Home / All / Ms. Manager And Her Brother / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Ms. Manager And Her Brother: Chapter 1 - Chapter 10

130 Chapters

Ethan Pulang

Sinar matahari menyengat kulit orang-orang yang berkerumun di jalanan Kota G. Baru saja terjadi sebuah kecelakaan tunggal. Korbannya adalah seorang pengendara sepeda motor. Di antara kerumunan itu, seorang pria berwajah tirus dengan potongan rambut undercut, berpakaian musim dingin sedang berjongkok di samping pria yang menjadi korban kecelakaan tunggal. Dengan sigap, pria itu memeriksa pupil korban. Saat dia merasakan terjadi pendarahan pada bagian lengan korban, dia segera memposisikan lengan korban lebih tinggi dari jantung. “Seseorang, tolong panggilkan ambulans!” teriakknya ke arah kerumunan. Beberapa dari mereka kemudian mengeluarkan smartphone secara bersamaan.“Cukup satu saja yang panggil ambulans!” Pria itu membentak. Melihat reaksi dari mereka yang menggenggam smartphone kuat-kuat, dia lantas merebut salah satu ponsel dari tangan wanita berpakaian kantoran. Menekan tombol kemudian berkata setelah sambungan terhubung“Halo, ambulans. Telah terjadi kecelakaan lalu lint
Read more

Sambutan Ethan Kepada Rosie

Rosie Sarfosa  duduk di kursi hidrolik  sambil melipat tangan ke dada. Wanita berparas oriental itu sudah menginjak usia dua puluh sembilan tahun beberapa bulan lalu. Usia yang tidak bisa dikatakan tua dalam menduduki jabatan manajer. Hari ini, dia sedang memusatkan fokus sampai dahinya mengerut dalam memikirkan rencana pemasaran untuk Youth Serum, sebuah produk kecantikan yang baru saja launching sebulan. Sesekali dia membuka laporan penjualan di dalam layar komputer. Tangan dengan jari lentik itu lihai memainkan tetikus sambil menggigit ibu jari kanan yang lentik kemudian mereview satu persatu grafik penjualan produk.   Tidak hanya itu yang Rosie lakukan, Rosie juga mencatat hasil review di notebook dan menyiapkan presentasi untuk rapat direksi. Hal itu selalu dilakukan Rosie setiap awal dan akhir bulan. Belum lagi urusan lainnya seperti menetapkan tujuan dan sasaran jalannya operasional perusahaan. Setiap strategi penjualan kepada konsumen pun
Read more

Dilarang Merokok di Apartemen Rosie

Kerlap-kerlip lampu kota membuat pesona kota semakin indah, menawan. Dari balkon, kendaraan yang lewat di jalan tol bak kunang-kunang yang merayap di tanah. Empat tahun di Jepang membuat Ethan merindukan kota kelahirannya itu. Seakan tidak puas dengan pemandangan malam Negeri Sakura yang sudah setiap hari dia lihat. Ethan mengingat baik-baik kata orang, “Seburuk-buruknya negeri sendiri tetap saja tempat paling nyaman untuk hidup.” Berbekal cangkir di tangan kirinya, Ethan menikmati suguhan kota yang memanjakan mata. Sesekali dia meneguk kopinya kemudian mengeluarkan bungkus rokok dari kantong celana. Mengeluarkan sebatang dari kotaknya. Melepit diantara gigi seri atas dan bawah. Ibu jarinya menekan pemantik untuk menyulut ujung rokok. Dihisapnya pelan-pelan, dikebulkannya asap tipis dari lubang hidung. Tidak ada yang bisa mengalahkan kenikmatan seperti itu dalam kehidupan para pecandu nikotin. "Kamu akan masuk angin kalau lama-lama di luar!" Suara Rosie dari ruang tamu mengagetk
Read more

