All Chapters of (bukan) Perempuan Biasa. (buku ketiga): Chapter 31 - Chapter 40

54 Chapters

Chapter 31

Sedari bangun tidur tadi, Vina sudah merasa tegang. Sebenarnya bukan hanya dirinya saja yang tegang, tetapi Rajata juga. Vina adalah saksi bagaimana Rajata terus membolak-balik posisi tidurnya. Ia hanya pura-pura tidur saja demi mengurai kecanggungan. Bayangkan, bagaimana awkwardnya situasi apabila mereka sama-sama tidak bisa tidur, tetapi tidak saling berbicara. Makanya ia mengambil jurus aman dengan berpura-pura tidur saja. Lama-kelamaan ia malah tertidur sungguhan.  Pada saat dirinya terbangun, Rajata baru saja keluar dari kamar mandi. Rambutnya masih setengah basah dengan bulir-bulir air yang menetes di ujung-ujungnya. Sehelai handuk putih tergantung di pinggulnya. Rajata baru selesai mandi dan sepertinya akan berpakaian. Mereka bertatapan sejenak sebelum sama-sama membuang pandang. Beginilah interaksi mereka apabila tidak ada mata dan telinga lain yang menyaksikan. Beraktivitas dalam diam dan hanya berbicara seperlunya. 
Read more

Chapter 32

Vina terbelalak saat melihat seseorang menusukkan sebilah pisau pada Rajata. Tanpa memikirkan apapun, ia segera berlari keluar dari pondok persembunyiannya.  Tolong lindungi Rajata, ya Allah! Vina menggumankan doa sepanjang kakinya berlari. Karena jaraknya mengintai tidak terlalu jauh dari warung, Vina tiba di depan warung dalam hitungan detik. Vina terkesiap. Bukan! Ternyata bukan Rajata yang terkena tusukan pisau. Sosok yang terkapar di lantai warung adalah laki-laki  berjaket tebal dan bertopi lebar yang ia amati tadi.  Vina takut. Namun ia penasaran dengan sosok yang kini tengah ditolong oleh Pak Mustiarep dan beberapa penduduk. Sementara Rajata berdiri kaku bagai patung. Tatap matanya kosong saat memandang orang yang telah menyelamatkan nyawanya. Sikap Rajata sangat aneh. Alih-alih membantu Pak Mustiarep, Rajata malah bersikap seperti orang linglung. Mengetahui kalau Rajata baik-b
Read more

Chapter 33

Rajata masih terpekur di atas tanah basah makam ayahnya. Sementara para pelayat satu persatu mulai meninggalkan makam. Kini hanya tersisa tiga orang di sana. Dirinya, Vina dan juga Pak Mustiarep. Tidak ada Tante Rena alias ibu tirinya di sana. Padahal biasanya ibu tirinya itu seperti ekor ayahnya. Selalu bersama ayahnya di mana pun dan kapan pun juga. Tante Rena terlalu takut kalau ia melewatkan aset-aset ayahnya.Namun sekarang, lihatlah. Perempuan perusak rumah tangga orang tuanya itu, sama sekali tidak menampakkan batang hidungnya. Tante Rena adalah perwujudan dari peribahasa ; senang kita nikmati bersama. Susah kamu hadapi sendiri saja."Apa Tante Rena tidak tahu kalau ayah meninggal, Pak Arep?" Rajata akhirnya membunyikan juga rasa penasarannya."Tahu, Pak Raja," sahut Pak Mustiarep singkat. Saat ini kepalanya penuh dengan pesan-pesan Ramdan. Ia harus segera meluruskan kesalahpahaman akibat kekeras
Read more

