Semua Bab (bukan) Perempuan Biasa. (buku ketiga): Bab 1 - Bab 10

54 Bab

Chapter 1

Vina tengah mengaduk teh saat seseorang memeluk erat pinggangnya. Tanpa menoleh pun Vina tahu tangan siapa yang melingkari pinggangnya ini. Aria Wardana, atasan sekaligus mantan pacarnya. Vina tidak menyangka kalau atasannya ini mengikutinya hingga ke pantry.  "Pak Ari, jangan seperti ini. Ini kantor. Lagi pula saya ini adalah staff Bapak. Tolong hormati saya." Vina menggeliat. Mencoba melepaskan diri dari dekapan erat Aria.  "Bapak... Bapak... saya ini pacar kamu, Vina. Panggil saya Mas Ari seperti biasa." Alih-alih melepaskan pelukan, Aria malah mempererat pelukannya. Kedua tangannya membelit pinggang Vina, hingga si empunya pinggang merasa sesak napas.  "Lepaskan, Pak! Ini tempat umum. Nanti ada yang melihat." Vina gelagapan. Terlebih lagi saat ia merasa napas Aria menderu-deru di lehernya. Aria pasti bermaksud untuk menciumnya.  "Kenapa kalau ada yang melihat? Kantor ini, kant
Baca selengkapnya

Chapter 2

"Waduh, ada trio macan pula di depan, Vin. Kagak sari-sarinya petinggi-petinggi perusahaan makan di mari. Pantesan tadi gue lihat ini kantin sepi amir. Rupanya temen-temen kita yang lain pasa ngiser gegara ada nih trio macan bertiga."  Bisik Suci pelan. Vina tidak menjawab. Ia terlalu takut kalau rahasianya ketahuan, hingga jantungnya jedag-jedug tidak karuan. Kedua kakinya seperti menolak bekerjasama untuk melangkah.  "Etdah, lo ngapain berdiri kayak patung begini? Ayo kita langsung jalan ke ibu kantin. Kita jalan dari pinggir aja, belagak kagak ngeliat mereka bertiga," bisik Suci setengah menyeret pergelangan tangannya. Dan lagi-lagi Vina merasa kalau ketiga atasannya memperhatikannya. Perasaannya makin tidak karuan saja. Vina mengabaikan perasaannya. Seperti usul Suci tadi, ia berpura-pura tidak melihat ketiga atasannya. Ia pun mempercepat langkah di samping Suci. Tepat pada saat itu seseorang yang juga baru
Baca selengkapnya

Chapter 3

Vina yang baru saja turun dari ojek online, merasa ada yang salah saat mendapati ada beberapa mobil yang tengah parkir di depan rumahnya. Ia baru saja pulang dari kantor sore ini. Kekhawatirannya kian menjadi saat mendengar tangisan ibunya, dan kalimat tolong yang berulang kali ayahnya ucapkan dari dalam rumah. Sementara suara keras beberapa orang menimpali kalimat ayahnya dengan kata, tidak bisa berulang kali. Ketika mendengar suara ibunya menjerit, Vina segera berlari menuju pintu utama. Jantungnya seketika berdebar kencang saat mendapati beberapa orang berpakaian formal, anggota kepolisian dan TNI tengah berbicara keras dengan ayahnya. Firasatnya mengatakan kalau mereka ini adalah para petugas bank. Vina berkeringat dingin. Jangan-jangan rombongan ini adalah juru sita pengadilan yang dikawal oleh aparat, untuk melakukan penyitaan atas rumah mereka. Astaghfirullahaladzim. Cobaan apalagi ini! "Vina, kebetulan kamu sudah pulang, Nak. Bapak-b
Baca selengkapnya