Beres-Beres Kamar Rosie

       Matahari pagi merangsek masuk menembus kaca jendela kamar Rosie yang gordennya lupa dia tutup.  Semalam, Rosie terlalu lelah dengan lemburnya jadi, wanita itu langsung melempar badan ke king size dan langsung terlelap begitu badannya merasakan kenyamanan king size.      Setelah selesai mematut diri di depan cermin Rosie sudah siap berangkat dengan setelan blazer putih dan celana kain berwarna senada. Di Balik blazer itu, dia hanya mengenakan kemeja warna krim.  Hanya dengan berpakaian kerja seperti itu saja, wanita itu tampak berkarisma. Tidak dapat dipungkiri lagi aura seorang leader menguar dari dirinya.     Derap sepatu heels beradu dengan permukaan lantai saat dia keluar dari kamar. Matanya lantas menyoroti Ethan yang masih pulas di atas sofa dengaan selimut tipis warna biru langit. Membiarkan adiknya seperti itu, Rosie melenggang ke balik konter dapur. Menarik lim
Read more

Mario Yang Tersulut

"Papa udah bilang kan, kamu harus lebih tekun lagi jadi supervisor!"   Mario duduk tertunduk di hadapan ayahnya. Pria berdarah Jepang itu menciut di hadapan pria paruh baya sekaligus ayahnya. Harwan Minoru, begitulah pria paruh baya itu dipanggil. Sebagai presiden direktur Absolute Beauty Chemical, Harwan adalah pria yang tegas dalam kepemimpinanya. Ketegasan itu berlaku juga untuk Mario, Sang Putera Tunggal.       Perusahaan kosmetik itu Harwan bangun dari titik nol bersama dengan sahabatnya yang sudah meninggal. Di usia senja Harwan  seharusnya sudah pensiun dan menyerahkan perusahaan itu kepada Mario. Akan tetapi, tidak juga kunjung serah jabatan itu diberikan kepada Sang Putera. Alih-alih menggantikan dirinya, Pak Harwan malah meletakkan Mario sebagai supervisor pemasaran bersama dengan Rosie.      Pak Harwan melengos, beranjak dari posisinya mendekat ke Jendela. “Kalau begini terus, kamu gak
Read more

Cinta Kandas

“Ada apa, Mario? Kenapa kamu mendadak marah begini?” Rosie kebingungan dengan tingkah Sang Kekasih yang tiba-tiba saja murka. “Kamu yang kenapa!” bentak Mario. Rosie berdiri dari tempat duduknya. Mencoba menenangkan Mario yang mendadak marah. Dada pria itu kembang kempis, memandang wajah Rosie penuh amarah. “Tenang dulu, sebenarnya ada apa?” “Kamu gak perlu nanya kenapa. Jujurlah, Rosie. Kamu mendapatkan posisi ini karena penghiburan yang kamu berikan pada papaku, kan?” Mario meminta penjelasan. Rosie menggelengkan kepala sembari berkata, “Itu gak benar. Kamu seharusnya percaya dengan kemampuanku ini. Lihatlah hasil kerjaku! Aku dan tim pemasaran yang bekerja keras untuk ini. Bahkan produk perawatan wajah pria-,” “Sudah cukup, Rosie! Aku tidak mau mendengar penjelasanmu lagi. Jika kamu memang tidak melakukan “penghiburan” untuk mendapatkan jabatan manajer, buktikan padaku bahwa itu tidak benar!” tuntut Mario. “Bukankah kamu yang seharusnya paling percaya padaku? Bukankah
Read more

Gadis Penjual Burger : Yunri Han

Hari kamis yang sedikit gerimis tidak menyulutkan semangat Tirta dan Yunri untuk memarkir lapak mereka di pinggir jalanan kota G. Diantara pedagang kaki lima yang setiap hari buka, lapak merekalah yang terlihat paling mencolok. Mobil Van putih yang dimodifikasi menjadi sebuah stand burger berdiri di deretan pedagang kaki lima itu. “Kayaknya, hari ini akan sepi deh!” Tirta mengeluarkan kepalanya dari konter dagangan, memandang ke langit dengan wajah masam. “Ini masih gerimis, belum juga badai,” sahut Yunri yang sedang sibuk dengan pekerjaannya mengelap meja. Yunri Han, itulah nama lengkap gadis itu. Usianya bulan lalu baru saja menginjak usia dua puluh lima tahun. Dia besar di panti asuhan bersama dengan Tirta, teman sepenanggungan yang sudah dia anggap seperti seorang kakak sendiri. Yunri sebenarnya bukan anak yatim-piatu, desas-desus bahwa orang tuanya masih hidup sempat terdengar di telinganya. Akan tetapi, Yunri bukannya memilih mencari tahu kebenaran kabar itu, dia lebih
Read more