Chapter 34

Hari berlalu, waktu berganti. Tanpa terasa dua minggu sudah Pak Ramdan meninggalkan dunia ini. Dan selama dua minggu itu pula, Vina membantu Rajata melewati hari demi hari. Siang malam Vina selalu menemani Rajata. Pada mulanya mereka berdua tidak banyak berbicara. Vina mengerti, Rajata adalah type orang yang tidak bisa membagi susahnya. Semua hal akan ia pendam sendiri. Makanya Vina menemani Rajata dalam diam. Vina tidak berisik. Tetapi ia selalu ada saat Rajata membutuhkan dukungannya.Kesabarannya pada akhirnya membuahkan hasil. Rajata lambat laun mulai membuka diri. Walaupun kalimatnya pendek-pendek dan masih kaku, bagi Vina itu sudah cukup. Setidaknya ada peningkatan dalam hubungan mereka berdua. Mudah-mudahan setelahnya Rajata sadar, bahwa dirinya tidak seperti yang ia kira. Dirinya bukanlah seorang wanita penggoda, apalagi pembunuh Alana. Hubungannya dulu dengan Aria murni karena ketidaktahuannya akan status Aria.Vina mer
Read more

Chapter 35

Akhirnya ia kembali ke Jakarta. Saat ini dirinya dan Rajata tengah berkendara menuju apartemen Rajata. Selama di Jakarta, mereka berdua akan tinggal di sana. Namun Vina merasa bahwa kata mereka berdua itu hanya kamuflase belaka. Yang sebenarnya adalah dirinya sendiri yang akan tinggal di apartemen, sementara Rajata pulang ke rumahnya. Karena sesaat setelah berkendara, Vina mendengar Rajata menelepon ART-nya. Mengabarkan bahwa dirinya akan pulang ke rumah.  Dalam diam Vina mengamati banyak hal. Salah satunya adalah Rajata enggan kalau rumah masa kecilnya dihuni oleh orang lain. Rajata memang tidak mengatakannya. Namun dengan dititipkannya dirinya di apartemen, sudah menjawab semuanya. Rajata tidak ingin membagi masa lalu bersamanya.  Ketika melewati jalan Thamrin, Vina membuka kaca jendela mobil. Dulu ia kerap melewati jalan ini. Berlalu lalang setiap pagi dan sore. Pagi, saat ia sesekali ikut bersama ayahnya mengecek bahan-bahan ya
Read more

Chapter 36

"Selamat ya, Vina, Raja. Akhirnya lo punya generasi penerus juga. Padahal gue pikir lo bakalan jadi bujang lapuk abadi setelah dighosting Sarah." Mendengar kalimat dokter Lita, Vina yang bermaksud menerima jabat tangan sang dokter, mematung sesaat. Beberapa detik kemudian baru ia membalas jabat tangan dokter Lita.Hening. Dokter Lita tersenyum rikuh. Ia memandang Rajata dengan tatapan meminta maaf."Mulut lo dari dulu memang nggak pernah terdidik ya, Ta?" sembur Rajata kesal. Inilah hal yang membuatnya tidak nyaman mempertemukan Vina dengan teman-teman lamanya. Mereka terkadang suka kelepasan berbicara."Sorry... sorry... itu hanya intermezzo ya, Vin? Jangan dianggap serius. Intinya kandungan kamu baik. Usianya lima minggu dan sudah masuk kantong." Dokter Lita dengan luwes mengubah topik pembicaraan. Vina mengangguk. Ia menghargai usaha dokter Lita yang masih
Read more

Chapter 37

Semakin mendekati gedung kantor, perasaan Vina semakin tidak karuan. Berbagai macam perasaan berkecamuk dalam benaknya. Ia mengkhawatirkan rumors miring yang akan menyerbu  kantor, apabila melihat kehadirannya. Istimewa ia datang bersama Rajata. Padahal sudah menjadi rahasia umum, kalau hubungannya dengan Rajata di masa lalu, bagaikan kucing dan anjing. Mereka akan saling mencakar satu sama lain jikalau ada kesempatan. Kabar dirinya dipecat secara tidak hormat oleh Rajata juga telah terdengar di seluruh penjuru kantor. Dan kini melihat mereka berdua bersisian masuk ke dalam gedung, pasti membuat pikiran mereka travelling.Saat ini ia sedang berkendara dengan Rajata ke kantor. Pada pukul sepuluh pagi nanti, Rajata akan menghadiri sidang Aria. Sementara ada beberapa client penting yang akan menyambangi kantor. Rajata memintanya mewakili dirinya sebagai istri pemilik perusahaan untuk menjamu klien-klien penting itu. Vina
Read more

