All Chapters of Pernikahan di Balik Skandal: Chapter 71 - Chapter 80

183 Chapters

71. Panas, Ex

Sungguh waktu yang tidak tepat menjalankan rencana gilanya. Apa nanti dan besok dia bisa berjalan lurus setelah malam ini dilewatinya dengan kegilaan? Eve teringat masih ada satu malam lagi di kamar ini, sesi yang barusan menguras energinya, bisa-bisa dia tidak ingin pulang. Tetapi dia tidak menemukan tempat lain mereka bisa melakukannya. Siapa yang tahu suara apa yang bisa mereka keluarkan saat berada di puncak? Pasti itu sangat memalukan, Dexter sangat berisik. Mungkin dirinya juga sama berisiknya hanya tidak sadar. Eve tidak ingin beranjak dari tempatnya berbaring sekarang. Udara sekitarnya dingin tetapi tubuhnya sangat kepanasan dengan keringat yang mengucur. Keringat itu lalu mengering dan dia masih tetap merasa hangat. Dia meringkuk saja di bawah selimut, tidak ada tenaga lagi memakai semua pakaiannya. Di saat seperti ini, dia sudah tidak ingin dipeluk, beberapa kali menepis tangan Dexter dan menjauhi tubuh itu, terlalu panas untuknya. “Aku nggak akan m
Read more

72. Dingin, Lovie

Eve bangun dari tidurnya, rasanya tidur itu sangat panjang. Dia menarik otot-ototnya dengan malas, merebahkan lagi kepalanya. Jika saja malam itu bisa diperpanjang, bukan karena bara dari semalam masih ada, tetapi supaya dia masih bisa tidur lagi. Daniel pasti akan protes kalau tidak ada yang mengajaknya bermain atau mengurusnya saat pagi sudah menjelang dan anak itu membuka matanya. Eve masih telentang dan meraba sisi ranjang di sebelahnya. Kosong dan hangat. Mungkin Dexter juga baru bangun, dia pasti lelah juga. Eve menegakkan tubuhnya dan menjulurkan tubuhnya melihat ranjang berpagar di sebelahnya. Daniel juga tidak ada. Eve berjalan mendekati kamar mandi. Kamar mandi dalam kamar yang mereka sewa itu agak jauh dari ranjang Eve dan Dexter, masih ada meja makan dan kitchen set mini di antaranya. Bisa saja kedua pria itu ada di dalam kamar mandi. Pintu kamar mandi merupakan pintu geser dari kayu yang hampir tidak mengeluarkan suara saat dibuka atau ditutup. P
Read more

73. Kesepian

Eve sibuk memilih makanan untuk Dexter. Bisa dibilang pria itu makan apa saja kecuali bubur atau makanan yang terlalu manis. Itu agak konyol namun sempat mengusik pikirannya, bibir yang terasa manis saat dikulum itu ternyata tidak suka makanan manis. Itu memang tidak ada hubungannya, bukan? Logikanya memang kadang mati kalau sudah terhubung dengan yang namanya Dexter dan Daniel.“Minum air putih aja.” Dexter terlihat terkejut mendengar suara itu. Pikirannya pasti sedang berkelana ke mana-mana. Eve menaruh 2 gelas air putih di atas meja mereka.“Iya,” jawab Dexter patuh. Eve mengerutkan keningnya sedikit, ini membingungkan.“Aku ambilkan nasi dan beberapa macam lauk. Aku sendiri ambil mie goreng. Tukarlah kalau kamu mau.” Dexter bahkan tidak menyadari kalau Eve sempat meninggalkannya lagi untuk mengambil piring mereka.“Nggak.” Lagi-lagi hanya jawaban singkat yang terdengar.“Sebentar, aku ambil
Read more

