Semua Bab Cundhamani (Panah Api): Bab 181 - Bab 190

228 Bab

181. Prajurit Candikapura

“Bedebah!”Kata terakhir yang keluar dari mulut berlumur darah mantan punggawa Astagina itu. Bukan pedang yang menusuk tubuh, bukan pula tebasannya yang memisahkan kepala dan tubuh. Prajurit Candikapura itu lebih memilih mencabut paksa anak panah yang menembus dada, hingga dada pria itu berlubang, hancur terkait mata panah.Rara Anjani bahkan sempat berpaling. Tak sanggup melihat pemandangan mengerikan itu. Namun tak ada ekspresi apa pun di wajah prajurit Candikapura. Ia tetap berlaku seperti tak pernah ada kejadian kejam yang ia lakukan.“Gusti, apa yang terjadi dengannya?” tanya prajurit itu begitu sampai di sisi Rara Anjani.“Kau sepertinya paham banyak tentang panah. Apakah panah yang menancap di punggung kekasihku ini bisa dikeluarkan?” tanya Rara Anjani. “Dia harus segera diberikan pertolongan pertama.”Prajurit Candikapura itu mendekat. Memeriksa keadaan Arya sejenak sebelum kemudian perhatiannya tercurah pada anak panah yang menembus punggung pemuda yang memberinya benda keema
Baca selengkapnya

182. Arya Dalam Bahaya

“Kau tetap di sini selama aku mengobati Arya! Banyak yang ingin aku tanyakan padamu nanti!” ujar Ki Bayanaka dan segera memulai pengobatan tanpa menunggu persetujuan prajurit Candikapura itu.Pria tua yang kini menjadi penasihat raja itu memulai pengobatan dengan membuat kondisi Arya stabil. Telapak tangan kanannya menyentu dahi Arya, sedang tangan kirinya di dada. Tepat di atas mata panah yang menembus dada pemuda itu.Aura biru muncul di kedua telapak tangan Ki Bayanaka. Beberapa masa kedua telapaka tangan itu tetap di sana. Hingga perlahan wajah Arya kembali menghangat. Tak lagi dingin dan pucat seperti sebelumnya. Prajurit Candikapura itu memandang prosesi pengobatan dengan takjub.“Apa kau punya senjata tajam?” tanya Ki Bayanaka pada prajurit Candikapura yang mematung menyaksikannya.“Oh, ada.” Prajurit itu menyodorkan sebuah belati dari pinggangnya. “Hanya ini yang yang tersisa, Ki. Semua senjataku sudah disita oleh prajurit penjaga di luar.”Ki Bayanaka menerima belati bersarun
Baca selengkapnya

183. Menyelamatkan Arya

Tak ada yang bisa dilakukan Ki Bayanaka selain menunggu kedatangan Jenar. Besar kemungkinan anak panah itu mengenai jantung Arya. Dan untuk menyembuhkannya, pria tua itu membutuhkan bantuan putrinya untuk menyangga daya hidup Arya, sedang Ki Bayanaka melakukan pembedahan.Sembari menunggu, Ki Bayanaka hanya mampu untuk memberikan energi yang menjaga daya hidup Arya, tidak lebih. Karena bila dipaksakan melakukan dua aktivitas besar sekaligus, bisa saja membahayakan dirinya sendiri.“Apa yang terjadi, Ayahanda?” seru Jenar begitu masuk ke dalam bilik patih dan mendapati Arya terbaring tak berdaya. Luka menganga di dadanya semakin membuat gadis itu panik.“Jadi ini raja Astagina yang baru? Ia masih begitu muda dan cantik. Pantas saja dia dikelilingi orang-orang istimewa!” batin prajurit Candikapura. Kecantikan Jenar memang berkali-kali lipat semenjak ia naih tahta.“Gantikan Ayah! Ayah akan melakukan pembedahan!” seru Ki Bayanaka dengan wajah tak kalah paniknya.Jenar tak mau lagi bertan
Baca selengkapnya

