Hari berlalu, waktu berganti. Tanpa terasa dua minggu sudah Pak Ramdan meninggalkan dunia ini. Dan selama dua minggu itu pula, Vina membantu Rajata melewati hari demi hari. Siang malam Vina selalu menemani Rajata. Pada mulanya mereka berdua tidak banyak berbicara. Vina mengerti, Rajata adalah type orang yang tidak bisa membagi susahnya. Semua hal akan ia pendam sendiri. Makanya Vina menemani Rajata dalam diam. Vina tidak berisik. Tetapi ia selalu ada saat Rajata membutuhkan dukungannya.
Kesabarannya pada akhirnya membuahkan hasil. Rajata lambat laun mulai membuka diri. Walaupun kalimatnya pendek-pendek dan masih kaku, bagi Vina itu sudah cukup. Setidaknya ada peningkatan dalam hubungan mereka berdua. Mudah-mudahan setelahnya Rajata sadar, bahwa dirinya tidak seperti yang ia kira. Dirinya bukanlah seorang wanita penggoda, apalagi pembunuh Alana. Hubungannya dulu dengan Aria murni karena ketidaktahuannya akan status Aria.
Vina mer
Akhirnya ia kembali ke Jakarta. Saat ini dirinya dan Rajata tengah berkendara menuju apartemen Rajata. Selama di Jakarta, mereka berdua akan tinggal di sana. Namun Vina merasa bahwa kata mereka berdua itu hanya kamuflase belaka. Yang sebenarnya adalah dirinya sendiri yang akan tinggal di apartemen, sementara Rajata pulang ke rumahnya. Karena sesaat setelah berkendara, Vina mendengar Rajata menelepon ART-nya. Mengabarkan bahwa dirinya akan pulang ke rumah.Dalam diam Vina mengamati banyak hal. Salah satunya adalah Rajata enggan kalau rumah masa kecilnya dihuni oleh orang lain. Rajata memang tidak mengatakannya. Namun dengan dititipkannya dirinya di apartemen, sudah menjawab semuanya. Rajata tidak ingin membagi masa lalu bersamanya.Ketika melewati jalan Thamrin, Vina membuka kaca jendela mobil. Dulu ia kerap melewati jalan ini. Berlalu lalang setiap pagi dan sore. Pagi, saat ia sesekali ikut bersama ayahnya mengecek bahan-bahan ya
"Selamat ya, Vina, Raja. Akhirnya lo punya generasi penerus juga. Padahal gue pikir lo bakalan jadi bujang lapuk abadi setelah dighosting Sarah." Mendengar kalimat dokter Lita, Vina yang bermaksud menerima jabat tangan sang dokter, mematung sesaat. Beberapa detik kemudian baru ia membalas jabat tangan dokter Lita.Hening. Dokter Lita tersenyum rikuh. Ia memandang Rajata dengan tatapan meminta maaf."Mulut lo dari dulu memang nggak pernah terdidik ya, Ta?" sembur Rajata kesal. Inilah hal yang membuatnya tidak nyaman mempertemukan Vina dengan teman-teman lamanya. Mereka terkadang suka kelepasan berbicara."Sorry... sorry... itu hanya intermezzo ya, Vin? Jangan dianggap serius. Intinya kandungan kamu baik. Usianya lima minggu dan sudah masuk kantong." Dokter Lita dengan luwes mengubah topik pembicaraan. Vina mengangguk. Ia menghargai usaha dokter Lita yang masih
Semakin mendekati gedung kantor, perasaan Vina semakin tidak karuan. Berbagai macam perasaan berkecamuk dalam benaknya. Ia mengkhawatirkan rumors miring yang akan menyerbu kantor, apabila melihat kehadirannya. Istimewa ia datang bersama Rajata. Padahal sudah menjadi rahasia umum, kalau hubungannya dengan Rajata di masa lalu, bagaikan kucing dan anjing. Mereka akan saling mencakar satu sama lain jikalau ada kesempatan. Kabar dirinya dipecat secara tidak hormat oleh Rajata juga telah terdengar di seluruh penjuru kantor. Dan kini melihat mereka berdua bersisian masuk ke dalam gedung, pasti membuat pikiran mereka travelling.Saat ini ia sedang berkendara dengan Rajata ke kantor. Pada pukul sepuluh pagi nanti, Rajata akan menghadiri sidang Aria. Sementara ada beberapa client penting yang akan menyambangi kantor. Rajata memintanya mewakili dirinya sebagai istri pemilik perusahaan untuk menjamu klien-klien penting itu. Vina
