Vina gelisah. Sudah hampir satu jam ini ia terjebak bersama Rajata dan tiga orang rekannya. Saat ini ia bersama Rajata dan ketiga rekannya berada di showroom Soul Pearl. Rajata dengan dibantu dua orang staff showroom, tengah memamerkan mutiara-mutiara bernilai seni tinggi pada ketiga rekannya.
Sebenarnya Vina tidak keberatan menemani Rajata bekerja. Masalahnya adalah Rajata kerap memperlakukannya dengan intim, selama ia menjelaskan tentang kualitas mutiaranya. Seperti saat ini saja misalnya. Raja terus merangkul bahunya, sementara staff showroom menjelaskan jenis-jenis mutiara unggulan mereka.
"Kalian sudah melihat sendiri kualitas mutiara-mutiara hasil budi daya Soul Pearl ini bukan? Sebagai informasi tambahan, semua mutiara-mutiara saya ini telah mendapatkan sertifikat dari Gemological Institute of America."
Rajata melepaskan rangkulannya. Vina menarik napas lega. Namun kelegaannya tidak berlangsung lama. Karena Rajata
Vina mencagak motor di depan rumah. Kemudian ia menyeka wajahnya yang terasa lengket oleh debu dan keringat dengan sapu tangan kecil. Ia baru saja kembali dari tambak udang dan kepiting dengan meminjam motor Pak Mustiarep. Resiko menggendarai motor memang seperti ini. Semua debu dan kotoran selama berkendara, akan melekat pada tubuh. Namun ia memang membutuhkan motor ini. Aktivitasnya sekarang menuntut ia harus memiliki kendaran.Setelah motornya tercagak, Vina menghempaskan bokongnya di kursi depan. Ia lelah sekali. Sudah seminggu ini aktivitasnya luar biasa padat. Dimulai dari mengawasi kemungkinan adalanya tengkulak di Tempat Pelelangan Ikan. Mengontrol kinerjapara pekerja tambak udang dan kepiting. Hinggamengamati aktivitas para pekerja di tempat penangkaran mutiara. Ia mendapat tugas-tugas ini dari Rajata, karena Rajata sudah kembali ke Jakarta.Ya, sudah seminggu ini Rajata meninggalkan pulau. Dan dalam seminggu ini p
"Setahu saya, Pak Raja dan ayahnya ini sudah lama tidak saling berhubungan bukan?" Vina mensejajari langkah-langkah panjang Rumini. Ia memerlukan sedikit gambaran sebelum menghadapi ayah Rajata. Ia takut salah bersikap."Sepengetahuan Pak Raja sih tidak, Bu. Tapi sebenarnya sesekali Pak Ramdan singgah ke rumah ini untuk menemui ayah saya. Kadang mereka bertemu di kedai kopi dekat dermaga. Pak Ramdan ini teman ayah saya sejak muda dulu, Bu." Rumini menjawab sesuai dengan apa yang ia tahu. Memang seperti itulah yang diceritakan ayahnya."Apa nggak pernah kepethuk dengan Pak Raja saat Pak Ramdan ini datang?""Selama ini nggak pernah sih, Bu. Soalnya Pak Raja itu jarang ke pulau. Paling sebulan sekali. Sejak ada Ibu di sini saja, baru Bapak sering ke pulau."Jawaban Rumini ini memberi satu pengertian baru. Bahwa sesungguhnya Pak Ramdan ini tidak meninggalkan Rajata sepenuhnya. Ia
Vina melirik Rajata yang tertidur pulas di sampingnya. Dengan tangan gemetar ia menutupi tubuhnya yang terbuka dengan selimut tebal. Dengan pandangan nelangsa ia memandangi ranjang yang kusut, berikut pemiliknya. Rajata, terlihat kelelahan setelah tidak puas-puasnya mereguk asmara.Vina berjalan terseok-seok dengan selimut tebal yang menyulitkan langkahnya. Setelah ia menarik sehelai daster bermotif bunga-bunga di gantungan. Mengenakannya tergesa, sembari menarik selimutnya dari balik daster. Ia bermaksud ke dapur alih-alih mendem bersama dengan Rajata di dalam kamar. Ia malu. Malam belum terlalu tua, tetapi ia sudah mengurung diri di dalam kamar.Baru saja Vina bermaksud membuka pintu kamar, suara lenguhan sedih Rajata singgah di telinganya. Rajata tengah bermimpi buruk sepertinya."Aku benci Ayah! Benci! Pukul aku sampai mati. Sampai di neraka nanti aku akan berdoa semoga Ayah segera menyusul ke sini!"
