Di kala senja semakin tua, Vina melangkahkan kaki di sepanjang pasir putih. Sesekali ia memungut kerang-kerang cantik yang tersapu ombak hingga ke bibir pantai. Ia mengumpulkan kerang-kerang cantik itu dalam satu plastik putih. Saat ini kerang-kerang cantik yang ia kumpulkan telah penuh dalam plastik. Rencananya ia akan menguntai kerang-kerang itu sesampainya di rumah. Demi membunuh rasa bosan, ia harus terus mencari kesibukan.
Lelah berjalan, Vina menjatuhkan diri ke hamparan pasir yang lembut. Ia menikmati keindahan senja seraya memeluk lututnya sendiri. Menatap lara ombak yang datang dan pergi silih berganti.
Sudah seminggu ini ia terdampar di Pulau Nusa. Pulau yang masih perawan dan sangat cantik. Dulu ia pernah selintas mendengar tentang pulau ini. Kalau tidak salah pulau ini menjadi rebutan para investor, yang ingin menjadikannya pulau wisata komersil. Namun usaha para investor itu selalu gagal, karena ditentang keras oleh seoran
"Kami minta maaf ya Pak Raja. Kami sama sekali tidak tahu kalau Mbak Vina keluar malam-malam begini."Pak Mustiarep berkali-kali meminta maaf pada majikannya. Di sampingnya istri dan anaknya juga melakukan hal yang sama. Sungguh mereka semua tidak menduga kalau Vina akan keluar rumah malam-malam sendirian."Saya--"Vina menghentikan kalimatnya saat melihat Rajata mengangkat tangannya. Padahal ia ingin mengatakan pada Rajata, kalau Pak Mustiarep sekeluarga tidak bersalah dalam hal ini. Dirinya sendiri yang ingin kabur. Vina takut kalau Rajata akan menghukum keluarga Pak Mustiarep, karena dianggap lalai dalam menjaganya. Vina kasihan melihat keluarga kecil yang tidak tahu apa-apa ini dihukum, padahal mereka tidak salah apa-apa."Tidak apa-apa, Pak Arep, Bu Sainah. Vina bilang tadi kalau ia tidak bisa tidur. Makanya ia mencari kantuk dengan berjalan-jalan ke pantai sendiriann. Iya 'kan, Vin?" Raja
Vina gentar. Ia merasa apa yang akan ia lakukan ini salah. Tidak seharusnya ia menuruti keinginan gila Rajata. Dendam tidak berdasar Rajata akan melukai semuanya kelak. Dirinya, Rajata sendiri, dan yang paling utama adalah anaknya kelak. Betapa bingungnya anaknya nanti saat menghadapi perang dingin kedua orang tuanya. Apalagi kala anaknya menyadari bahwa dirinya lahir hanya sebagai alat barter. Ya barter dengan sepupunya yang tidak sempat dilahirkan. Ini salah. Dan ini tidak bisa dibiarkan. Ia akan segera menghentikan segala kegilaan ini, batin Vina.Sembari berjalan benak Vina sibuk mengolah tindakan-tindakan yang nanti akan diambilnya. Ia berencana akan menolak pernikahan ini di depan sang penghulu. Mengenai kemarahan Rajata, nanti saja ia pikirkan. Tidak mungkin Rajata akan membunuhnya di depan penghulu dan orang banyak bukan?Akan halnya Rajata, melihat Vina berjalan seperti robot dengan pandangan lurus ke depan, mengasumsikan satu hal.
