Angin mulai berembus siang itu. Namun, semilirnya tak mampu membuat wajah yang ditekuk sedari tadi berubah menjadi ceria ataupun senang.Malah sebaliknya, bibir merah mungil dengan gaya khasnya seoarang anak tengah menggerutu dari rumah sampai datang ke tempat tujuan yang diinginkan kakaknya.Ia bahkan kini terlihat sangat kesal."Kenapa, sih, Kak Ari milih dia jadi pacar?" tanyanya sambil cemberut.Mendengar Dito tiba-tiba bertanya seperti itu, ia hanya melirik dengan malas."Emangnya kenapa?""Ya, kan, dia gitu, Kak. Tingkahnya absurd, sama rambutnya kayak medusa," jawab Dito yang tengah duduk di samping Ari sambil memainkan kakinya.Lagi-lagi kata "medusa" yang disebut adiknya."Walaupun begitu dia baik." Ari menoleh ke arah Dito. "Pernah nggak dia balas saat lo berulah? Pernah nggak dia dendam saat lo ngerjain dia, ngolok dia, ngejek dia, jahatin dia?"Dito terdiam, lalu menggeleng polos. "Tapi, kan, nggak tahu hatinya, Kak.""Kalo di hatinya dendam, lo sendiri pernah nggak liat s
Read more