Sedari bangun tidur tadi, Vina sudah merasa tegang. Sebenarnya bukan hanya dirinya saja yang tegang, tetapi Rajata juga. Vina adalah saksi bagaimana Rajata terus membolak-balik posisi tidurnya. Ia hanya pura-pura tidur saja demi mengurai kecanggungan. Bayangkan, bagaimana awkwardnya situasi apabila mereka sama-sama tidak bisa tidur, tetapi tidak saling berbicara. Makanya ia mengambil jurus aman dengan berpura-pura tidur saja. Lama-kelamaan ia malah tertidur sungguhan.Pada saat dirinya terbangun, Rajata baru saja keluar dari kamar mandi. Rambutnya masih setengah basah dengan bulir-bulir air yang menetes di ujung-ujungnya. Sehelai handuk putih tergantung di pinggulnya. Rajata baru selesai mandi dan sepertinya akan berpakaian.Mereka bertatapan sejenak sebelum sama-sama membuang pandang. Beginilah interaksi mereka apabila tidak ada mata dan telinga lain yang menyaksikan. Beraktivitas dalam diam dan hanya berbicara seperlunya.
Vina terbelalak saat melihat seseorang menusukkan sebilah pisau pada Rajata. Tanpa memikirkan apapun, ia segera berlari keluar dari pondok persembunyiannya.Tolong lindungi Rajata, ya Allah!Vina menggumankan doa sepanjang kakinya berlari. Karena jaraknya mengintai tidak terlalu jauh dari warung, Vina tiba di depan warung dalam hitungan detik. Vina terkesiap. Bukan! Ternyata bukan Rajata yang terkena tusukan pisau. Sosok yang terkapar di lantai warung adalah laki-laki berjaket tebal dan bertopi lebar yang ia amati tadi.Vina takut. Namun ia penasaran dengan sosok yang kini tengah ditolong oleh Pak Mustiarep dan beberapa penduduk. Sementara Rajata berdiri kaku bagai patung. Tatap matanya kosong saat memandang orang yang telah menyelamatkan nyawanya. Sikap Rajata sangat aneh. Alih-alih membantu Pak Mustiarep, Rajata malah bersikap seperti orang linglung.Mengetahui kalau Rajata baik-b
Rajata masih terpekur di atas tanah basah makam ayahnya. Sementara para pelayat satu persatu mulai meninggalkan makam. Kini hanya tersisa tiga orang di sana. Dirinya, Vina dan juga Pak Mustiarep. Tidak ada Tante Rena alias ibu tirinyadi sana. Padahal biasanya ibu tirinya itu seperti ekor ayahnya. Selalu bersama ayahnya di mana pun dan kapan pun juga. Tante Rena terlalu takut kalau ia melewatkan aset-aset ayahnya.Namun sekarang, lihatlah. Perempuan perusak rumah tangga orang tuanya itu, sama sekali tidak menampakkan batang hidungnya. Tante Rena adalah perwujudan dari peribahasa ; senang kita nikmati bersama. Susah kamu hadapi sendiri saja."Apa Tante Rena tidak tahu kalau ayah meninggal, Pak Arep?" Rajata akhirnya membunyikan juga rasa penasarannya."Tahu, Pak Raja," sahut Pak Mustiarep singkat. Saat ini kepalanya penuh dengan pesan-pesan Ramdan. Ia harus segera meluruskan kesalahpahaman akibat kekeras
Hari berlalu, waktu berganti. Tanpa terasa dua minggu sudah Pak Ramdan meninggalkan dunia ini. Dan selama dua minggu itu pula, Vina membantu Rajata melewati hari demi hari. Siang malam Vina selalu menemani Rajata. Pada mulanya mereka berdua tidak banyak berbicara. Vina mengerti, Rajata adalah type orang yang tidak bisa membagi susahnya. Semua hal akan ia pendam sendiri. Makanya Vina menemani Rajata dalam diam. Vina tidak berisik. Tetapi ia selalu ada saat Rajata membutuhkan dukungannya.Kesabarannya pada akhirnya membuahkan hasil. Rajata lambat laun mulai membuka diri. Walaupun kalimatnya pendek-pendek dan masih kaku, bagi Vina itu sudah cukup. Setidaknya ada peningkatan dalam hubungan mereka berdua. Mudah-mudahan setelahnya Rajata sadar, bahwa dirinya tidak seperti yang ia kira. Dirinya bukanlah seorang wanita penggoda, apalagi pembunuh Alana. Hubungannya dulu dengan Aria murni karena ketidaktahuannya akan status Aria.Vina mer
