Home / Horor / Kafan Hitam / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of Kafan Hitam: Chapter 91 - Chapter 100

198 Chapters

82

“Saya harus katakan kalau si Rojali itu sudah menipu kita selama ini! Dia pura-pura jadi ustaz dan membantu kita hanya untuk membuat kita percaya sama dia! Dia tak lain adalah bagian dari kelompok orang yang sudah membunuh Mbah Atim dan Ki Udin, termasuk orang yang sudah menakut-nakuti kita dengan potongan tubuh manusia waktu itu! Dia juga yang sudah menyantet Reza, anak saya! Dengarkan saya! Rojali tak lebih dari penipu dan seorang kriminal jahannam! Dia sudah menginjak-injak harga diri dan kehormatan kita dan desa kita!” teriak Pak Dede lantang. Para warga seketika dilanda keterkejutan. Banyak yang menyayangkan dan masih terkesan tak percaya. Namun, saat melihat reaksi tokoh masyarakat yang diam saat Pak Dede berbicara, ketidakpercayaan itu dengan cepat pupus dan berganti dengan amarah dan sumpah serapah yang mengudara. Melihat dan mendengar semua yang terjadi, Aep tak henti-hentinya tersenyum puas. Akhirnya, setelah memendam luka, rasa sakit hatinya pada Rojali bi
last updateLast Updated : 2022-01-06
Read more

83

Euis menyeka air mata dengan punggung tangan.  Setengah wajahnya sengaja ia tutup dengan jilbab hingga hanya menyisakan bola mata yang sudah sembap. Sementara itu, satu tangannya menggenggam mukena dan sajadah erat-erat. Matahari belum muncul ke permukaan. Ciboeh masih larut dalam suasana subuh.Euis memandangi sisa-sisa puing rumah Rojali. Bangunan ini sudah rata dengan tanah. Meski begitu, bara api masih setia menggerogoti kayu dan barang-barang di dalamnya, menghasilkan asap yang mengepul ke langit.Euis mengambil sebatang ranting yang tergelatak tak jauh darinya. Gadis itu kemudian menyibak bara api dengan benda itu. Senyumnya langsung tercipta begitu melihat peci hitam milik Rojali yang setengahnya sudah terbakar. Begitu ia menyentuh benda itu, air mata kembali menetes.Euis teringat saat kejadian malam tadi. Entah dorongan dan keberanian dari mana, ia masuk ke rumah, dan kembali ke kediaman Rojali dengan ember berisi air dan gayung. Ia lantas berteria
last updateLast Updated : 2022-01-07
Read more

84

“Aya naon?” tanya Lukman sembari turun dari mobil. Aksinya juga diikuti oleh Deni. Ia menatap bingung beberapa pria yang mendekat ke arahnya. “Punteun,” ucap salah seorang pria berperawakan tinggi, “atas perintah Pak Kades, warga luar tidak boleh  masuk ke Ciboeh.” Lukman dan Deni saling bertatapan dengan ekspresi bingung, terlebih orang-orang itu menyebut jabatan kepala desa segala. “Kenapa kami tidak boleh masuk?” tanya Lukman lagi, “kami hanya sebentar, Pak. Setelah itu—” “Tetap saja, Pak,” sela Mahmud, “ini sudah kesepakatan Pak Kades dengan semua warga desa. Bukan cuma Bapak berdua saja yang tidak kami izinkan masuk, tapi semua orang luar yang akan masuk ke desa akan ditolak. Lihat!” Lukman dan Deni menoleh pada arah yang ditunjuk pria barusan. Tampak sebuah mobil bak berisi aneka sayuran ikut dihentikan. Tak lama kemudian, beberapa pria dari Ciboeh menurunkan kotak dan keranjang sayuran dan memindahkannya ke bebera
last updateLast Updated : 2022-01-07
Read more

