Semua Bab DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU: Bab 141 - Bab 150

190 Bab

NAKULA-SADEWA

141Beberapa tahun kemudianSore ini Alvina sedang serius berlari di atas treadmill di ruang olah raga pribadi suaminya. Dia sadar, sebagai wanita yang sudah melahirkan sepasang anak kembar, tubuhnya tak lagi sama seperti saat gadis dulu. Maka setelah melahirkan, wanita iturajin berolahraga. Tentu dia ingin tetap terlihat langsing dan bugar di usianya yang sudah memasuki dua puluh lima tahun. Toh fasilitas kebugaran sudah tersedia di rumah, karena sang suami yang sudah hobi berolahraga sejak lama. Sudah setengah jam Alvina di sini. Kostum olahraga press badan yang dipakainya sudah basah sejak tadi. Keringat bukan lagi bercucuran, tetapi sudah membanjir. Namun wanita yang semakin terlihat menarik itu belum terlihat lelah. Alvina terus berlari sambil mengatur napasnya, sesekali melap keringat di wajahnya dengan handuk kecil yang disampirkan di leher. Dia tidak sadar sejak tadi sang suami sudah berdiri di belakangnya. Memperhatikannya dengan bersusah payah menelan saliva. Bagi Pandu, s
Baca selengkapnya

TERLALU CINTA

142 Sore ini Alvina dan Pandu sedang bersantai di halaman samping sambil menikmati teh hangat. Sinar matahari yang sudah melemah karena hampir pulang ke peraduannya, membuat sore ini terasa syahdu. Si kembar tengah asyik bermain di taman bermain mini yang sengaja dibangun sang ayah untuk mereka. Keduanya tampak riang mencoba berbagai permainan walaupun terkadang saling berebut ingin jadi yang lebih dulu. Itu menjadi hiburan tersendiri untuk kedua orang tua mereka yang mengawasi dengan duduk di bagian samping taman. "Sayang, terima kasih sudah mau menjadi istri dan ibu dari anak-anak Mas dengan sabar selama ini." Pandu menggenggam tangan sang istri, lalu dikecupnya lembut. "Tanpa kalian, hidup Mas tidak akan selengkap dan sebahagia ini. Tetaplah seperti ini. Jangan pernah berubah, ya. Jangan pernah pergi," lanjutnya seraya menatap sang istri dengan tatapan penuh harap. "Kamu ngomong apa sih, Mas. Jangan bikin aku takut, dong!" Alvina mengibaskan tangan di depan wajah suaminya.
Baca selengkapnya

ME TIME

143“Bun, aku dengar Aldo sudah menikah dan kembali ke sini, ya?” Prisa bertanya saat mereka sedang perawatan di salon. Karena bangsal mereka bersisian dengan jarak yang tidak terlalu jauh, mereka bisa bebas mengobrol.“Ya.” Alvina hanya menjawab singkat tanpa menoleh. Rambutnya tengah dicuci pegawai salon. Ia sudah mendengar jika Aldo kembali tinggal di sini dengan membawa wanita yang dinikahinya di Kalimantan sana dari sang ibu. Namun, ia berpura-pura tidak tahu karena baginya itu tidak penting.“Al, kenapa sih, kamu dan Papa tidak bilang kalau Aldo itu mantan ….”“Dia bukan mantanku, Pris. Aku tidak pernah punya hubungan spesial dengannya.” Alvina memotong. Entah kenapa Prisa malah membahas masa lalu. Padahal masa-masa itu baginya yang paling kelam karena hubungan mereka tengah panas-panasnya.“Iya, maksudku kenapa kamu tidak bilang kalau Aldo teman kecilmu. Sandiwara kalian di depanku sangat sempurna. Kalian seolah tidak saling mengenal sebelumnya. Padahal jelas Aldo menyukai kamu
Baca selengkapnya