Vina menjauhkan diri dari Rajata. Ia kini berjalan ke arah meja rias. Berpura-pura menyisir rambutnya. Ia berusaha mencari kesibukan untuk menghindari keintiman dengan Rajata. Sementara Rajata tidak berkata apa-apa. Ia hanya duduk menatap Vina yang terus menyisiri rambutnya."Mau sampai kapan kamu menyisir rambut? Kamu tidak takut kalau rambutmu akan rontok semua karena keseringan disisir?" sindir Rajata sarkas. Vina terdiam. Ia meletakan sisir di meja rias. Selanjutnya ia duduk diam dengan tangan saling terjalin di pangkuan. Vina sama sekali tidak menjawab sindiran Rajata. Toh pertanyaannya itu memang tidak memerlukan jawaban bukan? Rajata hanya bermaksud mengolok-oloknya.Ketika Vina menatap cermin, tatapannya bertabrakan dengan mata hitam Rajata yang menatapnya tajam. Mereka saling bertatapan melalui media cermin. Perlahan Rajata menarik dagunya. Menengadahkan wajahnya serta menempelkan bibirnya pada bibir Vina yang dingin. Vina tidak men
Rajata beringsut dari kursi. Ia kini berjongkok di samping meja makan. Menunggu Jago yang berjalan ke arahnya dengan semangat, walau langkahnya tertatih-tatih. Ketika langkah Jago semakin dekat, Rajata mengembangkan kedua lengannya. Jago makin girang dan berteriak kencang. Rajata ikut tertawa melihat Jago terus memperdengarkan tawa renyahnya. Interaksi mereka berdua tidak lepas dari pengamatan Vina. Vina seperti melihat kepribadian Rajata yang lain.Namun ada sesuatu yang menggelitik rasa ingin tahunya. Menilik begitu tulusnya interaksi antara Rajata dengan Jago. Yang ia taksir berusia sekitar enam atau tujuh namun memiliki postur seperti anak berusia lima tahun itu, wajar jika orang mengira mereka berdua adalah ayah dan anak. Namun jika dipandang dari sisi fisik dan kemiripan, keduanya sangat jauh berbeda. Jago berkulit sawo matang dengan rambut ikal cenderung keriting. Sementara Rajata berkulit putih dengan rambut lurus. Perbedaan fisik keduanya sangat mencolo
Setelah delapan hari berada di Pulau Nusa ini, baru kali inilah Vina merasa menjadi bagian dari komunitas penduduk pulau. Karena biasanya Rajata terus menyekapnya di dalam rumah seperti seorang tahanan tanpa jeruji besi. Dan kini saat ia bisa lepas sejenak dari sangkar emasnya, ia sangat antusias. Ia menikmati setiap jengkal tanah yang ia lewati.Ia tidak membawa Jago. Karena menurut Bu Sainah, Jago masih lelah karena baru saja menjalani jauh. Jago memang tinggal di ibukota selama masa terapi. Jago hanya akan pulang ke Pulau Nusa di saat hari libur. Selain itu Jago memang tidak tahan berjalan jauh. Oleh karena itulah ia hanya berduaan dengan Rumini, saat menjelajahi keindahan Pulau Nusa ini.Di sepanjang pantai mereka melewati rumah-rumah tradisional penduduk yang berupa rumah panggung. Bangunan sekolah sederhana dan juga sebuah mesjid kecil namun tampak kokoh dan teduh. Di bagian wilayah utara tampak perahu sampan dari para nela
Vina gelisah. Sudah hampir satu jam ini ia terjebak bersama Rajata dan tiga orang rekannya. Saat ini ia bersama Rajata dan ketiga rekannya berada di showroom Soul Pearl. Rajata dengan dibantu dua orang staff showroom, tengah memamerkan mutiara-mutiara bernilai seni tinggi pada ketiga rekannya.Sebenarnya Vina tidak keberatan menemani Rajata bekerja. Masalahnya adalah Rajata kerap memperlakukannya dengan intim, selama ia menjelaskan tentang kualitas mutiaranya. Seperti saat ini saja misalnya. Raja terus merangkul bahunya, sementara staff showroom menjelaskan jenis-jenis mutiara unggulan mereka."Kalian sudah melihat sendiri kualitas mutiara-mutiara hasil budi daya Soul Pearl ini bukan? Sebagai informasi tambahan, semua mutiara-mutiara saya ini telah mendapatkan sertifikat dari Gemological Institute of America."Rajata melepaskan rangkulannya. Vina menarik napas lega. Namun kelegaannya tidak berlangsung lama. Karena Rajata