Ambisi Rosie

Ruang Presdir terlalu luas hanya untuk dua orang manusia saja di siang itu. Rosie bahkan harus membiarkan waktu makan siangnya molor sedikit hanya untuk bertemu dengan Pak Harwan yang tengah duduk di belakang mejanya. Pria berbadan tambun itu menyatukan kedua tangannya dengan tatapan yang tertuju ke arah Rossi, menunggu penjelasan Rosie. "Karena Youth Serum masih tergolong produk baru, mungkin akan kalah dengan pesaing di pangsa pasar, tetapi kami dari akan berusaha agar dalam waktu dua bulan Youth Serum diiterima oleh kalangan muda.” Mendengar pejelasan Rosie, Pak Harwan melengos asal-asalan. “Inilah yang saya suka dari kamu. Muda dan penuh optimisme.” Ujung bibir Rosie melengkung ke atas, mendengar pujian sang Presdir. “Terima kasih,” ucap Rosie. Pak Harwan beranjak dari tempat duduk, mendekat ke jendela dan memandang keluar. Pemandangan gedung pencakar langit dan kota tampak jelas dari kantornya itu. “Kenapa kamu membatalkan pernikahan dengan Mario?” tanya Pak Harwa
Read more

Ganti Rugi Buku

Matahari tampak malu-malu menunjukkan dirinya di balik awan putih yang menggantung di langit Kota G. Hari Minggu membuat jalanan sedikit lenggang. Sebagian warga kota melepaskan penatnya di akhir pekan untuk sekadar berjalan-jalan atau menikmati family time setelah seminggu dijejali pekerjaan apapun profesi mereka. Tidak kecuali dengan Ethan, selepas membersihkan diri dan mengganti piyama dengan kaos rumahan dan bahawan celana pendek kasual, dia pergi dari apartemen Rosie sekadar untuk menikmati udara di luar. Dengan segelas es kopi seharga sepeluh ribuan yang dia beli dari kedai jalanan. Tangan kiri Ethan memegang es kopi sementara, tangan kanannya asik memainkan smartphone. Bruk! Pandangan Ethan baru teralihkan ketika dia menyadari seorang gadis sudah terkulai di trotoar, di dekat gadis itu sebuah buku yang tampak baru kotor, sampul hingga setengah bagian dari buku itu basah karena tumpahan es kopi milik Ethan. “Ish, jadi rusak gini!” Buru-buru gadis itu m
Read more

Sebait Sajak

“Aku sudah ganti rugi bukumu, loh. Rawat dengan baik!” ucap Ethan sembari keluar dari toko buku. “Ma-makasih!” “Cuma makasih?” Ethan melipat tangan ke dada. “La-lalu mau apa lagi?” “Es kopiku gimana?” tanya Ethan. Yunri tidak kaget, seperti dugaan sebelumnya, persis yang dia bayangkan terhadap Ethan. Pria di hadapannya itu akhirnya meminta hal yang setimpal. “Kalau aku harus ganti es kopimu juga, aku gak akan mau kamu belikan buku pengganti!” protes Yunri. Yunri merogoh saku celananya. Berharap mendapatkan uang dari tiap kantung yang melekat di badannya. Seingatnya, dia mendapat kembalian dari pembelian buku yang sudah dirusak Ethan, tetapi harapannya sirna. Tidak ada sesuatu yang dia dapat sebagai alat tukar selain uang koin perak pecahan lima ratus rupiah. Jumlahnya tidak lebih dari enam keping atau setara dengan tiga ribu rupiah kalau ditotal. “Aku gak pegang uang saat ini!” ucap Yunri jujur. Ethan melengos asal-asalan. “Gak apa, aku hanya bercanda aja. Bye!
Read more
PREV
123456
...
13
DMCA.com Protection Status