74. Melempar Umpan

Daniel memang selalu terbangun dengan senyuman yang lebar kecuali jika dia bangun untuk meminta asupan tenaganya sebelum tidur kembali. Hanya di tengah malam Daniel terbangun merengek atau menangis, selebihnya tidak pernah. Jadi tidak ada yang bisa menyalahkan Eve dan Dexter yang tidak menyadari bayi lincah itu sudah bangun. Dexter dan Eve bernapas lega hampir bersamaan saat mereka berdua sama-sama telentang. Keringat mereka sepertinya lebih banyak daripada yang sebelumnya. Eve sudah bisa lebih aktif menggoda lawannya karena rasa sakitnya yang mereda dan mulai lebih banyak menikmatinya. Dexter tidak melepaskan Eve semudah kemarin, lebih liar menarik Eve lebih dalam dan lebih dalam lagi. Tetapi Eve masih saja melayang seperti buih sabun, ringan dan siap meledak. Eve meringkuk, melipat tubuhnya seperti bayi di bawah selimut, menolak sentuhan atau pelukan Dexter di mana saja. Bersamaan dengan dorongan tangan Eve menepis tangan besar yang suka sekali menyasar di tubuhnya
Read more

75. Tanpa Kata Perpisahan

6 November 2018 pukul 20.28 WIB. Sesuatu yang menyenangkan terasa berlalu begitu cepat, itu adalah sebuah kenyataan. Alasannya tentu mudah dipikirkan dengan logika tanpa perlu menjadi seorang jenius. Itu karena kita menikmati waktu itu tanpa pernah menjadi bosan setelah tidak sabar menantikan waktu itu akan datang. Tiga hari dua malam sudah berlalu di Sentosa Island, itu adalah waktu yang menyenangkan, waktu yang cepat berlalu. Tidak pernah Dexter berharap bisa menghentikan waktu, hanya membeku di waktu yang sama, bersama dengan orang yang sama. Jiwa muda seperti dirinya selalu berharap waktu terus berjalan dengan cepat seiring dengan jiwanya yang dinamis. Dia mulai tua atau mulai stabil? Rumah Besar D adalah sebutan untuk rumah utama Keluarga Daveno. Kepala keluarganya saat ini adalah Erickho Daveno, ayah Eve yang kebetulan juga ayah mertua Dexter. Di situlah mereka berada saat ini. Dexter berjalan di belakang Eve sambil menggendong Daniel. Nanny May
Read more

76. Sesakit Itu

“Pagi, Pa,” sapa Eve. Dia bangkit dari tempat duduknya untuk menyambut pria setengah baya yang baru saja duduk di hadapannya. “Eve. Bagaimana kabarmu?” “Baik, Pa. Papa kelihatan sehat.” “Tentu saja. Papa harus selalu sehat supaya bisa segera bertemu dengan cucu Papa.” Sedingin-dinginnya sikap Eve pada orang di sekelilingnya, dia selalu dididik sopan pada orang yang lebih tua. Senyuman adalah elemen penting, terutama saat bertemu ayah mertuanya. “Eve sudah pesan kopi luwak buat Papa.” “Wah, dari mana kamu tahu? Itu kesukaan Papa.” Eve hanya tersenyum. Banyak yang dia ketahui tentang Keluarga Wongso secara misterius, tiba-tiba saja ada di otaknya. Itu memang tidak masuk akal, Eve adalah orang yang logis dan suka mengamati orang lain. Tetapi ada beberapa hal yang tiba-tiba saja terlintas di pikirannya tentang kedua mertuanya dan Dexter, padahal mereka tidak pernah dekat. “Maaf, belum sempat berkunjung ke rumah Papa dan Mam
Read more

77. Tetapi Dia Tidak Ada

11 November 2018. Biasanya hari Minggu adalah hari libur untuk Dexter, tetapi tidak hari itu. Pekerjaannya menumpuk dan tumpukannya harus diturunkan. Ayahnya sendiri sudah memintanya memeriksa ulang proyek di Semarang yang sempat dipegangnya. Dia sedang mencari hari untuk pergi ke sana. Ini adalah hari ke-5 sejak hari pertamanya bekerja, artinya sudah 5 hari dia tidak melihat Eve di rumah itu. Sudah 5 hari dia tidak melihat Daniel. Dia sempat bertemu dengan Nanny kemarin pagi. Tidak bisa menahan dirinya, dia bertanya bagaimana keadaan Daniel dan Eve. Jawabannya hanya singkat, “Mereka baik-baik saja, Tuan.” Lalu seakan merasa tidak enak, Nanny Daniel itu langsung pergi dari hadapannya. Akhirnya dia memutuskan untuk berangkat ke Semarang hari ini. Karena harapannya melihat Eve di hari itu pun menguap tak berbekas, Dexter ingin melarikan diri sejauh mungkin, berkutat dengan pekerjaan juga hal yang baik. Ayahnya terus memberikan pujian melihat dia serajin
Read more