"Briefing pagi ini akan saya mulai dengan memperkenalkan istri saya pada kalian semua, yaitu Ibu Davina Bagaskara. Saya yakin kalian semua telah mengenal Ibu Vina dengan baik saat menjadi salah satu staff di kantor ini... dulu." Rajata sengaja menekankan kata dulu, demi memperjelas maksud yang tersirat dalam kalimatnya."Setelah saya memperkenalkan Ibu Vina secara resmi sebagai istri saya, saya harap rekan-rekan sekalian memperlakukan Ibu Vina selayaknya memperlakukan istri seorang pimpinan," tegas Rajata."Saya tidak mau mendengar adanya rumors yang tidak sedap tentang istri saya, dalam hal apapun. Ini kantor. Maka selayaknya rekan-rekan sekalian ada ke sini untuk bekerja. Titik. Jikalau saya mendapati rekan-rekan sekalian melanggar apa yang sudah saya tegaskan tadi, maka saya akan memberi sanksi. Sanksi itu bisa berupa teguran, SP 1, SP2 hingga pemecatan secara tidak hormat."Selama
"Selamat datang, Bu Sharen, Pak Andy, Pak Kevin, Pak Ghifari. Mari silakan masuk." Setelah menimbang-nimbang sejenak Vina, memutuskan untuk bersikap apa adanya saja menghadapi Ghifari. Tidak ada gunanya juga pura-pura tidak saling mengenal. Ia akan menunjukkan pada Ghifari arti sebuah kedewasaan. Selain itu ia ingin Ghifari tahu bahwa dirinya tidak takut padanya."Wah, Bu Vina sudah mengenal Pak Ghifari rupanya. Jadi saya tidak perlu susah-susah memperkenalkan kalian lagi bukan?" Sharen tertawa anggun khas sosialita. Tawa seperti ini memiliki banyak makna. Vina belum bisa menebak arti tawa Sharen. Oleh karenanya ia hanya membalas dengan senyum tipis saja."Bukan hanya kenal, Bu Sharen? Tapi sangat kenal. Iya kan, Din, Eh Vin?" imbuh Ghifari dengan suara di hidung.Ghifari sengaja pura-pura salah menyebut namanya. Ia menyapa Dina alih-alih Vina.Kini Vina sudah bisa menebak maksud kedatang
Vina berdiri gelisah di depan ruangan kerja Rajata. Semenjak pulang dari persidangan, Rajata sangat murung. Di kantor tadi, Rajata menjemput dan memintanya beristirahat saja di rumah. Alasan Rajata, ia takut kalau dirinya kelelahan. Setelah mengantarnya pulang ke rumah, Rajata kembali lagi ke kantor dan baru pulang pada pukul sepuluh malam. Itu pun Rajata langsung masuk ke ruang kerja dan tidak keluar-keluar lagi. Biasanya setelah pulang kantor, Rajata akan membersihkan diri dan makan dulu. Baru ia bekerja di ruangannya.Kini sudah pukul dua dini hari, namun Rajata belum juga keluar dari ruang kerjanya. Tidak biasanya Rajata seperti ini. Pasti telah terjadi sesuatu di persidangan, sampai Rajata mengurung diri seperti ini.Melihat keadaan Rajata yang seperti ini, Vina tidak berani mengusiknya. Padahal Vina sangat ingin mengetahui hasil dari persidangan tadi. Menilik dari bahasa tubuh Rajata, Vina menduga kalau hasilnya pasti tidak baik. Makanya