Vina mencagak motor di depan rumah. Kemudian ia menyeka wajahnya yang terasa lengket oleh debu dan keringat dengan sapu tangan kecil. Ia baru saja kembali dari tambak udang dan kepiting dengan meminjam motor Pak Mustiarep. Resiko menggendarai motor memang seperti ini. Semua debu dan kotoran selama berkendara, akan melekat pada tubuh. Namun ia memang membutuhkan motor ini. Aktivitasnya sekarang menuntut ia harus memiliki kendaran.Setelah motornya tercagak, Vina menghempaskan bokongnya di kursi depan. Ia lelah sekali. Sudah seminggu ini aktivitasnya luar biasa padat. Dimulai dari mengawasi kemungkinan adalanya tengkulak di Tempat Pelelangan Ikan. Mengontrol kinerjapara pekerja tambak udang dan kepiting. Hinggamengamati aktivitas para pekerja di tempat penangkaran mutiara. Ia mendapat tugas-tugas ini dari Rajata, karena Rajata sudah kembali ke Jakarta.Ya, sudah seminggu ini Rajata meninggalkan pulau. Dan dalam seminggu ini p
"Setahu saya, Pak Raja dan ayahnya ini sudah lama tidak saling berhubungan bukan?" Vina mensejajari langkah-langkah panjang Rumini. Ia memerlukan sedikit gambaran sebelum menghadapi ayah Rajata. Ia takut salah bersikap."Sepengetahuan Pak Raja sih tidak, Bu. Tapi sebenarnya sesekali Pak Ramdan singgah ke rumah ini untuk menemui ayah saya. Kadang mereka bertemu di kedai kopi dekat dermaga. Pak Ramdan ini teman ayah saya sejak muda dulu, Bu." Rumini menjawab sesuai dengan apa yang ia tahu. Memang seperti itulah yang diceritakan ayahnya."Apa nggak pernah kepethuk dengan Pak Raja saat Pak Ramdan ini datang?""Selama ini nggak pernah sih, Bu. Soalnya Pak Raja itu jarang ke pulau. Paling sebulan sekali. Sejak ada Ibu di sini saja, baru Bapak sering ke pulau."Jawaban Rumini ini memberi satu pengertian baru. Bahwa sesungguhnya Pak Ramdan ini tidak meninggalkan Rajata sepenuhnya. Ia
Dua puluh bulan kemudian. Vina meraih sehelai gaun berwarna magenta berlengan balon dan dari lemari. Beserta hanger yang ia lekatkan ke dada, Vina mematut gaun tersebut di depan cermin. Pagi ini Rajata akan bebas setelah menjalani masa hukuman selama dua puluh bulan penjara. Sebenarnya Rajata divonis dua puluh empat bulan penjara dipotong masa tahanan. Rajata bebas lebih cepat karena mendapat remisi umum. Yaitu pemotongan masa tahanan dalam rangka memperingati hari kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus. Ketentuan remisi ini adalah, Narapidana yang masa hukumannya enam sampai dua belas bulan, memperoleh satu bulan pengurangan. Sedangkan narapidana dua belas bulan atau lebih, memperoleh dua bulan pengurangan. Setelah di potong masa tahanan dan lain sebagainya, hari ini Rajata akan menghirup udara sebagai manusia bebas. Untuk itu Vina akan tampil semempesona mungkin untuk melengkapi kebahagiaan Rajata. Bagaspati Bagaskara, sudah lebih dulu Vina dandani. Bagas mengenakan paduan
