Semua Bab (bukan) Perempuan Biasa. (buku ketiga): Bab 21 - Bab 30

54 Bab

Chapter 21

Di kala senja semakin tua, Vina melangkahkan kaki di sepanjang pasir putih. Sesekali ia memungut kerang-kerang cantik yang tersapu ombak hingga ke bibir pantai. Ia mengumpulkan kerang-kerang cantik itu dalam satu plastik putih. Saat ini kerang-kerang cantik yang ia kumpulkan telah penuh dalam plastik. Rencananya ia akan menguntai kerang-kerang itu sesampainya di rumah. Demi membunuh rasa bosan, ia harus terus mencari kesibukan. Lelah berjalan, Vina menjatuhkan diri ke hamparan pasir yang lembut. Ia menikmati keindahan senja seraya memeluk lututnya sendiri. Menatap lara ombak yang datang dan pergi silih berganti.  Sudah seminggu ini ia terdampar di Pulau Nusa. Pulau yang masih perawan dan sangat cantik. Dulu ia pernah selintas mendengar tentang pulau ini. Kalau tidak salah pulau ini menjadi rebutan para investor, yang ingin menjadikannya pulau wisata komersil. Namun usaha para investor itu selalu gagal, karena ditentang keras oleh seoran
Baca selengkapnya

Chapter 22

"Kami minta maaf ya Pak Raja. Kami sama sekali tidak tahu kalau Mbak Vina keluar malam-malam begini."  Pak Mustiarep berkali-kali meminta maaf pada majikannya. Di sampingnya istri dan anaknya juga melakukan hal yang sama. Sungguh mereka semua tidak menduga kalau Vina akan keluar rumah malam-malam sendirian. "Saya--" Vina menghentikan kalimatnya saat melihat Rajata mengangkat tangannya. Padahal ia ingin mengatakan pada Rajata, kalau Pak Mustiarep sekeluarga tidak bersalah dalam hal ini. Dirinya sendiri yang ingin kabur. Vina takut kalau Rajata akan menghukum keluarga Pak Mustiarep, karena dianggap lalai dalam menjaganya. Vina kasihan melihat keluarga kecil yang tidak tahu apa-apa ini dihukum, padahal mereka tidak salah apa-apa. "Tidak apa-apa, Pak Arep, Bu Sainah. Vina bilang tadi kalau ia tidak bisa tidur. Makanya ia mencari kantuk dengan berjalan-jalan ke pantai sendiriann. Iya 'kan, Vin?" Raja
Baca selengkapnya

Chapter 23

Vina gentar. Ia merasa apa yang akan ia lakukan ini salah. Tidak seharusnya ia menuruti keinginan gila Rajata. Dendam tidak berdasar Rajata akan melukai semuanya kelak. Dirinya, Rajata sendiri, dan yang paling utama adalah anaknya kelak. Betapa bingungnya anaknya nanti saat menghadapi perang dingin kedua orang tuanya. Apalagi kala anaknya menyadari bahwa dirinya lahir hanya sebagai alat barter. Ya barter dengan sepupunya yang tidak sempat dilahirkan. Ini salah. Dan ini tidak bisa dibiarkan. Ia akan segera menghentikan segala kegilaan ini, batin Vina. Sembari berjalan benak Vina sibuk mengolah tindakan-tindakan yang nanti akan diambilnya. Ia berencana akan menolak pernikahan ini di depan sang penghulu. Mengenai kemarahan Rajata, nanti saja ia pikirkan. Tidak mungkin Rajata akan membunuhnya di depan penghulu dan orang banyak bukan? Akan halnya Rajata, melihat Vina berjalan seperti robot dengan pandangan lurus ke depan, mengasumsikan satu hal.
Baca selengkapnya

