All Chapters of (bukan) Perempuan Biasa. (buku ketiga): Chapter 41 - Chapter 50

54 Chapters

Chapter 41

"Lain kali kamu jangan melakukan hal seperti itu lagi ya, Vin? Tiba-tiba menghilang tanpa kabar, dan tahu-tahu akan menikah saja. Ayahmu hampir saja membuat laporan ke pihak yang berwajib, sebelum akhirnya Rajata menelepon. Membuat kejutan sih boleh saja. Tapi jangan sampai keterlaluan seperti itu. Kamu membuat Ayah dan Ibu ketakutan setengah mati, Vina."Bu Misna mengomeli Vina. Setelah menghilang sekian lama karena menikah, untuk pertama kalinya anak dan menantunya pulang.  Melihat anak gadisnya dalam keadaan baik-baik saja, Bu Misna sangat lega. Tetapi tetap saja ada rasa jengkel di hatinya. Bu Misna teringat pada saat Vina menghilang beberapa bulan lalu. Dirinya, suaminya serta Suci kelabakan mencari keberadaan Vina. Suci menelepon ke semua teman Vina yang yang ia kenal, sementara suaminya menyusuri jalan-jalan yang biasa Vina lalui dengan  mengendarai gerobak bakso hingga tengah malam buta. Namun semua usaha mereka tidak membuahkan ha
Read more

Chapter 42

Vina berjalan hilir mudik di rumah kontrakan Suci. Pikirannya kacau karena terus menduga-duga hubungan antara Rajata dengan perempuan cantik tadi. Apalagi jika mengingat anak laki-laki kecil yang memanggil mommy pada wanita tersebut. Jangan-jangan anak laki-laki itu adalah anak mereka berdua. Terjebak oleh prasangkanya sendiri, Vina kian gelisah."Lebih baik lo duduk dulu, Vin. Ini minum dulu biar hati lo adem." Suci  menuntun Vina duduk di sofa. Setelahnya ia menggenggamkan segelas air dingin ke tangan Vina. Ia tidak menyangka kalau cuti yang ia ambil untuk mengajak Vina hang out akan berakhir seperti ini."Minum, Vin. Minum. Biar hati dan kepala lo dingin dulu," desak Suci lagi.Seperti robot, Vina meneguk  air dingin di dalam gelas hingga tandas. Setelahnya ia beranjak dari sofa, dan berjalan mondar-mondir dengan mulut komat-kamit.Suci menepuk keningnya. T
Read more

Chapter 43

"Ditiup-tiup dulu baksonya, Vin? Masa masih berasap begitu kamu telan saja? Apa tidak panas?" Rajata ngeri melihat istrinya melahap bakso seperti orang yang tidak makan seminggu. Padahal bakso tersebut masih mengeluarkan asap, pertanda masih sangat panas.  Saat ini mereka sedang makan malam. Vina tiba-tiba saja tidak berselera dengan menu yang dimasak oleh Ceu Titin. Vina ingin makan bakso. Baksonya juga bakso spesial. Yaitu Bakso Pak Kumis, gerai bakso ayahnya. Lebih tepatnya Bakso Pak Kumis cabang jalan Aksara, yang pulang perginya saja memakan waktu tiga jam. Itu pun kalau mengebut. Padahal ada gerai bakso yang sama, di mana lokasinya hanya lima belas menit dari kediaman mereka. Namun Vina bersikeras ingin bakso yang berasal dari gerai yang ada di jalan Aksara. Tidak boleh memakai jasa gojek lagi. Harus Rajata sendiri yang membelinya. Alhasil mereka baru bisa makan malam pada pukul sembilan malam, di mana rasa lapar Rajata sudah sampai di titik nadir.
Read more