Chapter 38

"Briefing pagi ini akan saya mulai dengan memperkenalkan istri saya pada kalian semua, yaitu Ibu Davina Bagaskara. Saya yakin kalian semua telah mengenal Ibu Vina dengan baik saat menjadi salah satu staff di kantor ini... dulu." Rajata sengaja menekankan kata dulu, demi memperjelas maksud yang tersirat dalam kalimatnya."Setelah saya memperkenalkan Ibu Vina secara resmi sebagai istri saya, saya harap rekan-rekan sekalian memperlakukan Ibu Vina selayaknya memperlakukan istri seorang pimpinan," tegas Rajata."Saya tidak mau mendengar adanya rumors yang tidak sedap tentang istri saya, dalam hal apapun. Ini kantor. Maka selayaknya rekan-rekan sekalian ada ke sini untuk bekerja. Titik.  Jikalau saya mendapati rekan-rekan sekalian melanggar apa yang sudah saya tegaskan tadi, maka saya akan memberi sanksi. Sanksi itu bisa berupa teguran, SP 1, SP2 hingga pemecatan secara tidak hormat."Selama
Read more

Chapter 39

"Selamat datang, Bu Sharen, Pak Andy, Pak Kevin, Pak Ghifari. Mari silakan masuk." Setelah menimbang-nimbang sejenak Vina, memutuskan untuk bersikap apa adanya saja menghadapi Ghifari. Tidak ada gunanya juga pura-pura tidak saling mengenal. Ia akan menunjukkan pada Ghifari arti sebuah kedewasaan. Selain itu ia ingin Ghifari tahu bahwa dirinya tidak takut padanya.  "Wah, Bu Vina sudah mengenal Pak Ghifari rupanya. Jadi saya tidak perlu susah-susah memperkenalkan kalian lagi bukan?" Sharen tertawa anggun khas sosialita. Tawa seperti ini memiliki banyak makna. Vina belum bisa menebak arti tawa Sharen. Oleh karenanya ia hanya membalas dengan senyum tipis saja. "Bukan hanya kenal, Bu Sharen? Tapi sangat kenal. Iya kan, Din, Eh Vin?" imbuh Ghifari dengan suara di hidung.  Ghifari sengaja pura-pura salah menyebut namanya. Ia menyapa Dina alih-alih Vina. Kini Vina sudah bisa menebak maksud kedatang
Read more

Chapter 40

Vina berdiri gelisah di depan ruangan kerja Rajata. Semenjak pulang dari persidangan, Rajata sangat murung. Di kantor tadi, Rajata menjemput dan memintanya beristirahat saja di rumah. Alasan Rajata, ia takut kalau dirinya kelelahan. Setelah mengantarnya pulang ke rumah, Rajata kembali lagi ke kantor dan baru pulang pada pukul sepuluh malam. Itu pun Rajata langsung masuk ke ruang kerja dan tidak keluar-keluar lagi. Biasanya setelah pulang kantor, Rajata akan membersihkan diri dan makan dulu. Baru ia bekerja di ruangannya.Kini sudah pukul dua dini hari, namun Rajata belum juga keluar dari ruang kerjanya. Tidak biasanya Rajata seperti ini. Pasti telah terjadi sesuatu di persidangan, sampai Rajata mengurung diri seperti ini.Melihat keadaan Rajata yang seperti ini, Vina tidak berani mengusiknya. Padahal Vina sangat ingin mengetahui hasil dari persidangan tadi. Menilik dari bahasa tubuh Rajata, Vina menduga kalau hasilnya pasti tidak baik. Makanya
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status