All Chapters of Di Balik Rupa Burukku: Chapter 181 - Chapter 190
263 Chapters
Bab 181
"Ha? Abang promosiin ya? Jangan dong, Bang. Warung ini tidak cocok untuk menjamu tamu, ini hanya warung kelas bawah yang dipakai remaja nongkrong. Restauran yang menyediakan menu bakso kan banyak." "Aku tidak menawarkannya, mister Dave sendiri yang mau ke sini. Ayo, ikut Abang menyapa mereka." "Kenapa Abang tidak menelponku dulu? Kalau nelpon kan aku bisa menyiapkan tempat yang nyaman, aku belum sempat memebersihakan tempat di belakang, di sana pasti kotor," ujar Aina sambil melepaskan celemek dan menggantungkan di dinding dapur. "Maaf, Sayang. Lupa tadi, soalnya jadwal pertemuannya sangat padat." "Ya, sudah. Ayo ...." Hasan menggandeng tangan istrinya menuju di mana Dave berada. Di sana Dave dan Laura menatap mereka berdua dengan pandangan yang berbeda. Dave menetap mereka dengan binar senang yang tidak bisa diungkapkan, kedua netranya menelisik dengan bahagia. Dia menatap Aina secara detail, terutama bagian matanya, mata itu ... Cantik seperti mata Nur, namun warna matanya cokl
Read more
Bab 182
Pembicaraan mereka terjeda ketika Kamal datang dengan nampan berisi empat mangkuk bakso bola tenis dan dilengkapi dengan mie putih dan mie kuning. Disusul di belakang, Ihsan membawa juga empat porsi balungan, kaki sapi yang masih banyak tempelan daging dan sebuah pipet di letakkan di atas tulang untuk menyedot sumsum dari dalan tulang. "What is it?" ujar Dave menunjuk tulang sapi berukuran besar itu. Mata lelaki tua itu tampak surprise, seumur hidupnya belum pernah memakan tulang sapi sebesar ini, palingan hanya tulang iga yang pernah dimakannya. "Ini sumber kaldu dari kuah yang lezat ini, lihat daging masih menempel di tulang ini? Rasanya sangat gurih, tetelan sapi yang sangat keras biasanya, di sini sangat lembut dan kranci banget," ujar Hasan menerangkan. "Oh ya?" "Ayo, Mister. Di makan selagi masih panas, rasanya sangat segar." Aina mempersilahkan, gadis itu bahkan menuangkan empat gelas air putih dari teko dan menaruh di depan masing-masing orang. Tak berapa lama Anisa dat
Read more
Bab 183
"Burhan, jangan begitu. Hasan itu pintar sekali loh mencari istri, yang kau jodohkan dulu tidak ada apa-apanya dibandingkan yang dia cari sendiri sekarang," sanggah Rahmat. "Tahu darimana kau soal istrinya Hasan? Gak usah sok tahulah kau, Mat." "Benar, Rahmat. Kau tahu dari mana dia lebih baik? Waktu mereka menikah saja tidak mengundang kita sebagai kerabatnya," ujar sepupu yang lain. "Betul, itu. Masih mending dengan Nirmala dulu, Hasan masih datang ke arisan kita, sekarang sejak menikah lagi dua seperti menutup kases dengan keluarganya." "Ya, iya ... Itu, begitu tuh kelakuan dia sekarang. Lantaran apa? Pasti perempuan miskin dan tidak berpendidikan itu yang mempengaruhi. Sepertinya Hasan sudah diguna-guna," keluh Burhan. "Astagfirullah? Benarkah? Diguna-guna?" seru yang lain dengan raut terkejut. "Sudah ... Sudah! Gak boleh menuduh begitu, kalau gak benar jatuhnya fitnah. Aku tahu betul bagaimana istrinya Hasan karena dia mahasisiwiku. Dia sangat cantik dan pintar, tidak perl
Read more
Bab 184
