Home / All / Ms. Manager And Her Brother / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Ms. Manager And Her Brother: Chapter 31 - Chapter 40

130 Chapters

Form Survey

Pukul setengah lima sore, tiga puluh menit sebelum jam pulang Rosie kembali ke ruang kerjanya. Buru-buru dia mengemas laptopnya dan kembali keluar untuk mengumpulkan anggota departemen pemasaran. “Semuanya, mohon kumpul sebentar!” perintah Rosie. Mendengar perintah Sang Manajer, orang-orang dari departemen pemasaran itu langsung membentuk setengah lingkaran. “Besok, kita akan melakukan survey di beberapa titik tentang Youth Serum. Hari ini saya akan menyiapkannya. Jadi, mohon bantuannya untuk besok.” “Tapi, Bu. Produk yang sudah ditarik akan kita apakan?” tanya salah seorang wanita berpakaian formal berwajah agak tirus yang usianya masih terbilang muda. “Kita akan gunakan beberapa untuk tester.” “Bagaimana dengan pembandingnya?” “Kita akan siapkan untuk produk dari Nature Chemical yang diklaim sebagai tandingan.” Rosie menjawab pertanyaan sebelum membubarkan timnya. “Itu saja. Mohon bantuannya besok. Waktunya tinggal lima belas menit lagi, silakan bersiap untuk pulang. Terima
Read more

Survey Dimulai

Matahari pagi sudah sangat menyengat pagi itu, meski pun masih jam sepuluh Rosie dan beberapa staf dari departemen pemasaran langsung bekerja menebar survey. Mereka memilih tempat di dekat burger van milik Tirta. Bukan tanpa alasan Rosie memilih tempat itu. Selain tempatnya agak ramai, tempat itu adalah jalur pejalan kaki yang biasanya didominasi oleh wanita kantor untuk berjalan kaki menuju tempat kerja mereka masing-masing. Rosie pun ikut andil dalam menyebarkan survey, dia tidak berdiam diri atau mengawasi. “Mohon bantuan untuk isi survey!” begitulah ucapan mereka kepada orang-orang yang lewat seraya menyodorkan selembar kertas yang berisi pertanyaan. Ada yang menolak dan ada juga yang merelakan waktunya sebentar untuk mengisi survey. Entah hari ini beberapa departemen pemasaran terkesan membuang-buang waktu, tapi ini juga adalah hal penting alih-alih menghabiskan waktu kerja di depan layar laptop. Kegiatan mereka mendapat perhatian dari Yunri dan Tirta saat mereka sedang r
Read more

Gara-Gara Ethan II

Ethan bukannya membagikan kuesioner itu kepada orang-orang di jalanan, dia malah kembali ke apartemen kakaknya. Duduk di sofa yang telah ia jadikan tempat tidur sejak menetap di apartemen itu. Ethan mengeluarkan tablet dari dalam tas kecil. Sudah lama dia tidak menjamah gadget itu. Menyalakannya lalu gambar produsen pun muncul untuk beberapa detik, setelah itu barulah masuk ke layar. Ethan membuka goodle formulir, mengetik ulang semua pertanyaan di lembar kertas ke dalam lembar formulir digital. Dia baru saja mendapatkan inspirasi itu saat melihat sseseorang memainkan gadget sambil menikmati minuman di kedai Tirta tadi. Ethan nyaris lupa, kalau di era digital semua bisa dilakukan online tanpa harus mencetak dan membuang-buang kertas, lebih ramah lingkungan. Hampir sekitar dua puluh menit, Ethan selesai menyalin kuesioner dari kertas itu ke dalam format digital. Langkah terakhir yang harus dia lakukan adalah menyebar tautan kuesioner. Pertama-tama dia menyebar kan ke grup chat
Read more