85

“Tong sampe kabur!” teriak Aep yang kemudian mulai melempar batu ke arah mobil. Aksinya segera diikuti oleh warga lain. “Astagfirullah,” ucap Lukman dan Deni kompak saat hujan batu menghantam mobil mereka. Saat akan memutar arah, sebuah batu besar mendarat di kaca depan, membuat retakan cukup besar. Tak hanya di sana, warga memblokade jalan depan saat kendaraan akan melaju. “Kumaha ini, Kang?” tanya Deni dengan wajah panik, “kenapa jadi seperti ini? Sebenarnya apa yang terjadi sama Kang Rojali?” Lukman tak langsung membalas. Ia menoleh ke belakang dan mengintip aksi warga yang masih melempari batu. Ia tercenung sesaat ketika melihat seorang gadis berkerudung hanya mematung di pinggir jalan tanpa ekspresi. “Kang,” pekik Deni. Lukman segera menoleh. “Astagfirullah,” ucapnya saat melihat warga sudah warga memukul kaca dan menendang-nendang pintu dan badan mobil. Beberapa di antara mereka juga naik ke bak belakang mobil dan ikut
last updateLast Updated : 2022-01-07
Read more

86

Lukman tak langsung menjawab. Bibirnya mengatup erat. Saat ini, ia bukan hanya tak berani memandang wajah dua orang di depannya, tetapi juga tak kuasa bicara jujur. Untuk beberapa detik kemudian, Lukman tenggelam dalam pikirannya sendiri. Kepalanya terasa ingin pecah saking kerasnya berpikir. Apa ia harus berbohong pada Kiai?“Lukman,” panggil Kiai.Lukman seketika menengang di tempat. Keringat tampak membanjiri dahinya. Ia memberanikan diri mengangkat wajah untuk Kiai dan Ustaz Ahmad. Begitu keberaniannya terkumpul, pria itu menyeka peluh, kemudian berkata, “Be-berapa hari yang lalu, Rojali menghubungi saya ... ka-kalau dia akan berangkat ke ... Lan-lancah Darah.” “Astagfirullah, Lukman!” bentak Ustaz Ahmad yang seketika berdiri. Serban yang tersampir di bahunya sampai terjatuh. Kedua tangannya tampak terkepal erat.“Punteun, Kiai, Ustaz.” Lukman menunduk dalam. Posisinya hampir menyerupai or
last updateLast Updated : 2022-01-07
Read more

87

Kiai mengembus napas panjang begitu selesai membaca kalimat yang tertulis di kertas. Pandangannya lurus ke depan di mana jemarinya berhenti menggulir biji tasbih. Untuk sesaat, hanya keheningan yang meruang di tempat empat orang itu berada. Lukman, Deni maupun Ustaz Ahmad tak berani buka suara.“Benar apa yang kamu katakan, Lukman,” ujar Kiai setelah beberapa detik keheningan menyapa, “menurut tulisan di kertas ini, warga Ciboeh bahkan sudah membakar rumah Rojali hingga rata dengan tanah.”Mendengar penuturan Kiai, Lukman kian menundukkan wajah. Kepalan tangannya semakin mengeras seiring dengan rasa bersalah dan penyesalannya yang kian membesar seiring waktu. Andai saja ia bisa mencegah Rojali untuk pergi ke Lnacah Darah, andai saja dirinya bisa jujur lebih awal pada Kiai dan Ustaz Ahmad, mungkin kejadiannya tidak akan sampai separah ini.“Ini semua salah saya, Kiai. Sa-saya yang sudah berani kurang ajar pada Kiai.” Lukman tib
last updateLast Updated : 2022-01-08
Read more

