Home / Romansa / Karma(penyesalan) / Chapter 161 - Chapter 170

All Chapters of Karma(penyesalan): Chapter 161 - Chapter 170

182 Chapters

Perangkap Denis

Mereka begitu menikmati perjalanan ini. Adinda yang memang sangat mudah untuk jatuh cinta, sehingga dengan mudah ditaklukkan oleh Denis."Kau sudah sarapan Adinda?" Denis mencoba mengakerabkan dirinya dengan wanita disampingnya ini. 'Hmm ... sudah tadi," jawabnya sambil terus tersipu. Ia menyangka, kalau Denis memang benar benar jatuh hati padanya. "Aku belum sarapan, apa kau mau menemaniku untuk sekedar makan pagi?" Denis mulai melancarkan aksinya. Dia ingin tahu apa jawaban yang diberikan Adinda. "Tentu saja boleh... bahkan aku bisa menemanimu lebih dari itu," "Maksudmu""Ooh...ee..ee..tidak, maksudku adalah, jika kau mau aku menemanimu yang lain, aku juga bisa," "Yang lain? contohnya?" Denis mulai memojokkan Adinda. Ternyata benar. Mudah bahkan sangat mudah memdapatkan simpati dari Adinda. "Aah..untuk kali ini, mungkin aku hanya butuh menemanimu sekedar makan saja, tapi lain waktu...aku tak jamin jika aku mengharapkanmu yang lebih," Adinda yang mendengar penuturan Denis,
Read more

Rencana Bermalam

Tak terasa, waktu yang mereka habiskan sudah hampir dua jam, hanya sekedar makan bersama. Kini mereka sedikitnya saling mengenal. Timbul perasaan berbeda pada Adinda untuk Denis. Mungkin ini awal dari rasa cinta. Sedangkan Herman, dia mencari keberadaan Adinda. Karena ulah Adinda lah, kini Amira marah padanya. Ia akan membuat perhitungan pada Adinda, atas semua perkataan bohongnya pada Amira. Dikunjunginya ruangan Adinda, namun tak nampak ia berada disana. Kemudian, ia datangi ruangan Andi, dimana Denis harusnya pun berada disana. "Andi, apa kau tahu dimana Adinda berada?""Daritadi aku disini mengerjakan banyak hal, aku tak tahu menahu tentang perempuan itu," tutur Andi. Ia yang sedari tadi sibuk dengan pekerjaannya. Tak tahu kemana perginya Adinda. "Mungkin sedang berkencan dengan Denis," celetuknya lagi. Ia bisa berkata begitu, karena sampai sekarang, Denis tak nampak batang hidungnya. Sedangkan menurut kabar yang ia terima dari staf lain, kalau Denis sudah sampai sejak
Read more

Kejadian di Hotel

Spontan, tangan Adinda memeluk tubuh Denis. Ia memejamkan matanya, merasakan kehangatan tubuh laki laki didepannya itu. Di tenggelamkannya kepalanya di dada milik Denis. Begitupun tangan Denis, ia sama melingkarkan tangannya dipinggang Adinda. Mereka saling menyalurkan kehangatan dan kenyamanan. "Terimakasih untuk semuanya. Kita baru saling mengenal, tetapi aku sudah merasa nyaman denganmu," Adinda mengungkapkan isi hatinya. Ia benar benar merasa nyaman, walaupun mereka baru saling kenal beberapa hari saja. Kini mereka saling terlelap dalam dekapan pasangannya. Sampai mereka tak sadar, ada dua pasang mata yang tengah memperhatikan mereka. Ya .. dia Andi. Ia yang awalnya ingin menanyakan kemajuan rencananya tentang Adinda dan dirinya, namun tanpa ditanyakan, ia sudah melihat dengan mata kepalanya sendiri, kalau Denis sudah berhasil mengambil hati Adinda. Entah Denis yang susah terampil dalam menggoda perempuan, atau karena Adinda yang mudah dirayu. Yang jelas, kini mereka sa
Read more