78. Mengejar Waktu

“Berapa lama lagi?” tanya Dexter pada sopirnya. “2 jam lagi, Pak. Bapak istirahat saja. Saya bangunkan kalau kita sudah sampai.” “Cari jalan yang paling cepat!” Dexter itu seperti manusia yang mengejar waktu saat ini. “Ini sudah jalan yang paling cepat, Pak Dex,” sahut sopirnya mencoba meyakinkan Dexter. Dexter menutup mata lagi untuk menenangkan pikirannya. Seandainya dia bisa menerbangkan mobilnya, itu pasti akan dilakukannya. Seandainya dia bisa naik pesawat terbang saja, dia pasti akan melakukannya. Tetapi tidak ada jalan lain untuk sampai lebih cepat, dia harus berada di dalam mobil ini dan membiarkan sopirnya bekerja tanpa mengganggunya terus-menerus. Jari telunjuk dan jempol tangan kanan Dexter memijat pangkal hidungnya sendiri. Kepalanya terasa sakit sejak dia menerima telpon dari ibu mertuanya. “Dex, kenapa kamu tidak angkat telpon dari Eve?” tanya Rita. Mata Dexter otomatis melihat ponselnya sendiri, ada 15 panggilan tidak te
Read more

79. Bersama Lagi

Dexter tidak pernah merasakan 2 jam paling lama dalam hidupnya. Ini bahkan belum sampai 2 jam, masih kurang 8 menit 3 detik lagi saat mobilnya tiba di depan lobi rumah sakit.“Saya Dexter Wongso, anak saya dirawat di paviliun Andromeda, kamar nomer 8. Bisa tunjukkan jalannya?” tanya Dexter pada salah satu resepsionis.“Malam, Pak. Bapak pasti suaminya Ibu Reveline Daveno. Atas nama anak Daniel Albert Wongso. Silahkan, Pak.” Salah satu pria yang ada di meja itu segera mengantar Dexter ke tujuannya.Sebenarnya jarak resepsionis dengan paviliun Andromeda tidak  begitu jauh, hanya naik lift khusus paviliun yang berada di lantai 3 dan mereka sudah sampai. Paviliun paling mewah di rumah sakit itu terlihat seperti hotel bintang lima dengan sedikit bau rumah sakit di bagian luarnya.Dia tidak menemukan Eve saat masuk ke dalam kamar perawatan Daniel. Hanya ada Nanny dan ibu mertuanya. Daniel tampak tidur dengan tenang. Rasa lega menyus
Read more

80. Kamu Menghilang

Nyatanya memang Dexter yang memiliki tubuh panas seperti lautan api setiap merasakan kemarahan pada Eve tidak bisa berbuat banyak kecuali meredamnya ke dalam tubuh berhati sedingin es. Hati itu telah membiarkannya sendiri selama 5 malam membuat api itu berkumpul menjadi samudera api yang meluas. Dan dia tidak mungkin bisa meredamnya malam ini, tidak di tempat ini, tidak di saat seperti ini. Dexter bangun saat tubuhnya terasa demikian lelah, maunya tadi hanya ingin menunggu Eve kembali dan menyuruhnya pulang saja. Sebesar keinginannya untuk bisa memeluknya meski hanya sebentar, Dexter tidak bisa melupakan kalau Eve juga pasti lelah. Dia malah tertidur dengan memegang tangan anaknya. Eve sudah meringkuk di atas ranjang yang disediakan untuk orang  yang menunggu pasien. Selimut coklat menyelubungi tubuh Eve dari dada sampai mata kakinya. Dexter memeriksa Daniel yang tidur dengan perutnya yang kembang-kempis dengan teratur, gerakannya tidak sebanyak biasanya karena
Read more
PREV
1
...
678910
...
19
DMCA.com Protection Status