Kesempatan Dalam Masalah

Rosie tersadar dari lamunannya. Meskpipun dia merasa getaran di dada, tatapan Lee yang penuh arti itu tidak lantas membuat Rosie menceritakan tentang sengketa formula Youth Serum dengan perusahaan pesaing. Justru, Rosie malah menjadi waspada karena dia tidak mungkin membocorkan masalah perusahaannya kepada Lee, pria yang baru beberapa hari dia kenal. Karenanya Rosie mengalihkan pembicaraan. “Pak Lee, apa Pak Lee bekerja di sekitar di sini?” tanya Rosie. Lee tidak langsung menjawab, dia menyodorkan formulir kuesioner yang sudah terisi kepada Rosie. “Iya, mengurus konstruksi di Jakarta. Ke sini hanya main saja,” jawab Lee. “Oh, begitu. Kalau begitu, saya permisi, ya. Masih ada yang harus saya kerjakan!” Rosie pamit. “Baiklah!” Lee tersenyum lembut. Dalam kepala Lee, dia tidak ingin melanjutkan rencana Mario untuk menghancurkan Rosie. Namun, sahabatnya itu tetap saja ingin dia melancarkan rencana karena itulah satu-satunya jalan agar sahabatnya kembali mendapat kepercayaan da
Read more

Hasil Survey Online

Rosie mengela napas kemudian mengembuskannya perlahan. Dadanya berdegup kencangs sampai-sampai dia bisa mendengar detak jantungnya sendiri. Membuang keraguannya, Rosie perlahan menyentuh gagang pintu ruangan Pak Harwan. Begitu pintu terbuka, sosok Pak Harwan yang sedang duduk di kursi kerjanya menoleh ke arah Rosie dengan senyum ramah. Rosie menutup pintu, dia melangkah mendekat ke depan mea Pak Harwan. “Sore! Ada perlu apa Bapak memanggil saya?” tanya Rosie. “Duduklah dulu!” Pak Harwan mempersilakan. Rosie menurut, di menarik kursi hidrolik di depan Pak Harwan lalu duduk di sana. Berseberangan dengan Pak Harwan. Sebelum memulai pembicaraan, Pak Harwan melebarkan senyumnya kemudian menghela napas. “Kerjamu bagus hari ini. Saya berterima kasih untuk apa yang dilakukan departemen pemasaran.” Rosie mengernyitkan alis. “Kami belum melakukan apa-apa untuk kelanjutan masalah Youth Serum. Bapak tidak perlu memuji begitu,” sahut Rosie. “Jadi, sebenarnya tujuanmu membuat kues
Read more

Nasihat Yang Merubah Rosie

Rosie tahu siapa di balik semua ini, tidak lain adalah Ethan, adiknya yang pengangguran itu. Jadi, saat jam pulang, Rosie yang pertama keluar ruangan, dia buru-buru pulang ke rumah. “Selamat pulang, Kak Ros!” sapa Ethan tanpa menoleh ke arah kakaknya dan asik bermain game pada smartphonenya. Rosie merebut ponsel dari tangan Ethan. “Kak, apaan sih?” Ethan kesal karena sedikit lagi dia hampir menang dalam game perang itu. “Balikin!” Ethan mencoba merebut ponsel dari tangan Rosie, tapi Rosie mengangkatnya tinggi-tinggi. “Kamu kan yang melakukannya?” tanya Rosie. “Apaan?” “Survey!” “Survey ap-,” Ethan melengos seraya mengembukan napas. “Ah, survey itu. Kenapa memangnya?” Ethan memiringkan kepala memandang wajah Rosie yang ditekuk seakan tidak senang. Namun, beberapa detik kemudian, bulan sabit terbentuk di bibir Rosie. “Kerja bagus!” Rosie mengembalikan smartphone Ethan seraya mengacak-acak rambut adiknya itu. “Bisa senyum juga?” ledek Ethan. Seketika, ekspresi Rosie k
Read more