Keringat menguar dari segenap pori-pori Vina, ketika ia dipapah masuk ke dalam mobil oleh ayahnya dan Mang Pardi. Setelah perekonomiam ayahnya pulih, Mang Pardi memang kembali menjadi supir ayahnya. Vina mencoba bernapas pendek-pendek sesuai yang diajarkan oleh dokter Lita sebelumnya. Vina berusaha bersikap tenang agar ayahnya dan Lita tidak panik. Padahal dirinya sendiri juga panik dan ketakutan. Ia belum pernah melahirkan sebelumnya. Perutnya yang sakit ditambah dengan suasana yang kacau seperti ini semakin menciutkan nyalinya. "Apa yang kamu rasakan, sekarang, Nak? Bayinya sudah akan lahir ya?" Pak Ramli panik ketika melihat Vina terus meremas lengannya dengan napas terengah-engah. Ekspresi wajah putrinya seperti menahan kesakitan yang amat sangat. "Rasa--rasanya perut Vina bergolak, Yah. Cucu A--ayah sedang mengamuk, ingin segera melihat dunia." Walau perutnya mulas luar biasa, Vina masih berupaya bercanda. Suci yang duduk tepat di sebelah Vina meringis. Sahabatnya ini memang l
Vina bermimpi. Ia tengah berlari-lari di pantai Pulau Nusa sebelum ombak besar menggulungnya ke dalam pusaran tak berdasar."Bangun, perempuan sombong!" Vina tersentak dan seketika gelagapan ketika air dingin menyiram wajahnya.Ini bukan mimpi. Ia diculik oleh Tante Rena cs.Vina mengerjap-ngerjapkan mata dan memindai sekeliling. Ia tidak mengenali tempat ini. Sepertinya para komplotan orang sinting ini telah memindahkan lokasi eksekusi ketika ia pingsan saat melihat penembakan Arman.Arman? Di mana Arman? Vina memindai sekeliling namun ia tidak mendapati jejak Arman di mana pun."Jasad Arman sedang on the way ke sini. Nah itu dia!" Tante Rena seperti bisa membaca pikirannya. Ketika Tante Rena meneriakkan kata itu dia, Vina tercekat. Aria, anak Hendro dan Sarah terlihat menggotong-gotong tubuh tidak berlumuran
Setengah jam sebelumnya.Suci tengah mendengar pemaparan Rajata tentang loyalitas karyawan terhadap perusahaan, kala notifikasi ponselnya bergetar. Suci mengabaikannya. Pasti itu adalah pesan dari ibunya. Karena waktu hampir menunjukkan pukul sembilan malam, sementara ia belum pulang ke rumah. Biasanya ia pulang kantor paling lambat pukul setengah tujuh malam.Suci memang lupa mengabarkan ibunya tentang rapat dadakan ini. Suasana tegang karena pemecatan tidak hormat terhadap Putri, Frans, Rani dan Daniel membuat seluruh staff tegang. Mereka takut kalau-kalau mereka juga ikut dipecat. Empat orang yang diberhentikan secara tidak hormat tadi siang adalah orang-orang yang membantu Aria dalam melakukan kecurangan. Frans dan Daniel adalah staff bagian keuangan. Sementara Putri dan Rani adalah sekretaris dan asisten Aria.Setelah memecat keempat staff tersebut Rajata langsung menggelar rapat dadakan. Rajata mengeval
"Man, kayaknya kita sudah berjalan lebih dari lima belas menit. Tapi tidak ada apa-apa di sekitar jalan ini. Sebaiknya kita pulang saja, Man."Vina mulai merasa ada yang tidak beres. Indra keenamnya mengatakan ada sesuatu yang salah di sini. Rasanya mustahil ada restaurant mewah di tengah-tengah perkebunan sawit begini. Sepanjang jalan yang mereka lewati hanya jalanan gelap nan sepi. Tidak ada tanda-tanda kehidupan apalagi rumah-rumah penduduk. Entah Rajata yang salah membagikan lokasi atau Arman lah yang salah jalan. Yang pasti Vina mulai tidak nyaman dengan keadaan ini."Sabar sebentar ya, Bu? Sebentar lagi kita sudah sampai pada tujuan. Maafkan saya ya, Bu?" desah Arman lirih. Kesedihan terdengar dari nada suaranya yang lesu.Vina mengernyitkan kening. Arman bilang apa? Sebentar lagi mereka akan sampai pada tujuan? Itu artinya Arman tahu tempat yang akan mereka tuju. Lantas mengapa Arman sepanjang jalan ta