"Lain kali kamu jangan melakukan hal seperti itu lagi ya, Vin? Tiba-tiba menghilang tanpa kabar, dan tahu-tahu akan menikah saja. Ayahmu hampir saja membuat laporan ke pihak yang berwajib, sebelum akhirnya Rajata menelepon. Membuat kejutan sih boleh saja. Tapi jangan sampai keterlaluan seperti itu. Kamu membuat Ayah dan Ibu ketakutan setengah mati, Vina."Bu Misna mengomeli Vina. Setelah menghilang sekian lama karena menikah, untuk pertama kalinya anak dan menantunya pulang. Melihat anak gadisnya dalam keadaan baik-baik saja, Bu Misna sangat lega. Tetapi tetap saja ada rasa jengkel di hatinya. Bu Misna teringat pada saat Vina menghilang beberapa bulan lalu. Dirinya, suaminya serta Suci kelabakan mencari keberadaan Vina. Suci menelepon ke semua teman Vina yang yang ia kenal, sementara suaminya menyusuri jalan-jalan yang biasa Vina lalui dengan mengendarai gerobak bakso hingga tengah malam buta. Namun semua usaha mereka tidak membuahkan ha
Vina berjalan hilir mudik di rumah kontrakan Suci. Pikirannya kacau karena terus menduga-duga hubungan antara Rajata dengan perempuan cantik tadi. Apalagi jika mengingat anak laki-laki kecil yang memanggil mommy pada wanita tersebut. Jangan-jangan anak laki-laki itu adalah anak mereka berdua. Terjebak oleh prasangkanya sendiri, Vina kian gelisah."Lebih baik lo duduk dulu, Vin. Ini minum dulu biar hati lo adem." Suci menuntun Vina duduk di sofa. Setelahnya ia menggenggamkan segelas air dingin ke tangan Vina. Ia tidak menyangka kalau cuti yang ia ambil untuk mengajak Vina hang out akan berakhir seperti ini."Minum, Vin. Minum. Biar hati dan kepala lo dingin dulu," desak Suci lagi.Seperti robot, Vina meneguk air dingin di dalam gelas hingga tandas. Setelahnya ia beranjak dari sofa, dan berjalan mondar-mondir dengan mulut komat-kamit.Suci menepuk keningnya. T
Dua puluh bulan kemudian. Vina meraih sehelai gaun berwarna magenta berlengan balon dan dari lemari. Beserta hanger yang ia lekatkan ke dada, Vina mematut gaun tersebut di depan cermin. Pagi ini Rajata akan bebas setelah menjalani masa hukuman selama dua puluh bulan penjara. Sebenarnya Rajata divonis dua puluh empat bulan penjara dipotong masa tahanan. Rajata bebas lebih cepat karena mendapat remisi umum. Yaitu pemotongan masa tahanan dalam rangka memperingati hari kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus. Ketentuan remisi ini adalah, Narapidana yang masa hukumannya enam sampai dua belas bulan, memperoleh satu bulan pengurangan. Sedangkan narapidana dua belas bulan atau lebih, memperoleh dua bulan pengurangan. Setelah di potong masa tahanan dan lain sebagainya, hari ini Rajata akan menghirup udara sebagai manusia bebas. Untuk itu Vina akan tampil semempesona mungkin untuk melengkapi kebahagiaan Rajata. Bagaspati Bagaskara, sudah lebih dulu Vina dandani. Bagas mengenakan paduan
Keringat menguar dari segenap pori-pori Vina, ketika ia dipapah masuk ke dalam mobil oleh ayahnya dan Mang Pardi. Setelah perekonomiam ayahnya pulih, Mang Pardi memang kembali menjadi supir ayahnya. Vina mencoba bernapas pendek-pendek sesuai yang diajarkan oleh dokter Lita sebelumnya. Vina berusaha bersikap tenang agar ayahnya dan Lita tidak panik. Padahal dirinya sendiri juga panik dan ketakutan. Ia belum pernah melahirkan sebelumnya. Perutnya yang sakit ditambah dengan suasana yang kacau seperti ini semakin menciutkan nyalinya. "Apa yang kamu rasakan, sekarang, Nak? Bayinya sudah akan lahir ya?" Pak Ramli panik ketika melihat Vina terus meremas lengannya dengan napas terengah-engah. Ekspresi wajah putrinya seperti menahan kesakitan yang amat sangat. "Rasa--rasanya perut Vina bergolak, Yah. Cucu A--ayah sedang mengamuk, ingin segera melihat dunia." Walau perutnya mulas luar biasa, Vina masih berupaya bercanda. Suci yang duduk tepat di sebelah Vina meringis. Sahabatnya ini memang l