Aura Ethan

Setelah memuaskan dahaganya, Rosie melenggang ke kamar tanpa berkomentar apapun lagi. Dia tahu itu perbuatan adiknya, tidak ada yang perlu diapresiasi khusus untuk Ethan walaupun sudah membantu dirinya dalam survey yang sia-sia. Rosie melempar badan di atas king size yang empuk. Satu-satunya tempat ternyaman untuk melepas lelah. Sementara itu, Ethan datang ke kedai milik Tirta, sengaja ingin bertemu dengan Yunri. Entah kenapa, dokter pengangguran itu ingin sekali menggangu Yunri atau sekadar menggoda gadis itu. “Kamu kenapa datang lagi?” tanya Yunri sinis. “Memangnya gak boleh kalau main ke sini atau beli burger gitu?” tanya Ethan. “Cih!” Yunri membuang muka. Kali ini kedai van burger itu sepi. “Gara-gara kamu ke sini, jadi sepi tahu. Kamu bawa aura negatif kayaknya!” ucap Yunri lagi. “Loh, kok nyalahin aku? Kamu itu yang auranya sinis. Kalau pelayanannya saja kecut begini mana mungkin pelanggan mau beli, yang ada takut duluan!” Ethan meledek. Yunri menginjak kaki Ethan
Read more

Merendahkan Rosie

    Rosie datang lebih awal daripada karyawan lainnya, dia duduk di kursi hidrolik di ruang kerjanya. Sejak dia membuka laptop, dia tidak tahu harus mengerjakan apa. Hanya lembar kerja pengolah data yang dia buka seakan menonton dirinya yang sedang bingung dengan pekerjaan. Menggulir tombol ke atas dan ke bawah, hanya itu yang dia lakukan.    Beberapa saat kemudian, Rosie membuka folder lainnya. Hasil survey mentah yang kemarin Viona kerjakan. Hasil survey yang ternyata di mata Pak Harwan adalah sia-sia. Rosie kemudian menggigit jarinya, mata indah itu masih memandang layar. Memikirkan cara agar tidak kalah dengan Nature Chemical juga agar Youth Serum bisa kembali ke pasar.   Tok! Tok!    Terdengar ketukan di pintu
Read more

Bocah di Taman

Ethan duduk di bangku taman kota, tidak terlalu luas tapi taman itu adalah bagian ruang hijau lainnya di Kota G. Tepat di sebelah Ethan, seorang anak kecil duduk dengan buku tulis yang terbuka. Anak laki-laki kecil berusia sekitar delapan tahun itu hanya memandang buku itu. Iseng, Ethan mengintip sedikit isi buku tulis yang terbuka. Menyadari diperhatikan seperti itu, anak kecil berwajah bulat itu menutup bukunya kemudian memeluknya seperti sesuatu yang berharga. Ethan tersenyum seraya memutar topi warna hitamnya ke belakang. “Jangan dilihat, ini rahasia!” ucap anak kecil itu. “Sedang belajar ya?” tanya Ethan. Bocah itu membuang muka yang muram. Ethan menyandarkan punggungnya, meraup udah ke dalam paru-paru kemudian menghembuskannya perlahan. “Le, kamu di sini ternyata!” seorang wanita mendekat, napasnya tersengal. “Kenapa kamu tidak di kelas dan malah di sini?” tanya wanita itu. Ethan mendelik, memandang wajah wanita itu yang tak lain adalah Yunri. Sengaja tidak me
Read more

Strategi Mario

Lampu remang warna warni menyentuh wajah siapa saja yang ada di bawahnya. Musik yang dimainkan DJ seakan berhasil membuat orang-orang di bar itu larut dalam alunannya, membuat mereka seakan melupakan masalah kehidupan untuk sejenak. Mario juga turut serta menikmati alunan musik yang mulai mengencang, ditemani Lee. Mario menenggak sloki minuman keras. “Aku akan mengurus semuanya termasuk membujuk ayah untuk menjual sahamnya pada perusahaan kosmetik milik ayahmu.” Mario memulai pembicaraan. Ayah Lee memiliki perusahaan kosmetik juga bernama UM Company yang berpusat di Korea Selatan. Beberapa produk kosmetik produksi UM Company asal Negeri Ginseng itu pun sudah terkenal di Indonesia. Lee dipercaya ayahnya untuk memegang perusahaan konstruksi milik ayahnya yang sedang melebarkan sayap di Indonesia. “Ayahku tidak mau tahu. Beliau bilang harus untung lebih banyak jika ayahmu mau menjualnya. Jika bisa terakuisisi malah bagus.” Lee menyahut. “Aku hanya mau mengincar perusahaan saja
Read more
PREV
123456
...
13
DMCA.com Protection Status