88

Rojali menghindari setiap serangan yang dilontarkan Badru. Ia tak mengendurkan kewaspadaan meskipun pria yang menyerangnya kini kembali mundur.“Maneh kudu jadi anggota Kalong Hideung Rojali,” ujar Badru. Pria itu merenggangkan tubuh seperti melakukan pemanasan sebelum melakukan kegiatan, atau justru membuat suasana genting menjadi sedikit santai. Rojali masih tetap dalam posisi. Ia memperhatikan setiap gestur lawan dengan saksama. Pria di depannya bisa dibilang jauh berbeda dengan anggota Kalong Hideung yang pernah ia lawan. Perawakannya tinggi besar dan gerakannya sangat cepat.“Siapa kamu?” tanya Rojali.Ditanya demikian, Badru hanya menjawab dengan kekehan. Ia segera menghentikan tawanya saat melihat Rojali memperbaharui kuda-kuda. “Aing bakal jawab kabeh pertanyaan maneh kalau maneh bisa hajar aing¸ Rojali!” Pandangan Rojali fokus pada k
last updateLast Updated : 2022-01-08
Read more

89

“Aing Badru, Pemimpin Kalong Hideung,” jawab Badru dengan segaris senyum.“Kunaon kamu ingin menjadikan saya anggota Kalong Hideung?” Rojali kembali bertanya. Ia pikir ini adalah kesempatan bagus untuk mendapat informasi dari musuh walau ia harus tetap memilah informasi karena bisa saja musuh justru memberi  keterangan palsu.Badru terkekeh. “Aing hanya menjalankan perintah.”“Perintah? Perintah dari kakek itu?” terka Rojali.Badru mengangguk. “Aing datang kadieu pikeun nguji maneh (ke sini untuk menguji kamu).”“Menguji?”“Maneh bakal jadi sosok pengganti aing, Pemimpin Kalong Hideung.”Mendengarnya, Rojali menggertakkan gigi kuat-kuat. Tak pernah sedetik pun pikiran itu terlintas di benaknya. “Saya tidak berminat. Silakan cari orang lain.”Badru terkekeh. “
last updateLast Updated : 2022-01-08
Read more

90

Rojali mundur untuk membenarkan penutup wajah sebelum kembali menerjang lawan. Serangannya saat ini lebih banyak didorong oleh amarah karena sosok yang amat dihormatinya dihina. Baginya, selain sebagai pemuka agama, pemilik pesantren dan guru, Kiai adalah sosok ayah yang telah mendidik dan memberinya kehangatan keluarga. Jadi, sebagai seorang anak, ia tak akan gentar saat mendengar penghinaan pada orang tuanya.“Kamu harus tarik kata-kata kamu tadi!” perintah Rojali tegas. Pemuda itu kian intens menyerang dibanding memilih bertahan. Alhasil, ia mampu membuat lawan mundur walau sesaat.Namun, serangan Rojali yang didorong emosi tersebut, tak serta-merta membuatnya berada di atas angin. Gerakannya malah terkesan asal sehingga menimbulkan banyak celah.Hal itu jelas dimanfaatkan Badru dengan baik untuk bisa menghajar Rojali hingga babak belur. Kemudian, setelah pemuda itu tak sadarkan diri, ia akan membawa Rojali ke markas dan meminta bapaknya untuk seg
last updateLast Updated : 2022-01-08
Read more

91

Silaing butuh bantuan kaula?Di ambang batas kesadarannya, Rojali mendengar suara tersebut. Begitu matanya tertutup, ia tiba-tiba saja berada di sebuah ruangan bernuasa putih dengan asap yang mengitari sekeliling.Rojali sontak memeriksa keadaannya. Ia terperanjat kaget saat menyadari kalau tak ada nyeri maupun luka, padahal ia masih ingat  kalau Badru mengahajarnya habis-habisan. Ini aneh, sangat aneh, pikirnya.Rojali refleks mundur begitu melihat sosok serupa dirinya sudah berada di depannya, lengkap dengan busana dan atribut kerajaan. Sosok itu berjalan mendekat ke arahnya dengan kedua tangan berada di balik punggung.“Silaing butuh bantuan kaula?” tanya sosok serupa Rojali.“Di mana saya?” Rojali balik bertanya. “Kunaon kamu selalu ganggu saya? Apa yang kamu mau dari saya?”Pria berbusana kerajaan itu berhenti tepat di samping Rojali. Tatapannya lurus ke depan. “
last updateLast Updated : 2022-01-09
Read more
PREV
1
...
89101112
...
20
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status