Chapter 24

Vina menjauhkan diri dari Rajata. Ia kini berjalan ke arah meja rias. Berpura-pura menyisir rambutnya. Ia berusaha mencari kesibukan untuk menghindari keintiman dengan Rajata. Sementara Rajata tidak berkata apa-apa. Ia hanya duduk menatap Vina yang terus menyisiri rambutnya. "Mau sampai kapan kamu menyisir rambut? Kamu tidak takut kalau rambutmu akan rontok semua karena keseringan disisir?" sindir Rajata sarkas. Vina terdiam. Ia meletakan sisir di meja rias. Selanjutnya ia duduk diam dengan tangan saling terjalin di pangkuan. Vina sama sekali tidak menjawab sindiran Rajata. Toh pertanyaannya itu memang tidak memerlukan jawaban bukan? Rajata hanya bermaksud mengolok-oloknya. Ketika Vina menatap cermin, tatapannya bertabrakan dengan mata hitam Rajata yang menatapnya tajam. Mereka saling bertatapan melalui media cermin. Perlahan Rajata menarik dagunya. Menengadahkan wajahnya serta menempelkan bibirnya pada bibir Vina yang dingin. Vina tidak men
Baca selengkapnya

Chapter 25

Rajata beringsut dari kursi. Ia kini berjongkok di samping meja makan. Menunggu Jago yang berjalan ke arahnya dengan semangat, walau langkahnya tertatih-tatih. Ketika langkah Jago semakin dekat, Rajata mengembangkan kedua lengannya. Jago makin girang dan berteriak kencang. Rajata ikut tertawa melihat Jago terus memperdengarkan tawa renyahnya. Interaksi mereka berdua tidak lepas dari pengamatan Vina. Vina seperti melihat kepribadian Rajata yang lain. Namun ada sesuatu yang menggelitik rasa ingin tahunya. Menilik begitu tulusnya interaksi antara Rajata dengan Jago. Yang ia taksir berusia sekitar enam atau tujuh namun memiliki postur seperti anak berusia lima tahun itu, wajar jika orang mengira mereka berdua adalah ayah dan anak. Namun jika dipandang dari sisi fisik dan kemiripan, keduanya sangat jauh berbeda. Jago berkulit sawo matang dengan rambut ikal cenderung keriting. Sementara Rajata berkulit putih dengan rambut lurus. Perbedaan fisik keduanya sangat mencolo
Baca selengkapnya

Chapter 26

Setelah delapan hari berada di Pulau Nusa ini, baru kali inilah Vina merasa menjadi bagian dari komunitas penduduk pulau. Karena biasanya Rajata terus menyekapnya di dalam rumah seperti seorang tahanan tanpa jeruji besi. Dan kini saat ia bisa lepas sejenak dari sangkar emasnya, ia sangat antusias. Ia menikmati setiap jengkal tanah yang ia lewati.  Ia tidak membawa Jago. Karena menurut Bu Sainah, Jago masih lelah karena baru saja menjalani jauh. Jago memang tinggal di ibukota selama masa terapi. Jago hanya akan pulang ke Pulau Nusa di saat hari libur. Selain itu Jago memang tidak tahan berjalan jauh. Oleh karena itulah ia hanya berduaan dengan Rumini, saat menjelajahi keindahan Pulau Nusa ini.  Di sepanjang pantai mereka melewati rumah-rumah tradisional penduduk yang berupa rumah panggung. Bangunan sekolah sederhana dan juga sebuah mesjid kecil namun tampak kokoh dan teduh. Di bagian wilayah utara tampak perahu sampan dari para nela
Baca selengkapnya

Chapter 27

Vina gelisah. Sudah hampir satu jam ini ia terjebak bersama Rajata dan tiga orang rekannya. Saat ini ia bersama Rajata dan ketiga rekannya berada di showroom Soul Pearl. Rajata dengan dibantu dua orang staff showroom, tengah memamerkan mutiara-mutiara bernilai seni tinggi pada ketiga rekannya. Sebenarnya Vina tidak keberatan menemani Rajata bekerja. Masalahnya adalah Rajata kerap memperlakukannya dengan intim, selama ia menjelaskan tentang kualitas mutiaranya. Seperti saat ini saja misalnya. Raja terus merangkul bahunya, sementara staff showroom menjelaskan jenis-jenis mutiara unggulan mereka. "Kalian sudah melihat sendiri kualitas mutiara-mutiara hasil budi daya Soul Pearl ini bukan? Sebagai informasi tambahan, semua mutiara-mutiara saya ini telah mendapatkan sertifikat dari Gemological Institute of America." Rajata melepaskan rangkulannya. Vina menarik napas lega. Namun kelegaannya tidak berlangsung lama. Karena Rajata
Baca selengkapnya