Akhirnya ia kembali ke Jakarta. Saat ini dirinya dan Rajata tengah berkendara menuju apartemen Rajata. Selama di Jakarta, mereka berdua akan tinggal di sana. Namun Vina merasa bahwa kata mereka berdua itu hanya kamuflase belaka. Yang sebenarnya adalah dirinya sendiri yang akan tinggal di apartemen, sementara Rajata pulang ke rumahnya. Karena sesaat setelah berkendara, Vina mendengar Rajata menelepon ART-nya. Mengabarkan bahwa dirinya akan pulang ke rumah.Dalam diam Vina mengamati banyak hal. Salah satunya adalah Rajata enggan kalau rumah masa kecilnya dihuni oleh orang lain. Rajata memang tidak mengatakannya. Namun dengan dititipkannya dirinya di apartemen, sudah menjawab semuanya. Rajata tidak ingin membagi masa lalu bersamanya.Ketika melewati jalan Thamrin, Vina membuka kaca jendela mobil. Dulu ia kerap melewati jalan ini. Berlalu lalang setiap pagi dan sore. Pagi, saat ia sesekali ikut bersama ayahnya mengecek bahan-bahan ya
Dua puluh bulan kemudian. Vina meraih sehelai gaun berwarna magenta berlengan balon dan dari lemari. Beserta hanger yang ia lekatkan ke dada, Vina mematut gaun tersebut di depan cermin. Pagi ini Rajata akan bebas setelah menjalani masa hukuman selama dua puluh bulan penjara. Sebenarnya Rajata divonis dua puluh empat bulan penjara dipotong masa tahanan. Rajata bebas lebih cepat karena mendapat remisi umum. Yaitu pemotongan masa tahanan dalam rangka memperingati hari kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus. Ketentuan remisi ini adalah, Narapidana yang masa hukumannya enam sampai dua belas bulan, memperoleh satu bulan pengurangan. Sedangkan narapidana dua belas bulan atau lebih, memperoleh dua bulan pengurangan. Setelah di potong masa tahanan dan lain sebagainya, hari ini Rajata akan menghirup udara sebagai manusia bebas. Untuk itu Vina akan tampil semempesona mungkin untuk melengkapi kebahagiaan Rajata. Bagaspati Bagaskara, sudah lebih dulu Vina dandani. Bagas mengenakan paduan
Keringat menguar dari segenap pori-pori Vina, ketika ia dipapah masuk ke dalam mobil oleh ayahnya dan Mang Pardi. Setelah perekonomiam ayahnya pulih, Mang Pardi memang kembali menjadi supir ayahnya. Vina mencoba bernapas pendek-pendek sesuai yang diajarkan oleh dokter Lita sebelumnya. Vina berusaha bersikap tenang agar ayahnya dan Lita tidak panik. Padahal dirinya sendiri juga panik dan ketakutan. Ia belum pernah melahirkan sebelumnya. Perutnya yang sakit ditambah dengan suasana yang kacau seperti ini semakin menciutkan nyalinya. "Apa yang kamu rasakan, sekarang, Nak? Bayinya sudah akan lahir ya?" Pak Ramli panik ketika melihat Vina terus meremas lengannya dengan napas terengah-engah. Ekspresi wajah putrinya seperti menahan kesakitan yang amat sangat. "Rasa--rasanya perut Vina bergolak, Yah. Cucu A--ayah sedang mengamuk, ingin segera melihat dunia." Walau perutnya mulas luar biasa, Vina masih berupaya bercanda. Suci yang duduk tepat di sebelah Vina meringis. Sahabatnya ini memang l