KELEMAHAN BAPAK-BAPAK

144“Apa ini?” Prisa memekik seraya berjongkok di samping tubuh Nino. Tangannya meraih tubuh mungil Nadira yang pulas di dada suaminya dengan botol susu masih menempel di bibirnya.Wanita itu kemudian menepuk pipi Nino dengan gemas hingga lelaki yang sedang mendengkur terlonjak kaget. Kemudian bangun dan ingin berteriak.“Mali—”Namun, teriakkan Nino tidak tuntas karena dengan gesit tangan Prisa membekapnya kuat. Sang wanita takut bayi dalam pelukannya kaget dan terbangun.“Apa yang kalian lakukan di sini? Lihatlah, semua barang sudah tidak berada di tempatnya. Pintu tidak dikunci. Bagaimana jika ada orang jahat masuk?” Semua kalimat itu diucapkan Prisa dengan tertahan agar Nadira tidak terbangun. Matanya melotot tajam ke arah suaminya yang masih mengumpulkan lelembutnya.“Sttt! Jangan berisik!” Alvina yang tengah mengambil salah satu bayi kembarnya dari dada sang suami melotot ke arah Prisa. Ia gemas, sejak masuk tadi anak sambung yang juga sahabatnya itu terus saja menggerutu tanpa
Baca selengkapnya

SADEWA

145 Dua puluh tahun kemudian. “Aku malas sama Papa,” keluh pemuda dua puluh tiga tahun dengan kaus oblong dan celana jeans belel seraya menyandar lemah di sofa. “Kenapa lagi?” Wanita usia empat puluhan menatap seraya melipat tangan di dada. “Apa yang aku lakukan selalu saja salah. Aku tidak pernah benar di mata Papa sama Bunda. Akak tahu sendiri sejak dulu hobiku selalu dilarang. Tidak seperti Naku yang apa pun keinginannya selalu dipenuhi.” Wanita yang masih melipat tangan di dada menarik napas panjang mendengar rentetan keluhan itu. Lalu duduk di sofa di hadapan sang pemuda. “Kamu tahu kenapa Papa selalu melarang hobimu tapi keinginan Naku selalu dipenuhi?” Pemuda berwajah suntuk melirik sekilas, sebelum mengibaskan tangan. “Itu karena permintaan dan keingunanmu selalu tidak masuk akal, Dewiii ….” “Akak, jangan sembarangan ganti-ganti nama orang!” Sang pemuda menegakkan punggugnya tidak terima. “Aku Sadewa dan aku ini laki-laki tulen!” “Kamu akan menjadi banci jika setiap k
Baca selengkapnya

NADIRA

146“Kenapa manyun?” tanya Dewa saat seorang gadis berambut panjang diikat ekor kuda masuk dengan bibir maju.“Sebel, Naku deket-deket cewek terus,” jawab gadis yang baru datang itu.“Dira, panggil Om Naku. Sudah berapa kali Mami katakan itu.” Prisa yang tengah menata makanan di meja makan berbalik dan menatap anak sulungnya yang baru saja pulang kuliah.“Abisnya kesel, Mi. Naku sekarang jadi tambah sibuk. Nggak bisa lagi anter-anter aku.”“Kan, ada aku. Kamu mau diantar ke mana, sih?” Dewa yang tengah menggado bakwan udang buatan sang kakak menghentikan aktifitasnya sejenak.“Males sama Dewa, suka tebar pesona di mana-mana. Bukannya nyaman, endingnya aku suka kesel.”Dewa terbahak mendengar gerutuan Nadira. Gadis yang usianya hanya satu tahun di bawahnya itu memang suka kesal kalau ia yang menemani. Endingnya tetap minta dijemput Nakula.Usia mereka yang tidak terlalu jauh, juga kedekatan secara emosi karena mereka bertiga tumbuh bersama, membuat Nadira sangat manja dengan dirinya da
Baca selengkapnya

NIKAHKAN AKU

147Dewa menghentikan mobil di area parkir restoran sang ayah, di mana di sebelahnya kini berdiri bangunan lain yang selalu membuatnya iri. Bangunan galeri Nakula yang hari ini lumayan terlihat ramai.Pemuda itu langsung turun dan menyusul Nadira yang sudah lebih dulu masuk. Bukan ke restoran sang ayah, melainkan ke galeri Nakula.“Dira, tunggu!” Dewa berseru saat langkah Nadira hampir tak terkejar. Begitu cepat gadis itu berlalu. Nadira sendiri langsung mengedarkan pandangan begitu masuk, terlihat beberapa pengunjung sedang melihat-lihat lukisan Nakula yang dipajang di dinding. Sang gadis langsung menuju sebuah kursi di mana seorang pemuda tengah duduk di sana. Hatinya panas menyadari jika di samping pemuda itu berdiri seorang gadis memperhatikan apa yang tengah dikerjakan si pemuda.“Naku!” Dira langsung memanggil. Pemuda yang duduk menghadap kanvas pun, menoleh. Lalu berdiri setelah meletakkan kuas yang dipegangnya.“Dira? Sama siapa ke sini?” tanya pemuda memakai apron belepotan c
Baca selengkapnya

