lanjutnya lagi sambil menepuk pundakku.Entah kenapa aku makin menangis tersedu-sedu saat mendengar ucapan orang-orang yang ada di sini. Mereka semua pernah mengalami kehilangan, dan mereka tahu apa yang aku rasakan saat ini.Ya Allah …."Telepon lagi adikmu, Nak. Dia pasti kebingungan saat ini," kata Ibu tua yang tadi berbicara dengan Galuh.Aku mengangguk mengerti dan kembali menelepon Galuh, adik iparku itu dengan cepat langsung mengangkatnya.[Bang? Abang baik-baik saja, kan?] Tanyanya dengan pani
last updateLast Updated : 2022-07-08
Read more

157. POV USMAN (KABAR DUKA DARI GALUH) (Bagian C)

157. POV USMAN (KABAR DUKA DARI GALUH) (Bagian C)Aku tidak sedikitpun menoleh ke arah Ellen, namun tanganku masih berada di pucuk kepalanya dan mengelusnya dengan lembut, aku menahan tangis namun berharap agar dia tidak menyadari kesedihanku.Namun entah kenapa tiba-tiba Ellena bergidik, dan dari ekor mataku aku bisa melihat dia menoleh ke arahku. Namun aku tetap menatap ke depan, tidak menatapnya sedikitpun. Aku sadar, suaraku mulai terdengar berbeda lebih berat dan juga serak, dia pasti merasa aneh dengan suaraku yang seperti ini.Dokter Indra melihat Ellena, namun dia langsung membuang nafas dengan kasar saat melihat Ellen mengangguk. Sebenarnya aku curiga dengan keadaan ini, namun aku saat ini sedang dalam keadaan terburu-buru.“Tidak ada yang salah, Pak! Everything is okay, Bu Ellena hanya kelelahan!” kata dokter Indra dengan nada mantap.“Alhamdulillah, syukurlah kalau begitu,” ujarku sangat lega. “Dek, kamu ke mobil duluan, ya. Abang mau bicara dengan Pak dokter sebentar,” ka
last updateLast Updated : 2022-07-08
Read more

158. TANGISAN USMAN DAN ELLENA (Bagian A)

Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas158. TANGISAN USMAN DAN ELLENA (Bagian A)POV USMANWalau menyakitkan, tapi akhirnya pemakaman Bapak dan Ibu akhirnya telah selesai dilaksanakan. Sore hari yang cerah, namun hati kami sekeluarga mendung karena ditinggalkan oleh orang tua kami.Sesampainya kami tadi di rumah, Bapak dan Ibu sudah selesai dimandikan dan sudah siap untuk di sholatkan. Aku angkat jempol dengan kesigapan Galuh dan keluarganya, mereka benar-benar menyiapkan semuanya.Ellen jangan ditanya, dia jatuh pingsan hingga aku tidak bisa menghitungnya. Bahkan, dia terpaksa tidak melihat pemakaman Bapak dan Ibu karena dia kembali pingsan lagi.Ellen terpaksa tinggal di rumah, dan di jaga oleh Ambar. Seluruh penduduk desa ikut dalam penguburan jenazah Bapak dan Ibu, kami bahkan tidak menyangka akan seramai ini.Bapak memang dikenal sebagai orang yang baik, yang suka menolong orang yang sedang kesusahan. Banyak warga yang ditolongnya, banyak warga yang dipekerjakannya.Wajar saja,
last updateLast Updated : 2022-07-08
Read more

159. TANGISAN USMAN DAN ELLENA (Bagian B)

159. TANGISAN USMAN DAN ELLENA (Bagian B)"Ibra sama Om Galuh dulu, ya. Mama mau antar Bang Aksa ke kamar," ujar Ambar pada anaknya.Ibra mengangguk patuh dan langsung berlari menuju ke arah Galuh, dia terlihat menggelayut manja di pangkuan adik iparku itu."Galuh, habis ini makan sama Bang Usman ya." Ambar berucap tegas, sambil berlalu.Aku dan Galuh berpandangan lalu dia mengangkat bahu pertanda tak bisa melawan perintah Ambar. Melihat itu aku langsung bergegas menyusul Ambar, tidak enak rasanya melihat dia harus menggendong tubuh anakku yang sudah beranjak besar."Kamar Abang yang mana?" tanya Ambar sambil menatapku. "Yang tengah, itu dulu kamar Abang. Sekarang kosong, tapi kalau Abang lagi nginep di sini Abang akan tidur di situ," balasku pelan, sambil membuka pintu kamar. Dan alangkah terkejutnya aku saat aku membuka pintu, pemandangan yang pertama kali kulihat adalah keberadaan istriku yang sedang berada di atas ranjang. Dan dengan santai dia tengah memainkan ponselnya, sambi
last updateLast Updated : 2022-07-08
Read more

160. MASIH BELUM BISA MENERIMA (Bagian A)

Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas160. MASIH BELUM BISA MENERIMA (Bagian A)POV ELLENABukankah mempunyai keluarga yang lengkap adalah impian semua orang? Dulu aku merasa sangat bahagia, hidupku terasa sempurna, mempunyai keluarga yang hangat dan juga saling menyayangi satu sama lainnya.Mempunyai suami yang tampan, baik, perhatian, dan juga setia serta bertanggung jawab seperti Bang Galuh. Mertua dan ipar yang baik, penyayang dan juga kompak, juga Abang kandungku satu-satunya yang baik, dan selalu bisa melindungiku. Dan yang terpenting adalah kedua orang tuaku yang menyayangi dan juga bisa mengayomi kami, orang tua terbaik di dunia. Itulah yang sering aku katakan pada orang lain tentang penggambaran Ibu dan Bapak di mataku.Orang tua yang selalu bisa adil, dan juga bijaksana. Mereka tidak pernah membedakan kasih sayang maupun materi yang mereka berikan antara aku dan Bang Usman.Mereka selalu bisa menempatkan posisi mereka di garis netral, tidak berat sebelah dan juga selalu
last updateLast Updated : 2022-07-08
Read more

161. MASIH BELUM BISA MENERIMA (Bagian B)

161. MASIH BELUM BISA MENERIMA (Bagian B)Rasanya bahkan lebih sakit dari yang tadi, mungkin tadi aku tidak bisa menangis lepas di depan Ibu. Tapi saat di depan Bulek Rosma, entah kenapa aku sama sekali tidak bisa menahan tangisanku.Aku bisa merasakan keberadaan Bulek Rosma di sampingku, ranjangku bergoyang pelan saat dia membawa aku ke dalam pelukannya. Dengan lembut dia menepuk punggungku, dan membisikkan kata-kata agar aku sabar dan kuat."Cup, cup, jangan di tahan, Nduk. Tapi kamu harus janji, ini terakhir kalinya kamu menangis. Bisa?" tanya Bulek Rosma padaku.Aku menggeleng pelan, dan Bulek Rosma sontak terkekeh karenanya."Oalah, piye iki?" katanya heran."E—ellen sedih, Bulek," ujarku dengan terbata-bata."Lah, yo Bulek juga sedih. Kehilangan Mas dan Mbak ku sekaligus. Pakdemu, Mas Burhan sudah mendahului kami, dan sekarang Bapakmu. Bulek sekarang sendirian, kamu masih mending punya Usman," kata Bulek Rosma.Nada suaranya terdengar biasa, namun aku tahu dia pasti juga meras
last updateLast Updated : 2022-07-08
Read more
PREV
1
...
1415161718
...
24
DMCA.com Protection Status