Vina bermimpi. Ia tengah berlari-lari di pantai Pulau Nusa sebelum ombak besar menggulungnya ke dalam pusaran tak berdasar."Bangun, perempuan sombong!" Vina tersentak dan seketika gelagapan ketika air dingin menyiram wajahnya.Ini bukan mimpi. Ia diculik oleh Tante Rena cs.Vina mengerjap-ngerjapkan mata dan memindai sekeliling. Ia tidak mengenali tempat ini. Sepertinya para komplotan orang sinting ini telah memindahkan lokasi eksekusi ketika ia pingsan saat melihat penembakan Arman.Arman? Di mana Arman? Vina memindai sekeliling namun ia tidak mendapati jejak Arman di mana pun."Jasad Arman sedang on the way ke sini. Nah itu dia!" Tante Rena seperti bisa membaca pikirannya. Ketika Tante Rena meneriakkan kata itu dia, Vina tercekat. Aria, anak Hendro dan Sarah terlihat menggotong-gotong tubuh tidak berlumuran
Setengah jam sebelumnya.Suci tengah mendengar pemaparan Rajata tentang loyalitas karyawan terhadap perusahaan, kala notifikasi ponselnya bergetar. Suci mengabaikannya. Pasti itu adalah pesan dari ibunya. Karena waktu hampir menunjukkan pukul sembilan malam, sementara ia belum pulang ke rumah. Biasanya ia pulang kantor paling lambat pukul setengah tujuh malam.Suci memang lupa mengabarkan ibunya tentang rapat dadakan ini. Suasana tegang karena pemecatan tidak hormat terhadap Putri, Frans, Rani dan Daniel membuat seluruh staff tegang. Mereka takut kalau-kalau mereka juga ikut dipecat. Empat orang yang diberhentikan secara tidak hormat tadi siang adalah orang-orang yang membantu Aria dalam melakukan kecurangan. Frans dan Daniel adalah staff bagian keuangan. Sementara Putri dan Rani adalah sekretaris dan asisten Aria.Setelah memecat keempat staff tersebut Rajata langsung menggelar rapat dadakan. Rajata mengeval
"Man, kayaknya kita sudah berjalan lebih dari lima belas menit. Tapi tidak ada apa-apa di sekitar jalan ini. Sebaiknya kita pulang saja, Man."Vina mulai merasa ada yang tidak beres. Indra keenamnya mengatakan ada sesuatu yang salah di sini. Rasanya mustahil ada restaurant mewah di tengah-tengah perkebunan sawit begini. Sepanjang jalan yang mereka lewati hanya jalanan gelap nan sepi. Tidak ada tanda-tanda kehidupan apalagi rumah-rumah penduduk. Entah Rajata yang salah membagikan lokasi atau Arman lah yang salah jalan. Yang pasti Vina mulai tidak nyaman dengan keadaan ini."Sabar sebentar ya, Bu? Sebentar lagi kita sudah sampai pada tujuan. Maafkan saya ya, Bu?" desah Arman lirih. Kesedihan terdengar dari nada suaranya yang lesu.Vina mengernyitkan kening. Arman bilang apa? Sebentar lagi mereka akan sampai pada tujuan? Itu artinya Arman tahu tempat yang akan mereka tuju. Lantas mengapa Arman sepanjang jalan ta