184. Kegagalan

Rara Anjani menghentikan tungkainya. Kemudian ia mundur dan menyembunyikan tubuhnya di ambang pintu ruang pribadi Patih Astagina itu. Sungguh ia tak kuasa melihat Arya dipeluk oleh Jenar. Rasanya sungguh menderita, nyaris serupa rasanya saat dilecehkan oleh mendiang Prabu Ranajaya.“Apa ini? Mengapa rasanya begitu sakit? Mereka bibi dan kemenakan, bukan?” batin Rara Anjani. Dari sela-sela daun pintu, ia masih dapat menyaksikan Jenar melerai pelukannya dan mulai berbincang ringan dengan Arya.Arya tampak tersenyum kecil. Pemuda itu memang menyadari kehadiran kekasihnya. Namun tak bisa berbuat banyak karena tak mungkin meminta seorang raja untuk pergi, padahal masih begitu antusias berbincang dengannya.“Syukur lah kau sudah sadar,” lirih Jenar dengan senyum indah mengurai di bibirnya.“Terima kasih sudah membantuku, Bibinda,” balas Arya. Wajah mereka berdua begitu dekat. Arya bahkan mampu melihat perubahan-perubahan dan tambahan riasan di wajah cantik Jenar.“Kau ini bicara apa? Selain
Baca selengkapnya

185. Pertarungan Dua Pecundang

“Kau tak punya kedudukan lagi. Juga dikhianati oleh orang yang kau anggap kakak. Dan kau masih merasa memiliki kekuasaan?” hardik Sakuntala tepat di hadapan wajah Prabu Warasena. “Bahkan rakyatmu sendiri tak sudi memiliki raja macam kau ini!”“Bedebah!” Prabu Warasena menampik tangan Sakuntala yang mencengkeram lehernya. Ia merasa pria pincang ini begitu jumawa, padahal ia sama sekali tak memiliki kekuatan yang mumpuni. Pun begitu dengan para pengikutnya.“Kau hanya sebatang kara, Warasena!” bentak Sakuntala setelah pria yang menganggap dirinya masih seorang prabu itu berjalan menghindar.“Lebih baik aku sebatang kara dari pada harus menghamba kepada pecundang macam kau!” balas Prabu Warasena. Ia mulai menyadari keputusan bergabung dengan Sakuntala adalah keliru.“Oh ya? Bukan kah pecundang ini lah yang menyelamatkanmu kemarin? Jika tak ada aku, kau kini sudah mati, Warasena!” timpal Sakuntala.“Hmm, begitu ya? Jika tanpa orang-orang bodoh di belakangmu ini, kau hanya lah pria cacat b
Baca selengkapnya

186. Selera

Ratusan pria dan pemuda dari berbagai desa di sekitar Astagina berkerumun di arena latih. Tempat yang beberapa waktu lalu di datangi Arya bersama pemuda-pemuda desanya untuk dilakukan Uji Penanda. Namun kali ini berbeda, tak ada paksaan. Mereka datang secara sukarela.“Kau ingat sesuatu, Arya?” tanya Jenar sembari mengukir senyum di bibir tipisnya. Hidung mancung dengan wajah berias cantik itu yang kini tengah dinikmati Arya.“Ya, tentu saja, Bibinda. Karena aku salah satu yang terkena cairan tinta paling banyak, bukan?” jawab Arya setengah tertawa. Begitu juga dengan Jenar. Dia gadis cantik yang memanah kantung berisi cairan tinta.“Siapa yang menyangka kau lah Ksatria Cundhamani dan kini sudah menjadi Patih Astagina!” seloroh Jenar masih terus tertawa memperlihatkan deretan giginya yang putih pualam.“Terlebih kau, Bibinda. Siapa yang menyangka kau akan menjadi Raja,” balas Arya. Mereka berdua berdiri di lantai dua istana menghadap arena latih prajurit pemula.“Ya, ini lah takdir ya
Baca selengkapnya

187. Titik Terang

Di sisi arena latih bagian utara, prajurit Candikapura yang menolong Arya tengah terpaku. Ia menatap prajurit-prajurit Astagina latih tanding menggunakan pedang. Banyak perbedaan yang ia rasakan mulai dari gerakan dasar sampai lanjutan. Beberapa yang lebih baik coba ia duplikasi. “Mengapa tak kau coba latih tanding dengan prajurit Astagina?” sapa Arya sekaligus membuyarkan lamunan pria itu. “Gusti, Patih!” hormat prajurit itu. “Hamba tak berani, Gusti.” “Oh ya, sejak kemarin kau sudah berada di Astagina dan aku tak tahu siapa namamu,” Arya menjajari tubuh prajurit Candikapura itu yang berdiri tepat di bawah pohon rindang. “Hamba Danapati, Gusti,” jawab pria itu menunduk. Tubuhnya yang lebih tinggi dari Arya mencoba ia rendahkan agar Patih Astagina itu tak mendongak manakala menatapnya. “Namamu tak seperti nama seorang prajurit, Danapati. Apa kau masih keturunan punggawa Candikapura?” tanya Arya yang langsung membuat Danapati terkejut. “Ah, tidak. Itu hanya kebetulan, Gusti. Mungk
Baca selengkapnya