Chapter 44

"Kak Dina apa kabar?" Vina menumpangkan tangan di atas jemari kakaknya. Mencoba memberi kehangatan pada tangan dingin Dina. Saat ini Vina tengah duduk di bangku panjang Rumah Sakit Jiwa, tempat Dina dirawat.  "Baik, Vin," jawab Dina lirih. Setelahnya Dina kembali membisu. Dina tidak mau memandang Vina. Namun Dina balas meremas jemari Vina erat di pangkuannya. Ada kegembiraan tak terucapkan dalam eratnya genggaman tangannya. Vian tersenyum lega. Dina tidak lagi menunjukkan penolakan terhadap sentuhan. Biasanya Dina menolak siapa pun yang mencoba berinteraksi skin to skin dengannya. "Tapi Mbak tidak betah di sini, Vin. Mbak kepingin pulang," keluh Dina sedih. Ia memang sudah sangat tidak betah di rumah sakit ini. Sebagian besar rekan-rekannya sangat agresif. Pemarah, suka memukul, terkadang mereka menangis dan tertawa secara bersamaan. Ia takut berdekatan dengan mereka semua. Makanya ia lebih memilih menyendiri, entah di kamar atau di tam
Read more

Chapter 45

Rajata tengah memeriksa laporan keuangan bulan lalu, saat ponselnya bergetar. Rajata melirik layar ponsel yang ia letakkan di atas meja. Pesan whatsapp dari nomor yang tidak dikenal. Rajata tidak mengindahkannya. Ia memang jarang memeriksa baik itu panggilan ataupun  chat dari nomor yang tidak ia kenal.  Namun ada satu hal yang membuatnya tertarik. Di layar ponselnya, nomor yang tidak dikenal tersebut mengirimkan beberapa file photo. Rajata menghentikan kegiatannya memeriksa deretan angka-angka di laptop. Ia membuka kacamata anti radiasinya. Mengusap mata lelahnya sebentar sebelum menjangkau ponsel di atas meja. Rajata sadar, bahwa siapa pun yang memberinya pesan ini bermaksud memancingnya agar membuka pesan. Dan si pengirim pesan asing ini berhasil. Ia tertarik membukanya.  Rajata menenangkan diri sejenak sebelum menekan kata sandi ponselnya. Menilik cara si pemberi pesan yang misterius seperti ini, pasti gambar atau chat apa
Read more

Chapter 46

Vina yang masih termenung dengan ponsel di tangan, kaget saat ponselnya kembali bergetar. Firasatnya mengatakan kalau Sarah kembali menghubunginya. Mungkin sarah ingin memamerkan keberhasilannya memikat Rajata. "Ha--" "Vina, ini saya. Dokter Lita dalam perjalanan menjemputmu. Kamu siap-siap ya? Sebentar lagi ia pasti akan sampai." "Menjemputku ke mana, Mas?"  "Ke rumah, Sarah. Saya akan menjelaskan semuanya nanti. Pokoknya kamu ke sini saja dulu."  Telepon kemudian ditutup saat terdengar suara manja Sarah menawarkan minuman. Benak Vina memikirkan kejanggalan dalam masalah ini. Rajata ke rumah Sarah. Namun Rajata juga memintanya menyusul ke sana. Kalau Rajata memang ingin menjalin hubungan kembali dengan Sarah, untuk apa Rajata memintanya datang bukan? Rajata pasti mempunyai rencana lain. Vina jadi penasaran karenanya. Vina bergegas ke kamar untuk me
Read more

Chapter 47

"Mas, coba jawab dengan jujur. Apa Mas tidak punya perasaan apa-apa setelah Mbak Sarah mengungkapkan soal kepergiannya dulu."  Setelah berkendara hampir lima belas menit lamanya, Vina mengungkapkan apa yang berkecamuk di dalam hatinya. Ia sudah tidak tahan diam-diaman seperti ini. "Tidak, Vin. Mungkin kalau dulu Sarah langsung mengatakan alasannya, saya bisa sedikit memahaminya. Karena Sarah toh tidak bisa memilih dari rahim siapa ia dilahirkan," jawab Rajata dengan pandangan lurus ke depan. Lalu lintas sore ini lumayan padat.  "Sedikit memahami," Vina mengangguk-anggukkan kepalanya. Pura-pura mengerti padahal ia kesal atas jawaban Rajata. "Itu artinya Mas akan menerima Mbak Sarah kalau dulu ia berterus terang tentang jati dirinya. Begitu ya, Mas?" cecar Vina lagi. Ia tidak puas dengan jawaban ambigu Rajata.  "Tidak seperti itu juga analoginya, Vin. Memahami bukan
Read more