Steven tidak yakin ayahnya akan membonceng motor sportnya, dia tahu memang daya tahan tubuh ayahnya lebih prima dari orang tua seusianya, namun tetap saja akan susah membonceng pria tua itu, apalagi belum memikirkan bawaannya seperti koper misalnya? Ah, merepotkan saja!Ketika sampai hotel, Dave sudah chekout, dia menunggu di lobi hotel, dia termangu saat sampai parkiran motor, tangan kanannya yang memegang koper kecil dan tangan kirinya memegang tas kerja tidak tahu harus di taruh di mana semua barangnya."Bawa sini kopernya, Ayah," ujar Steven yang sudah duduk di atas motor. Koper itu ditaruhnya di atas tangki dan dijaga denga kedua tangan Steven yang memegang stang motor."Ayo, naik.""Apa ini aman, apa nggak jatuh?" protes Dave merasa was-was melihat gaya anaknya mengendarai motor."Tadi kusuruh naik taksi gak mau? Sekarang lekas naik, kalau gak mau naik ya, sudah. Aku tinggal ya?""Yang sopan ngomong sama orang tua! Pelan-pelan bawa motornya!" Dave tidak tahan untuk tidak menge
Read more
Bab 185
"Mak? Ayo masuk," ujar Hasan. "Assalamualaikum," sapa Nur. "Walaikumsalam," Hasan menyambut mertuanya dan mencium punggung wanita itu. "Dito, bawa rantang itu ke meja makan," perintah Nur. "Baik, Mak." Setelah memakai baju, Aina segera turun dan alangkah terkejutnya karena di meja makan, ibunya tengah menata makanan yang di keluarkan dari rantang. "Mak, Mamak datang?" Aina merasa surprise, dia segera mencium punggung tangan ibunya dan memeluknya. "Iya, ini tadi di rumah keluarga Latief ada arisan keluarga, Mamak sengaja membawa makanan ke sini." Aina membuka rantang satu persatu, ada rendang, sambal kentang jeroan, capcai brokoli dan sepotong loyang bolu pandan dan puding durian serta serangang nasi. "Aduh, makasih, Mak. Tahu aja kalau Aina gak masak hari ini," ujarnya sambil nyengir. "Kenapa gak masak?" "Bang Hasan bilang akan ngajak makan di luar. Oh ya, mana Bang Hasan?" Aina celingukan mencari suaminya. "Ke masjid sama Dito." "Oh, Dito ikut juga? Kalau gitu kita salat
Read more
Bab 186
"Mamak bertemu dengannya kemarin__""Ha? Siapa dia, Mak?" Aina benar-benar tidak sabar mengetahui siapa ayah kandungnya."Itu yang akan Mamak katakan, karena suamimu tahu siapa dia, Ai.""Siapa, Mak?" Sekarang Hasan yang merasa tidak sabar, matanya menyipit dan dahinya mengernyit mendengar perkataan mertuanya."Tamu yang kau bawa ke kediaman keluarga Latief kemarin," jawab Nur pelan."Ha?"Hasan dan Aina saling perpandangan, mata Hasan bahkan membulat. Aina sendiri dapat menebak dengan pasti siapa tamu yang dimaksud. Hasan menelisik wajah istrinya dengan seksama, wajah cantik yang seperti keturunan indo, wajah yang jauh berbeda dengan ras asli Indonesia, apalagi mata gadis itu, matanya benar-benar memiliki iris lensa dengan warna yang sama dengan lelaki tua itu. "Mister Dave?"Sebuah nama Hasan gumamkan dengan pelan, namun sepelan apa suaranya tetap terdengar oleh mereka berempat.Wajah Aina semakin tegang, Mister Dave ... Mister Dave ... Mister Dave ... Adalah ayah kandungku? Mata g
Read more
Bab 187
Dave sampai rumah Steven langsung masuk ke kamar, koper dan tas kerjanya dia serahkan pada Steven untuk membawakannya. Lelaki tua itu langsung berbaring di ranjang nomor dua yang berada di kamar sempit itu."Yakin ayah mau nginap di sini?" tanya Steven setelah meletakkan koper dan tas kerja ayahnya di lantai."Iya, kenapa? Kau keberatan?" gumam Dave "Kamar ini terlalu sederhana, Ayah. Tidak seperti kamar hotel yang mewah. Kamar ini hanya berukuran 3x4 m, kasurnya juga sempit, hanya ada lemari satu pintu. Apa ayah bisa tinggal di kamar seperti ini? Kamar ini tidak ada seperempatnya kamar Ayah di Bandung.""Aku kan cuma sementara tinggal di sini, sampai dapat rumah yang lebih layak," ujar Dave dengan menelungkup kan wajahnya ke bantal."Apa maksud Ayah? Apakah Ayah berniat tinggal di kota ini?" Steven terkejut, dia segera duduk di bangku kecil di sudut kamar, menatap ayahnya yang santai berbaring."Iya, apa kau keberatan? Aku akan mencari rumah sendiri, tidak akan tinggal menumpang di