Vina bermimpi. Ia tengah berlari-lari di pantai Pulau Nusa sebelum ombak besar menggulungnya ke dalam pusaran tak berdasar."Bangun, perempuan sombong!" Vina tersentak dan seketika gelagapan ketika air dingin menyiram wajahnya.Ini bukan mimpi. Ia diculik oleh Tante Rena cs.Vina mengerjap-ngerjapkan mata dan memindai sekeliling. Ia tidak mengenali tempat ini. Sepertinya para komplotan orang sinting ini telah memindahkan lokasi eksekusi ketika ia pingsan saat melihat penembakan Arman.Arman? Di mana Arman? Vina memindai sekeliling namun ia tidak mendapati jejak Arman di mana pun."Jasad Arman sedang on the way ke sini. Nah itu dia!" Tante Rena seperti bisa membaca pikirannya. Ketika Tante Rena meneriakkan kata itu dia, Vina tercekat. Aria, anak Hendro dan Sarah terlihat menggotong-gotong tubuh tidak berlumuran
Setengah jam sebelumnya.Suci tengah mendengar pemaparan Rajata tentang loyalitas karyawan terhadap perusahaan, kala notifikasi ponselnya bergetar. Suci mengabaikannya. Pasti itu adalah pesan dari ibunya. Karena waktu hampir menunjukkan pukul sembilan malam, sementara ia belum pulang ke rumah. Biasanya ia pulang kantor paling lambat pukul setengah tujuh malam.Suci memang lupa mengabarkan ibunya tentang rapat dadakan ini. Suasana tegang karena pemecatan tidak hormat terhadap Putri, Frans, Rani dan Daniel membuat seluruh staff tegang. Mereka takut kalau-kalau mereka juga ikut dipecat. Empat orang yang diberhentikan secara tidak hormat tadi siang adalah orang-orang yang membantu Aria dalam melakukan kecurangan. Frans dan Daniel adalah staff bagian keuangan. Sementara Putri dan Rani adalah sekretaris dan asisten Aria.Setelah memecat keempat staff tersebut Rajata langsung menggelar rapat dadakan. Rajata mengeval
"Man, kayaknya kita sudah berjalan lebih dari lima belas menit. Tapi tidak ada apa-apa di sekitar jalan ini. Sebaiknya kita pulang saja, Man."Vina mulai merasa ada yang tidak beres. Indra keenamnya mengatakan ada sesuatu yang salah di sini. Rasanya mustahil ada restaurant mewah di tengah-tengah perkebunan sawit begini. Sepanjang jalan yang mereka lewati hanya jalanan gelap nan sepi. Tidak ada tanda-tanda kehidupan apalagi rumah-rumah penduduk. Entah Rajata yang salah membagikan lokasi atau Arman lah yang salah jalan. Yang pasti Vina mulai tidak nyaman dengan keadaan ini."Sabar sebentar ya, Bu? Sebentar lagi kita sudah sampai pada tujuan. Maafkan saya ya, Bu?" desah Arman lirih. Kesedihan terdengar dari nada suaranya yang lesu.Vina mengernyitkan kening. Arman bilang apa? Sebentar lagi mereka akan sampai pada tujuan? Itu artinya Arman tahu tempat yang akan mereka tuju. Lantas mengapa Arman sepanjang jalan ta