188. Peninggalan

Prabu Warasena, Sakuntala dan puluhan orang mantan punggawa Astagina sudah tiba di sebuah penginapan tua tempat para pedagang perak dan tembaga bermalam. Namun seiring dengan kematian Ki Wungkung, tempat ini jadi terbengkalai. Meski jauh lebih baik dari pada bermalam di goa berhari-hari.Semua orang bebas memilih kamarnya masing-masing. Sedang Prabu Warasena berkujung ke ruang usang milik gurunya, tempat biasa Ki Wungkung bermeditasi. Ia ingin mendapatkan tanda atau pun wangsit bagaimana caranya tetap dapat mengendalikan perdagangan perak dan tembaga meski Candikapura sudah tak ada lagi.“Hendak kemana kau, Warasena?” tanya Sakuntala yang rupanya mengekori pria itu.“Kau melupakan sesuatu, Sakuntala!” ujar Prabu Warasena dingin.“Huh, tanpa istana dan rakyat mana mungkin kau menjadi raja!” omel Sakuntala, namun masih terus mengekori pria berselir sembilan itu.“Sama sepertimu, bagaimana mungkin orang yang tak memiliki raja mengaku sebagai Senopati?” ledek Prabu Warasena.“Kau benar,”
Baca selengkapnya

189. Sepupu

“Raden?” Jenar menganga tak mengerti apa yang dibicarakan Arya tentang prajurit Candikapura yang belakangan diketahui bernama Danapati.“Gusti Sri Maharani, benar kah Gusti adalah Putri dari Dewi Kaniraras?” tanya Danapati dengan tatapan yang sama tak percayanya dengan Jenar. Sedang Arya mulai diam dan memilih menyingkir membiarkan dua orang itu saling mengenalkan silsilahnya.“Ya, aku putri Dewi Kaniraras meski aku sama sekali tak dirawat olehnya,” jawab Jenar gamang. “Lalu siapa kau? Mengapa Patihku menyebutmu Raden? Apa hubunganmu dengan Prabu Anarawan?” cecarnya.Danapati mendadak terdiam. Ia tak percaya akan mendapatkan sebuah kenyataan baru di Astagina. Gadis cantik Raja Astagina di hadapannya ternyata masih memiliki hubungan darah dengannya. Namun ia ragu apakah Jenar akan percaya.“Dewi Kaniraras adalah putri kedua Prabu Anarawan. Beliau memiliki seorang kakak dan seorang adik laki-laki. Sang Putra Mahkota, Pangeran Balarawan dan Raden Bagaskara,” terang Danapati.“Lantas?” ta
Baca selengkapnya

190. Rencana Untuk Kertajaya

Danapati, Arya dan Sanggageni saling berpelukan. Sudah diputuskan cucu Prabu Anarawan Raja Candrapurwa itu akan bergabung dan tinggal di Astagina. Meski belum bisa dipastikan apakah ia mengemban sebuah jabatana atau tidak.Tak ada yang lebih bahagia dari pada Jenar. Belum lama ia memangku jabatan sebagai Raja Astagina, ia sudah menemukan saudara dari jalur ibundanya. Padahal gadis itu dan Arya baru saja akan merencanakan pencarian. Kerinduan akan keluarga besarnya usai sudah.“Raden, apa kau sudah punya rencana untuk Candikapura?” tanya Sanggageni di beranda istana untuk pria yang semula menyamar sebagai prajurit itu.“Kakanda Sanggageni, cukup panggil aku Danapati. Kakanda pun tak enak jika aku panggil Tuan Penasihat, bukan?” kilah Danapati. “Sampai sekarang aku belum punya rencana apa pun dengan reruntuhan Candikapura, mengingat Prabu Warasena pasti akan mempertahankannya dari suatu tempat.”“Ya, aku sendiri tak menyangka bahwa sesungguhnya hubungan Astagina dan Candrapurwa begitu d
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1718192021
...
23
DMCA.com Protection Status