Maaf Aku Khilaf

Adinda dengan memakai handuknya, keluar dari kamar mandi, dengan sangat pelan. Ia jinjitkan kakinya, agar jalannya tak mengeluarkan suara berisik. Ia tak mau kalau sampai Denis terbangun karenanya. Dengan berjalan tanpa suara, ia mendekati kopernya, yang kebetulan berada disamping Denis. Semakin ia mendekat, wangi aroma sabun yang ia gunakan, semakin tercium oleh hidung Denis. Ia mengendus wangi itu. Wangi segar yang keluar dari tubuh Adinda. Tiba tiba, saat Adinda jongkok, mengambil pakainnya didalam koper, suara resletingnya yang tak bisa ia pelankan. Membuat Denis terbangun. Perlahan ia kedipkan matanya. Sampai beberapa kali ia kucek matanya. Barulah ia ingat, kalau didepannya ada Adinda yang tanpa memakai baju. Ia hanya mengenakan handuk sebatas dada, dan seatas lutut. Tubuhnya kini terekspose lebih jelas. Pundak dan punggung yang mulus, yang biasa ia lihat tertutup baju, kini ia lihat secara langsung. Ia menelan salivanya. Membayangkan hal jorok yang tiba tiba muncul beg
Read more

Misi Gagal

"Denis ... Denis," panggilnya didepan pintu kamar milik Denis. Semenit, dua menit,.. sampai lima menit lebih tak ada sahutan dari Denis. "Hmmm... mungkin dia sedang berada di kamar mandi," pikirnya. Namun sudah setengah jam berlalu, Denis belum juga membuka pintu kamarnya. Akhirnya Adinda mulai penasaran, ia coba menghubungi nomor ponsel Denis, namun nomornya tidak aktif. Kembali ia mengetok pintu kamar Denis. Sampai akhirnya satu jam berlalu, orang yang dihampirinya tak kunjung membuka pintu untuknya. Kesabaran Adinda kini mulai hilang. Ia memanggil pelayan hotel, dan menanyakan tentang keberadaan Denis. "Mas, orang yang tidur dikamar nomor 24 sedang kemana yah kira kira? barangkali Anda melihatnya?" tanyanya pada pelayan itu. "Sebentar bu, biar saya cek dulu. Pelayan itu melihat data para tamu yang masih berada dihotel itu. Dicarinya tamu yang bernama Denis. Namun ia tak menemukan nama itu. Disana tertulis jika Denis sudah check out dari hotel beberapa jam yang lalu. "Maaf
Read more

Tentang Adinda

Amira kini termenung dikamarnya sendirian, ia merasa kesal dengan dirinya sendiri, yang tak pernah mempercayai perkataan suaminya. Justru ia malah lebih percaya dengan kata kata Adinda. Perkataan Adinda memang selalu membuatnya yakin. "Sekarang mas Herman marah padaku. Apa yang harus aku lakukan?" Amira terus berpikir. Ia mencoba mencari solusi tentang masalahnya ini. Namun tiba tiba, perutnya terasa lapar. Ia kini menuju ruang makan. Diambilnya nasi dan lauk yang sudah tersedia, makanan yang sudah ia siapkan untuk Herman, kini hanya menjadi pajangan. Herman yang sedang tak berselera untuk makan, membiarkan makanannya begitu saja. Amira makan sambil tampak berpikir. Ia melamunkan hubungannya dengan Herman. Begitu banyak cerita yang sudah mereka lalaui berdua. Banyak suka dan duka yang sudah mereka lewati. Tapi baru kali ini, ia merasakan permasalahan yang sangat rumit. Dimana ketika Adinda mulai memasuki kehidupan mereka. Saat Amira sedang termenung, menikmati lamunannya, Tiba tib
Read more

Pertolongan Andi

Sambil bergetar, Adinda mengambil teh yang diberikan Andi. Ia tak menyangka, kalau orang sedingin Andi, bisa bersikap lembut dan hangat kepadanya. Sambil terus melirik menatap Andi. Ia merasa malu sendiri, karena sikapnya yang tak pernah ramah padanya. "Terimakasih untuk teh nya," ucap Adinda pelan. Andi kemudian berdiri, dan mengambil obat pusing, lantas ia memberikannya pada Adinda. "Minumlah obat ini ,kau masih pusing bukan?" tanya Andi lagi. Entah mengapa Andi ingin terus memperhatikan Adinda. Ia mulai berasa khawatir saat melihat Adinda yang tak baik baik saja. "Tak perlu, nanti juga sembuh sendiri," Adinda mencoba menolak perhatian yang diberikan oleh Andi. "Aku tak biasa minum obat sembarangan, jadi simpan saja," Adinda menyuruh Andi menyimpan kembali obat yang ia berikan ketempatnya. Baiklah kalau begitu," Andi menaruh kembali obat yang ia bawa, dan menyimpannya kembali dikotak obat. "Kau semalam habis darimana?" Andi bertanya pada Adinda. Sedangkan Adinda hanya diam
Read more