"Jadi bagaimana Pak Aria? Bapak memilih di penjara atau melepaskan saham Bapak pada PT Karya Inti Mandiri ini pada Pak Raja?"Hotman Marpaung Sarjana Hukum, memberikan ultimatum pada Aria. Saat ini dirinya bertindak sebagai pengacara Rajata, mewakili perusahaan. Aria telah terbukti melakukan korupsi dan switch pada perusahaan. Aria menggunakan uang perusahaan untuk kepentingan dirinya sendiri, serta meminta komisi pada perusahaan yang ia menangkan. Aria bekerjasama dengan Putri dan staff keuangan untuk menggelapkan sejumlah besar dana perusahaan."Ini semua akal bulus lo kan, Ja? Lo pengen melenyapkan gue dari perusahaan, makanya lo mengarang bebas seperti ini!" Aria mengamuk. Ia kalah selangkah dari Rajata. Ia terlalu santai hingga akhirnya lengah. Dan si Rajata brengsek ini menyerangnya dari segala arah."Akal bulus?" Rajata mengernyitkan kening. Ia pura-pura berpikir keras sebelum melemparkan sebuah file d
Vina meletakkan sendok dan garpu. Sebagai gantinya ia memindai Tante Rena dan Sarah dari atas ke bawah. Ia sudah sering mendengar sepak terjang Tante Rena. Namun ia sama sekali tidak pernah melihat sosoknya.Untuk ukuran perempuan berusia awal empat puluhan Tante Rena ini terlihat awet muda. Nyaris seperti kakak adik dengan Sarah. Tidak heran karena usia mereka hanya berpaut tujuh belas tahun. Ditambah Tante Rena sangat fashionable, ia nyaris terlihat seumuran dengan Sarah."Nama saya Davina Bagaskara. Jangan memanggil saya dengan sebutan hai hei hai hei begitu. Sakit kuping saya mendengarnya."Rajata terkekeh. Tante Rena jumpa imbang kali ini. Vina ini berbeda dengan ibu dan juga adik perempuannya yang cenderung penakut dan labil. Sehingga mereka berdua gampang sekali dipengaruhi. Dulu setiap kali Tante Rena memamerkan keberhasilannya memikat ayahnya, ibunya paling hanya menangis pilu. Sementara Alana kecil
"Mas, coba jawab dengan jujur. Apa Mas tidak punya perasaan apa-apa setelah Mbak Sarah mengungkapkan soal kepergiannya dulu."Setelah berkendara hampir lima belas menit lamanya, Vina mengungkapkan apa yang berkecamuk di dalam hatinya. Ia sudah tidak tahan diam-diaman seperti ini."Tidak, Vin. Mungkin kalau dulu Sarah langsung mengatakan alasannya, saya bisa sedikit memahaminya. Karena Sarah toh tidak bisa memilih dari rahim siapa ia dilahirkan," jawab Rajata dengan pandangan lurus ke depan. Lalu lintas sore ini lumayan padat."Sedikit memahami," Vina mengangguk-anggukkan kepalanya. Pura-pura mengerti padahal ia kesal atas jawaban Rajata."Itu artinya Mas akan menerima Mbak Sarah kalau dulu ia berterus terang tentang jati dirinya. Begitu ya, Mas?" cecar Vina lagi. Ia tidak puas dengan jawaban ambigu Rajata."Tidak seperti itu juga analoginya, Vin. Memahami bukan
Vina yang masih termenung dengan ponsel di tangan, kaget saat ponselnya kembali bergetar. Firasatnya mengatakan kalau Sarah kembali menghubunginya. Mungkin sarah ingin memamerkan keberhasilannya memikat Rajata."Ha--""Vina, ini saya. Dokter Lita dalam perjalanan menjemputmu. Kamu siap-siap ya? Sebentar lagi ia pasti akan sampai.""Menjemputku ke mana, Mas?""Ke rumah, Sarah. Saya akan menjelaskan semuanya nanti. Pokoknya kamu ke sini saja dulu."Telepon kemudian ditutup saat terdengar suara manja Sarah menawarkan minuman. Benak Vina memikirkan kejanggalan dalam masalah ini. Rajata ke rumah Sarah. Namun Rajata juga memintanya menyusul ke sana. Kalau Rajata memang ingin menjalin hubungan kembali dengan Sarah, untuk apa Rajata memintanya datang bukan? Rajata pasti mempunyai rencana lain. Vina jadi penasaran karenanya.Vina bergegas ke kamar untuk me