Read more
Bab 188
"Dia masih kuliah, seorang mahasisiwa. Kau bahkan sangat mengenalnya, Steven. Dia mahasiswamu.""What? Dia mahasiswiku? Dari mana ayah tahu? Siapa dia?"Wajah Steven menegang, jangan sampai ... Jangan sampai ... Hanya satu wajah dipikirannya kini, wajah yang selalu meruntuhkan iman dan kredibilitasnya, hanya dia yang telah menikah, bahkan hanya dia yang membuat Steven selalu berpikiran abnorma sebagai pendidik, diam-diam ada keinginan yang begitu kuat untuk menghancurkan rumah tangga gadis itu."Dia ... Dia gadis yang kutemui disaat bersamamu di mini market kemarin, gadis cantik yang membuatku marah, karena aku memergoki kau menatapnya dengan penuh cinta."Byaaaarrrrr!!!!Buyar sudah pikiran Steven, apa yang ditakutinya ternyata jadi kenyataan. Aina ... Adiknya? Adik satu ayah dengannya? Aish, becanda orang tua satu ini!"Apa yang kau bilang Ayah? Kau mau menyebut Aina itu anak kandungmu! Dia satu ayah denganku, begitu? Kalau bercanda jangan kelewatan, Ayah!" bentak Steven tidak teri
Read more
Bab 189
Aina masih berbaring dengan malas, dia sungguh belum bisa bangkit dari rasa keterkejutannya mendengar kabar tentang siapa ayah kandungnya, ini sangat tiba-tiba dan mendadak, otaknya benar-benar belum bisa mencerna semua ini. "Apa kau sudah siap bertemu dengan ayah kandungmu, Sayang?" Suara lembut suaminya terdengar berbisik di telinganya, lelaki itu masih memeluknya erat dari belakang. "Bagaimana, Sayang?" Aina menghela napas berat tatkala suaminya bertanya kembali. "Mau tidak mau kau harus menghadapi ini, terimalah kenyataan ini, Abang akan selalu berada di sampingmu, mendukungmu." Aina hanya mengangguk tak berdaya, percuma bilang tidak, suaminya sepertinya akan selalu membujuknya agar mau membuka hati untuk lelaki yang telah menjadi klien pentingnya itu. "Kau tidak perlu kuatir, mister Dave itu orang yang baik, Steven juga orang yang baik, kau pasti lebih tahu dari Abang, Steven akan menjadi kakak lelakimu yang baik. Cepat atau lambat kalian akan bertemu juga, kenapa musti
Read more
Bab 190
"Mak, ada tamu. Tuan Dave," ujar Dito Nur yang tengah mengelap meja makan tertegun, dia tiba-tiba gelisah, dadanya berdebar luar biasa. Biarpun sudah bertemu dengan lelaki itu kemarin, namun debaran itu masih juga singgah tak bisa dikendalikan. Usianya sudah tua sekarang, tetapi kenapa tingkahnya justru seperti remaja labil yang pertama kali mengenal cinta."Dengan siapa dia datang?" tanya Nur dengan suara berbisik."Dengan lelaki muda, sepertinya anaknya soalnya wajahnya mirip seperti bule juga," jawab Dito "Ya, sudah. Kau panggil Abang sama kakakmu di atas ya?" Dito segera berlari menaiki tangga memanggil Hasan dan Aina sedangkan Nur segera merapikan penampilannya dan berjalan dengan langkah yang canggung menemui tamunya.Di ruang tamu, kedua tamu itu sudah duduk di sofa panjang. Steven menggerakkan kakinya dengan gerakan teratur, wajahnya tertunduk dan tangannya bersedekap. Dave sendiri hanya duduk bersandar di sofa, dia tengah mengatur perasaan, bagaimana pertemuan yang akan be
Read more
PREV
1
...
1718192021
...
27
DMCA.com Protection Status