Chapter 4

"Ada yang saya lewatkan di sini?" Masuknya Rajata dan Alana semakin memiaskan wajah Vina. Pandangannya mendadak gelap saat ia buru-buru bangkit dari sofa. Ia nyaris tersungkur kalau saja Aria tidak menahan kedua bahunya. Telinganya berdenging dan berkeringat dingin. Ia ketakutan hingga nyaris pingsan. Ditambah keadaan tubuhnya yang memang kurang sehat, Vina merasa pandangannya berkunang-kunang. Ia bahkan tidak sadar kalau Aria telah mendudukannya kembali ke sofa. Ia terlalu lemah untuk melawan. "Vina kurang sehat, Ja. Makanya gue ngecek suhu tubuhnya. Tadi gue nyuruh dia nganterin dokumen untuk penawaran besok. Tapi lo liat sendiri keadaannya kayak gini. Lo jangan mikir yang aneh-aneh, Ja." "Bohong! Pasti perempuan kegatelan ini sengaja pura-pura sakit, supaya dia bisa menggoda Mas Ari. Ayo ngaku lo, dasar perempuan ganjen!"  Alana merangsek maju, dan bermaksud menghajar Vina. Sedari pertama kali menjejakkan kakinya
Baca selengkapnya

Chapter 5

Brian bersiul. Ia sama sekali tidak menduga akan mendapat jawaban seperti ini dari mulut Rajata. Selingkuhan Aria? Menarik. Bria mendekati pasiennya. Bersiap memeriksa keadaannya. Brian memicingkan mata kala pandangannya membentur  seraut wajah yang sepertinya tidak asing baginya. Saat masuk tadi, ia hanya menatap sekilas sosok gadis yang tergeletak diam ini. Dan kini saat ia memperhatikan dengan seksama, ia seperti familiar dengan garis-garis wajah sensual ini. Suatu pemikiran melintas di benaknya. Brian berdecak. Wajah Dina ternyata. Mantan istrinya Reyhan.  "Ia orang siapanya Dina, Ja? Mukanya plek ketiplek dengan si Dina." Brian meraih tas dokternya. Mengeluarkan stetoskop untuk memeriksa pasien cantiknya. "Adik kandungnya Dina. Lo nggak liat kalau mukanya bagai pinang dibelah dua dengan si Dina? Bukan hanya wajah. Kelakuannya juga sama," dengkus Rajata kasar. Seumur hidupnya ia terbiasa dicekoki dengan perempuan-perempuan mani
Baca selengkapnya

Chapter 6

Vina yang baru kembali dari warung, saat melihat ada sebuah gerobak bakso di depan rumahnya. Ternyata ayahnya serius saat mengatakan bahwa dirinya ingin berjualan bakso keliling. Vina memandangi gerobak bakso itu dengan seksama. Gerobak bakso ayahnya ini terlihat rapi dan fungsional. Terbuat dari aluminium yang jauh lebih ringan dan juga dilengkapi dengan tabung gas dan kompor. Di bagian atasnya terdapat sebuah etalase kecil yang berfungsi untuk menyimpan berbagai macam bumbu. Seperti kecap manis, saos, sambal dan yang lainnya. Di bagian steling kaca atas, difungsikan untuk menyusun bahan baku bakso sehingga lebih menarik oleh pembeli.  Secara keseluruhan gerobak bakso ini fungsional dan sempurna. Masalahnya Vina tidak tega membayangkan, ayahnya yang dulunya berpenampilan rapi dan necis, harus mengendarai gerobak bakso bermotor untuk berjualan seperti ini. Bayangkan saja, dulu ayahnya mempunyai 8 gerai bakso terkenal. Nama bakso Pak Kum
Baca selengkapnya

Chapter 7

"Eh, Bang Rayhan. Vina sedang menebus obat, Bang." Vina refleks berdiri. Ia kaget sekaligus rikuh. Hubungannya dengan Reyhan kini sudah berubah. Reyhan bukan abang iparnya lagi.  "Menebus obat? Kamu sakit, Vin? Sakit apa?" Reyhan memandangnya prihatin.  "Bukan, Bang." Vina menggeleng. Ia benar-benar gugup saat Rajata terus saja menatapnya tajam dari balik punggung Reyhan. "Bukan? Oh Bapak atau Ibu ya yang sakit?" tebak Rayhan. Vina kembali menggeleng. "Bukan, Bang. Yang sakit Mbak Di--Dina," jawab Vina gagap. Hening. Reyhan seketika tampak rikuh. Wajar, membicarakan mantan istri bukanlah topik yang nyaman untuk dibahas. Istimewa membahasnya dengan mantan adik ipar.  "Oh," guman Reyhan singkat. Kalimatnya itu menginsyaratkan kalau Reyhan tidak ingin membahas masalah Dina lagi. "Bang Rey sendiri ngapain di sini? Demi membunuh Kecanggungan, Vina m
Baca selengkapnya