Adinda Sakit

"Mas, ada yang mengetuk pintu," ucap Amira pada Herman. Herman terdiam, mendengarkan dengan seksama, ia memastikan apa benar ada yang mengetuk pintu rumahnya. Ternyata memang benar, suara ketukan itu dari pintu utama. "Biar aku saja yang membukanya," ucap Herman, dan langsung turun dari ranjangnya, lalu menuju ke arah pintu. "Ceklek" pintu terbuka,Kini terlihat jelas, siapa dihadapannya. Adinda yang berdiri sambil tertunduk, dan Andi yang berdiri tegap."Kalian, kenapa bisa bareng begini?" tanya Herman kaget. "Ceritanya panjang tuan, nanti aku ceritakan, aku harus kembali ke kantor," ucapnya sambil membungkukkan badannya."Kau sudah pergi ke kantor? memangnya ini jam berapa?" "Jam 9 tuan, ini sudah siang," jawab Andi lagi, sambil menunjukkan jam ditangannya. Herman kaget mendengarnya. Ia segera kembali kedalam, tanpa menghiraukan, ataupun bertanya pada Adinda sepatah kata pun. Adinda hanya menunduk malu. Sebenarnya ia merasa malu harus kembali kerumah Herman, namun ia belum
Read more

Penyakit Serius

Mendengar nama Adinda, Herman tiba tiba merasa malas. Ia sangat tak ingin mendengar nama itu lagi. Namun dia menghargai istrinya, akhirnya ia mencoba bersikap ramah, "Ada apa dengan wanita itu sayang? apa dia membuat masalah lagi?" tanya Herman dengan malas."Tidak sayang, tapi dia sakit, dia sakit parah. Aku sudah memanggil dokter Dhani, tapi dia belum datang sampai sekarang," Amira yang panik, tak bisa mengatur pola bicaranya. Ia terus saja berbicara tanpa jeda. "Paling dia sakit biasa sayang, tak usah panik lah!" tutur Herman pada Amira, yang terus menceritakan Adinda. "Kumohon sayang, pulanglah ... aku tak bisa menunggunya sendirian, aku takut akan terjadi apa apa padanya," Amira menjelaskan dengan lemah. Ia sangat ketakutan melihat keadaan Adinda yang semakin parah. Sedangkan Dokter Dhani yang belum juga datang, membuatnya semakin panik dan ketakutan.* "Baiklah, tunggulah disana, aku segera pulang," Ujar Herman, dan langsung membereskan semua barang yang ia bawa tadi. Deng
Read more

Hilangnya Amira

Lama sudah mereka menunggu diluar. Dokter yang menangani pun belum juga keluar. Suasana yang paling tak disukai keluarga pasien saat mereka harus menunggu kabar tentang keadaan pasien. Sudah berapa kali Amira berganti posisi sejak menunggu Adinda. Hatinya sungguh cemas dan khawatir. Ia terus mondar mandir. Berharap keadaan kritis Adinda akan segera berakhir. "Sayang, tenang lah ... kau duduk saja, jangan panik begitu!" tegur Herman pada Amira yang sedari tadi tak bisa diam. Seperti sebuah setrika lebih tepatnya. Ia merasa tak nyaman dengan keadaan Adinda. Tiba tiba suara ponsel Amira berbunyi. Telepon masuk dari karyawannya di toko. "Iya Nania ada apa?" Amira menjawab panggilan masuknya di ponsel. "Ibu kira kira tiba jam berapa di toko?" Tanya Nania pada Amira. Mereka sudah kewalahan di toko. Selain banyak pelanggan yang datang, banyak pula yang memesan kue dari tokonya ,sedangkan semua karyawan sudah memegang tugas masing masing. "Sepertinya aku tak datang dulu ke toko, k
Read more
PREV
1
...
141516171819
DMCA.com Protection Status