Chapter 48

Vina meletakkan sendok dan garpu. Sebagai gantinya ia memindai Tante Rena dan Sarah dari atas ke bawah. Ia sudah sering mendengar sepak terjang Tante Rena. Namun ia sama sekali tidak pernah melihat sosoknya.  Untuk ukuran perempuan berusia awal empat puluhan Tante Rena ini terlihat awet muda. Nyaris seperti kakak adik dengan Sarah. Tidak heran karena usia mereka hanya berpaut tujuh belas tahun. Ditambah Tante Rena sangat fashionable, ia nyaris terlihat seumuran dengan Sarah. "Nama saya Davina Bagaskara. Jangan memanggil saya dengan sebutan hai hei hai hei begitu. Sakit kuping saya mendengarnya."  Rajata terkekeh. Tante Rena jumpa imbang kali ini. Vina ini berbeda dengan ibu dan juga adik perempuannya yang cenderung penakut dan labil. Sehingga mereka berdua gampang sekali dipengaruhi. Dulu setiap kali Tante Rena memamerkan keberhasilannya memikat ayahnya, ibunya paling hanya menangis pilu. Sementara Alana kecil
Read more

Chapter 49

"Jadi bagaimana Pak Aria? Bapak memilih di penjara atau melepaskan saham Bapak pada PT Karya Inti Mandiri ini pada Pak Raja?"  Hotman Marpaung Sarjana Hukum, memberikan ultimatum pada Aria. Saat ini dirinya bertindak sebagai pengacara Rajata, mewakili perusahaan. Aria telah terbukti melakukan korupsi dan switch pada perusahaan. Aria menggunakan uang perusahaan untuk kepentingan dirinya sendiri, serta meminta komisi pada perusahaan yang ia menangkan. Aria bekerjasama dengan Putri dan staff keuangan untuk menggelapkan sejumlah besar dana perusahaan.  "Ini semua akal bulus lo kan, Ja? Lo pengen melenyapkan gue dari perusahaan, makanya lo mengarang bebas seperti ini!" Aria mengamuk. Ia kalah selangkah dari Rajata. Ia terlalu santai hingga akhirnya lengah. Dan si Rajata brengsek ini menyerangnya dari segala arah. "Akal bulus?" Rajata mengernyitkan kening. Ia pura-pura berpikir keras sebelum melemparkan sebuah file d
Read more

Chapter 50

"Man, kayaknya kita sudah berjalan lebih dari lima belas menit. Tapi tidak ada apa-apa di sekitar jalan ini. Sebaiknya kita pulang saja, Man."  Vina mulai merasa ada yang tidak beres. Indra keenamnya mengatakan ada sesuatu yang salah di sini. Rasanya mustahil ada restaurant mewah di tengah-tengah perkebunan sawit begini. Sepanjang jalan yang mereka lewati hanya jalanan gelap nan sepi. Tidak ada tanda-tanda kehidupan apalagi rumah-rumah penduduk. Entah Rajata yang salah membagikan lokasi atau Arman lah yang salah jalan. Yang pasti Vina mulai tidak nyaman dengan keadaan ini. "Sabar sebentar ya, Bu? Sebentar lagi kita sudah sampai pada tujuan. Maafkan saya ya, Bu?" desah Arman lirih. Kesedihan terdengar dari nada suaranya yang lesu.  Vina mengernyitkan kening. Arman bilang apa? Sebentar lagi mereka akan sampai pada tujuan? Itu artinya Arman tahu tempat yang akan mereka tuju. Lantas mengapa Arman sepanjang jalan ta
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status