"Jadi bagaimana Pak Aria? Bapak memilih di penjara atau melepaskan saham Bapak pada PT Karya Inti Mandiri ini pada Pak Raja?"Hotman Marpaung Sarjana Hukum, memberikan ultimatum pada Aria. Saat ini dirinya bertindak sebagai pengacara Rajata, mewakili perusahaan. Aria telah terbukti melakukan korupsi dan switch pada perusahaan. Aria menggunakan uang perusahaan untuk kepentingan dirinya sendiri, serta meminta komisi pada perusahaan yang ia menangkan. Aria bekerjasama dengan Putri dan staff keuangan untuk menggelapkan sejumlah besar dana perusahaan."Ini semua akal bulus lo kan, Ja? Lo pengen melenyapkan gue dari perusahaan, makanya lo mengarang bebas seperti ini!" Aria mengamuk. Ia kalah selangkah dari Rajata. Ia terlalu santai hingga akhirnya lengah. Dan si Rajata brengsek ini menyerangnya dari segala arah."Akal bulus?" Rajata mengernyitkan kening. Ia pura-pura berpikir keras sebelum melemparkan sebuah file d
Vina meletakkan sendok dan garpu. Sebagai gantinya ia memindai Tante Rena dan Sarah dari atas ke bawah. Ia sudah sering mendengar sepak terjang Tante Rena. Namun ia sama sekali tidak pernah melihat sosoknya.Untuk ukuran perempuan berusia awal empat puluhan Tante Rena ini terlihat awet muda. Nyaris seperti kakak adik dengan Sarah. Tidak heran karena usia mereka hanya berpaut tujuh belas tahun. Ditambah Tante Rena sangat fashionable, ia nyaris terlihat seumuran dengan Sarah."Nama saya Davina Bagaskara. Jangan memanggil saya dengan sebutan hai hei hai hei begitu. Sakit kuping saya mendengarnya."Rajata terkekeh. Tante Rena jumpa imbang kali ini. Vina ini berbeda dengan ibu dan juga adik perempuannya yang cenderung penakut dan labil. Sehingga mereka berdua gampang sekali dipengaruhi. Dulu setiap kali Tante Rena memamerkan keberhasilannya memikat ayahnya, ibunya paling hanya menangis pilu. Sementara Alana kecil
"Mas, coba jawab dengan jujur. Apa Mas tidak punya perasaan apa-apa setelah Mbak Sarah mengungkapkan soal kepergiannya dulu."Setelah berkendara hampir lima belas menit lamanya, Vina mengungkapkan apa yang berkecamuk di dalam hatinya. Ia sudah tidak tahan diam-diaman seperti ini."Tidak, Vin. Mungkin kalau dulu Sarah langsung mengatakan alasannya, saya bisa sedikit memahaminya. Karena Sarah toh tidak bisa memilih dari rahim siapa ia dilahirkan," jawab Rajata dengan pandangan lurus ke depan. Lalu lintas sore ini lumayan padat."Sedikit memahami," Vina mengangguk-anggukkan kepalanya. Pura-pura mengerti padahal ia kesal atas jawaban Rajata."Itu artinya Mas akan menerima Mbak Sarah kalau dulu ia berterus terang tentang jati dirinya. Begitu ya, Mas?" cecar Vina lagi. Ia tidak puas dengan jawaban ambigu Rajata."Tidak seperti itu juga analoginya, Vin. Memahami bukan
Vina yang masih termenung dengan ponsel di tangan, kaget saat ponselnya kembali bergetar. Firasatnya mengatakan kalau Sarah kembali menghubunginya. Mungkin sarah ingin memamerkan keberhasilannya memikat Rajata."Ha--""Vina, ini saya. Dokter Lita dalam perjalanan menjemputmu. Kamu siap-siap ya? Sebentar lagi ia pasti akan sampai.""Menjemputku ke mana, Mas?""Ke rumah, Sarah. Saya akan menjelaskan semuanya nanti. Pokoknya kamu ke sini saja dulu."Telepon kemudian ditutup saat terdengar suara manja Sarah menawarkan minuman. Benak Vina memikirkan kejanggalan dalam masalah ini. Rajata ke rumah Sarah. Namun Rajata juga memintanya menyusul ke sana. Kalau Rajata memang ingin menjalin hubungan kembali dengan Sarah, untuk apa Rajata memintanya datang bukan? Rajata pasti mempunyai rencana lain. Vina jadi penasaran karenanya.Vina bergegas ke kamar untuk me