NAKULA & SADEWA

148 “Baru pulang?” tanya Dewa begitu menuruni tangga dan bertemu kembarannya di sana. Embusan napas kasar keluar dari mulut pemuda yang ditanya. Kini mereka berdiri berhadapan di sebuah anak tangga. Hingga sekilas pandang keduanya terlihat sedang saling bercermin. Saking mirip wajah mereka. “Dari mana? Kok, semalam ini?” tanya Dewa lagi dengan kedua tangan tenggelam di saku celana. “Nganter Dira.” Dewa menaikkan alis. “Tak kira nganter Inggit.” “Inggit juga.” Mata Dewa kini melebar. “Jadi, kalian jalan bertiga?” “Aku antar Inggit dulu, baru nyamperin Dira.” “Waw, sudah seperti poligami, ya.” Entah ledekan atau sanjungan yang Dewa lontarkan, yang pasti Nakula hanya mengembuskan napas kasar. Wajahnya terlihat sangat lelah. “Makanya jangan maruk-maruk, capek, kan?” Nakula meninju pelan pundak sang kembaran, sebelum memasang wajah memelas. “Besok, bisa minta tolong nggak?” tanya Nakula. “Apa?” “Tolong anterin Dira ke perpusnas, ya. Dia mau cari bahan tugas kuliah.” Dewa meng
Baca selengkapnya

PERTEMUAN

149 “Sial!” Nakula menendang ban mobilnya yang gembos. Kemudian mengembuskan napas kasar seraya bertolak pinggang. “Kenapa Naku?” Nadira yang menyusulnya turun bertanya seraya memandang ban mobil dan wajah Nakula bergantian. “Gembos?” “Ya, dan aku tidak membawa ban serep, Dira.” Nakula tampak putus asa. Waktu yang dijanjikan untuk bertemu orang tua Inggit sudah sangat mepet. Ia takut tidak sampai di sana tepat waktu. Apa yang akan dipikirkan Inggit dan keluarganya jika sampai ia terlambat bahkan batal datang? “Lalu, bagaimana?” Nadira terlihat khawatir. Bukan karena ikut mencemaskan hubungan dan pandangan Inggit dan keluarganya terhada Nakula, tetapi karena mobil mereka mogok di tempat yang lumayan sepi. Jangankan bengkel, pemukiman penduduk saja sepertinya lumayan jauh dari sana. “Aku sudah bilang tidak perlu sampai ke Bogor segala, Di. Hari ini aku tidak punya banyak waktu. Aku kan, sudah bilang ada janji sama Inggit dan keluarganya.” “Kamu nyalahin aku?” Nadira menatap tak p
Baca selengkapnya

GESEKKAN

150[Inggit, maaf aku terlambat. Ini masih di perjalanan. Sebentar lagi aku sampai.]Inggit menyipitkan matanya, sebelum membaca pesan berikutnya.[Kamu dan keluargamu masih di sana, kan? Tolong sampaikan maafku untuk mereka.][Maaf, aku baru bisa menghubungimu. Baru nemu jaringan internet.]Inggit melumat bibirnya yang mendadak kering. Tangan yang memegang ponsel mendadak gemetar. Ia mendongak dan menatap pemuda yang duduk di sampingnya. Dadanya seketika sesak. Nakula mengirim kabar jika ia masih dalam perjalanan, lalu pemuda ini ….“Inggit ….” Gadis itu menoleh ke arah pintu masuk restoran saat mendengar seseorang memanggil namanya dari sana. Gegas ia berdiri dengan kedua mata melebar saat pandangannya mendapati pemuda dengan tampang kusut berdiri di sana.Bukan hanya Inggit yang menoleh ke asal suara. Tapi juga ketiga orang tuanya, dan juga … pemuda yang duduk di sampingnya.Kerutan kompak menghiasi ketiga kening orang-orang yang duduk di meja itu. Ketiganya menatap pemuda bertampa
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1314151617
...
19
DMCA.com Protection Status