"Jadi bagaimana Pak Aria? Bapak memilih di penjara atau melepaskan saham Bapak pada PT Karya Inti Mandiri ini pada Pak Raja?"Hotman Marpaung Sarjana Hukum, memberikan ultimatum pada Aria. Saat ini dirinya bertindak sebagai pengacara Rajata, mewakili perusahaan. Aria telah terbukti melakukan korupsi dan switch pada perusahaan. Aria menggunakan uang perusahaan untuk kepentingan dirinya sendiri, serta meminta komisi pada perusahaan yang ia menangkan. Aria bekerjasama dengan Putri dan staff keuangan untuk menggelapkan sejumlah besar dana perusahaan."Ini semua akal bulus lo kan, Ja? Lo pengen melenyapkan gue dari perusahaan, makanya lo mengarang bebas seperti ini!" Aria mengamuk. Ia kalah selangkah dari Rajata. Ia terlalu santai hingga akhirnya lengah. Dan si Rajata brengsek ini menyerangnya dari segala arah."Akal bulus?" Rajata mengernyitkan kening. Ia pura-pura berpikir keras sebelum melemparkan sebuah file d
Vina meletakkan sendok dan garpu. Sebagai gantinya ia memindai Tante Rena dan Sarah dari atas ke bawah. Ia sudah sering mendengar sepak terjang Tante Rena. Namun ia sama sekali tidak pernah melihat sosoknya.Untuk ukuran perempuan berusia awal empat puluhan Tante Rena ini terlihat awet muda. Nyaris seperti kakak adik dengan Sarah. Tidak heran karena usia mereka hanya berpaut tujuh belas tahun. Ditambah Tante Rena sangat fashionable, ia nyaris terlihat seumuran dengan Sarah."Nama saya Davina Bagaskara. Jangan memanggil saya dengan sebutan hai hei hai hei begitu. Sakit kuping saya mendengarnya."Rajata terkekeh. Tante Rena jumpa imbang kali ini. Vina ini berbeda dengan ibu dan juga adik perempuannya yang cenderung penakut dan labil. Sehingga mereka berdua gampang sekali dipengaruhi. Dulu setiap kali Tante Rena memamerkan keberhasilannya memikat ayahnya, ibunya paling hanya menangis pilu. Sementara Alana kecil
"Mas, coba jawab dengan jujur. Apa Mas tidak punya perasaan apa-apa setelah Mbak Sarah mengungkapkan soal kepergiannya dulu."Setelah berkendara hampir lima belas menit lamanya, Vina mengungkapkan apa yang berkecamuk di dalam hatinya. Ia sudah tidak tahan diam-diaman seperti ini."Tidak, Vin. Mungkin kalau dulu Sarah langsung mengatakan alasannya, saya bisa sedikit memahaminya. Karena Sarah toh tidak bisa memilih dari rahim siapa ia dilahirkan," jawab Rajata dengan pandangan lurus ke depan. Lalu lintas sore ini lumayan padat."Sedikit memahami," Vina mengangguk-anggukkan kepalanya. Pura-pura mengerti padahal ia kesal atas jawaban Rajata."Itu artinya Mas akan menerima Mbak Sarah kalau dulu ia berterus terang tentang jati dirinya. Begitu ya, Mas?" cecar Vina lagi. Ia tidak puas dengan jawaban ambigu Rajata."Tidak seperti itu juga analoginya, Vin. Memahami bukan
Vina yang masih termenung dengan ponsel di tangan, kaget saat ponselnya kembali bergetar. Firasatnya mengatakan kalau Sarah kembali menghubunginya. Mungkin sarah ingin memamerkan keberhasilannya memikat Rajata."Ha--""Vina, ini saya. Dokter Lita dalam perjalanan menjemputmu. Kamu siap-siap ya? Sebentar lagi ia pasti akan sampai.""Menjemputku ke mana, Mas?""Ke rumah, Sarah. Saya akan menjelaskan semuanya nanti. Pokoknya kamu ke sini saja dulu."Telepon kemudian ditutup saat terdengar suara manja Sarah menawarkan minuman. Benak Vina memikirkan kejanggalan dalam masalah ini. Rajata ke rumah Sarah. Namun Rajata juga memintanya menyusul ke sana. Kalau Rajata memang ingin menjalin hubungan kembali dengan Sarah, untuk apa Rajata memintanya datang bukan? Rajata pasti mempunyai rencana lain. Vina jadi penasaran karenanya.Vina bergegas ke kamar untuk me