Share

86

Lukman tak langsung menjawab. Bibirnya mengatup erat. Saat ini, ia bukan hanya tak berani memandang wajah dua orang di depannya, tetapi juga tak kuasa bicara jujur. Untuk beberapa detik kemudian, Lukman tenggelam dalam pikirannya sendiri. Kepalanya terasa ingin pecah saking kerasnya berpikir. Apa ia harus berbohong pada Kiai?

“Lukman,” panggil Kiai.

Lukman seketika menengang di tempat. Keringat tampak membanjiri dahinya. Ia memberanikan diri mengangkat wajah untuk Kiai dan Ustaz Ahmad. Begitu keberaniannya terkumpul, pria itu menyeka peluh, kemudian berkata, “Be-berapa hari yang lalu, Rojali menghubungi saya ... ka-kalau dia akan berangkat ke ... Lan-lancah Darah.”

 “Astagfirullah, Lukman!” bentak Ustaz Ahmad yang seketika berdiri. Serban yang tersampir di bahunya sampai terjatuh. Kedua tangannya tampak terkepal erat.

Punteun, Kiai, Ustaz.” Lukman menunduk dalam. Posisinya hampir menyerupai or

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status