Chapter 8

"Lo beneran mau resign ya, Vin? Kenapa? Bukannya lo bilang kalo gaji di sini itu gede?" Suci membisikinya saat melihatnya tengah mengajari Ruby, penggantinya di perusahaan. Ruby sebenarnya adalah staff baru di divisi II. Rajata yang memilih langsung sebagai penggantinya. "Iya, Ci. Ntar deh pas makan siang di kantin gue ceritain semuanya," Vina balas berbisik. Suci mengangguk dengan air muka yang tidak puas. Wajar saja. Suci adalah teman terdekatnya di perusahaan. Pasti ia merasa heran, karena tidak ada angin, tidak ada hujan, ia tiba-tiba saja ingin resign. Istimewa Suci mendengarnya dari mulut Putri.  Setelah Aria menyobek two weeks notice resignationnya, ia memang langsung menemui Rajata, setelah ia membuat surat resign yang baru. Namun jeda waktunya berbeda. Jika sebelumnya ia membuat two weeks notice regisnation, maka kali ini ia membuat one weeks notice resignation saja. Ia berpikir, semakin cepat ia keluar dari perusahaan ini maka
Baca selengkapnya

Chapter 9

Vina menarik napas panjang beberapa kali, sebelum mengetuk ruang kerja Aria. Ia tahu, kemungkinan ia akan dibantai oleh dua naga sekaligus di dalam sana. Hanya saja ia tidak mengira kalau Aria kali ini akan berkolaborasi dengan Rajata.Apa yang terjadi, terjadilah. Bissmillahirohmanirohim! Vina mengetuk daun pintu. Ketika terdengar sahutan masuk dari dua orang secara bersamaan, Vina pun memutar pegangan pintu.Kedatangannya langsung disambut dengan air muka ganas dari Aria dan Rajata. Keduanya tengah membolak-balik beberapa dokumen penawaran tender, yang kemarin ia berikan pada Aria untuk ditandatangani."Selamat siang, Pak Aria, Pak Rajata." Vina menyapa dua atasannya sopan. Walau perasaannya saat ini tidak karuan, tapi ia berusaha menampilkan air muka tenang. Ia tidak ingin dua orang di hadapannya ini mengetahui kegamangannya."Duduk." Alih-alih membalas sapaannya, Aria langsung memerintahkannya
Baca selengkapnya

Chapter 10

"Ibu duduk dulu. Dengarkan Vina baik-baik. Setelah itu barulah Ibu boleh mengecam Vina, kalau menurut Ibu tindakan yang Vina ambil ini salah."Vina meraih bahu ibunya. Mendudukkannya pada sofa panjang satu-satunya, di samping ayahnya. Sementara dirinya sendiri duduk bersimpuh di hadapan kedua orang tuanya. Ia ingin memohon ampun atas kesalahan yang tidak sengaja ia perbuat. Ya, dirinya memutuskan untuk menceritakan asal muasal penyebab masalah ia resign atau dipecat, atau apapun sebutannya.Ia tidak mau menyembunyikan apapun pada kedua orang yang paling mencintainya di dunia ini. Ia mengerti tidak semua orangtua mampu bersikap bijaksana. Contohnya ya kedua orang tuanya ini, yang terlalu memanjakan kakaknya. Sehingga kakaknya tidak pernah mengerti apa yang disebut dengan tanggung jawab. Tapi mau bagaimana lagi. Orang tua tetaplah orang tua. Kasih mereka lebih besar dari seisi dunia."Bu, Ayah. Vina ingin minta maaf
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status