Chapter 28

Vina mencagak motor di depan rumah. Kemudian ia menyeka wajahnya yang terasa lengket oleh debu dan keringat dengan sapu tangan kecil. Ia baru saja kembali dari tambak udang dan kepiting dengan meminjam motor Pak Mustiarep. Resiko menggendarai motor memang seperti ini. Semua debu dan kotoran selama berkendara, akan melekat pada tubuh. Namun ia memang membutuhkan motor ini. Aktivitasnya sekarang menuntut ia harus memiliki kendaran.  Setelah motornya tercagak, Vina menghempaskan bokongnya di kursi depan. Ia lelah sekali. Sudah seminggu ini aktivitasnya luar biasa padat. Dimulai dari mengawasi kemungkinan adalanya tengkulak di Tempat Pelelangan Ikan. Mengontrol kinerja para pekerja tambak udang dan kepiting. Hingga mengamati aktivitas para pekerja di tempat penangkaran mutiara. Ia mendapat tugas-tugas ini dari Rajata, karena Rajata sudah kembali ke Jakarta. Ya, sudah seminggu ini Rajata meninggalkan pulau. Dan dalam seminggu ini p
Baca selengkapnya

Chapter 29

"Setahu saya, Pak Raja dan ayahnya ini sudah lama tidak saling berhubungan bukan?" Vina mensejajari langkah-langkah panjang Rumini. Ia memerlukan sedikit gambaran sebelum menghadapi ayah Rajata. Ia takut salah bersikap."Sepengetahuan Pak Raja sih tidak, Bu. Tapi sebenarnya sesekali Pak Ramdan singgah ke rumah ini untuk menemui ayah saya. Kadang mereka bertemu di kedai kopi dekat dermaga. Pak Ramdan ini teman ayah saya sejak muda dulu, Bu." Rumini menjawab sesuai dengan apa yang ia tahu. Memang seperti itulah yang diceritakan ayahnya."Apa nggak pernah kepethuk dengan Pak Raja saat Pak Ramdan ini datang?""Selama ini nggak pernah sih, Bu. Soalnya Pak Raja itu jarang ke pulau. Paling sebulan sekali. Sejak ada Ibu di sini saja, baru Bapak sering ke pulau."Jawaban Rumini ini memberi satu pengertian baru. Bahwa sesungguhnya Pak Ramdan ini tidak meninggalkan Rajata sepenuhnya. Ia
Baca selengkapnya

Chapter 30

Vina melirik Rajata yang tertidur pulas di sampingnya. Dengan tangan gemetar ia menutupi tubuhnya yang terbuka dengan selimut tebal. Dengan pandangan nelangsa ia memandangi ranjang yang kusut, berikut pemiliknya. Rajata, terlihat kelelahan setelah tidak puas-puasnya mereguk asmara.  Vina berjalan terseok-seok dengan selimut tebal yang menyulitkan langkahnya. Setelah ia menarik sehelai daster bermotif bunga-bunga di gantungan. Mengenakannya tergesa, sembari menarik selimutnya dari balik daster. Ia bermaksud ke dapur alih-alih mendem bersama dengan Rajata di dalam kamar. Ia malu. Malam belum terlalu tua, tetapi ia sudah mengurung diri di dalam kamar. Baru saja Vina bermaksud membuka pintu kamar, suara lenguhan sedih Rajata singgah di telinganya. Rajata tengah bermimpi buruk sepertinya. "Aku benci Ayah! Benci! Pukul aku sampai mati. Sampai di neraka nanti aku akan berdoa semoga Ayah segera menyusul ke sini!" 
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status