Home / Romansa / Menantu Penguasa / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Menantu Penguasa: Chapter 41 - Chapter 50

232 Chapters

Chapter 41

"A-apa?""Tidak mungkin! Dokter, selama ini Papa saya baik-baik saja. Kenapa tiba-tiba terkena serangan jantung?"Annisa terkejut dan tidak percaya papanya memiliki penyakit jantung karena selama ini dia tidak pernah melihat papanya sakit hingga perlu dirawat di rumah sakit.Dokter Raka menghela napas. Menatap lamat manik mata sendu putri dari pasiennya, lalu berkata, "Apa Pak Reza tidak pernah mengatakan apa pun kepadamu mengenai kondisi kesehatannya?"Annisa menggeleng cepat."Aku tidak tahu tentang ini," jawabnya lirih."Sebenarnya papamu sudah lama sakit, Nisa. Dia sengaja merahasiakan penyakitnya dari kamu karena tidak ingin membuatmu khawatir." Sarah menjelaskan alasan Reza tidak memberi tahu Annisa tentang penyakitnya.Tubuh Annisa mendadak lemas tak bertenaga. Apakah hubungannya denga Reza benar-benar jauh hingga dia tidak mengetahui berita penting ini?Pelan kaki itu melangkah mendekat ke arah ranjang. Iris matanya ber
Read more

Chapter 42

Zidane baru saja selesai meeting dengan klien-nya, dan akan kembali ke kantor ditemani oleh Rizky. Dia terkejut saat melihat ponselnya dipenuhi notifikasi panggilan tak terjawab dari Annisa.Namun, saat Zidane mencoba menghubungi balik, nomor Annisa sedang tidak aktif. Beruntung ada notifikasi pesan teks yang dikirim oleh istrinya yang mengatakan saat ini sedang di rumah sakit.Zidane langsung bergegas menaiki mobilnya dan meminta Rizky untuk membawanya ke rumah sakit."Ada apa? Kenapa kamu memintaku membawamu ke rumah sakit?" tanya Rizky."Istriku ada di rumah sakit. Aku khawatir terjadi sesuatu kepadanya," sahut Zidane.Mendengar hal itu, Rizky pun langsung menekan pedal gas dan melesat dengan kecepatan sedang membelah jalanan. Dia ikut merasa khawatir akan keadaan istri dari atasannya.Tak lama kemudian, Zidane dan Rizky tiba di rumah sakit. Mereka mencoba bertanya kepada petugas resepsionis tetapi tidak menemukan pasien bernama Tazkia An
Read more

Chapter 43

Di dalam ruangan tempat Reza dirawat, Sarah berdiri di tepi samping ranjang sambil berpangku tangan. Matanya terus memandangi wajah sang suami yang masih belum sadarkan diri walau sudah ke luar dari masa kritisnya.Nampak terlihat sorot yang berbeda. Bukan kecemasan, melainkan rasa puas atas apa yang sedang dia lihat saat ini. Sarah puas melihat Reza akhirnya terbaring tak berdaya.Derap langkah kaki seseorang masuk, berjalan tanpa sungkan untuk menghampiri. Sorot matanya menyiratkan sesuatu yang sama seperti yang diperlihatkan oleh Sarah."Apa dia masih belum sadar?" tanya Hari.Ya, Hari sengaja datang untuk melihat keadaan Reza saat ini. Memastikan bahwa pria yang dia anggap musuh itu benar-benar dalam keadaan yang menyedihkan."Seperti yang kau lihat, dia masih terbaring tak berdaya."Sarah menjawab tanpa merasa iba terhadap keadaan Reza saat ini."Kenapa kau datang? Orang-orang bisa curiga kepadamu," ujar Sarah, cemas.Hari
Read more

Chapter 44

Annisa menatap kepergian Hari selama beberapa detik sebelum kemudian dia tersadar dari lamunannya, lalu berjalan mendekati ranjang papanya."Hm, Annisa, Mama mau ke luar dulu menemui Pamanmu, ada hal penting yang ingin Mama bicarakan dengannya," ujar Sarah.Alis Annisa bertautan menatap wajah Sarah, lalu mengangkat kedua bahunya tak acuh. Dia tak peduli ke mana pun ibu tirinya itu akan pergi. Annisa lebih tertarik berbicara dengan suster untuk menanyakan keadaan papanya."Bagaimana keadaan papa saya, Sus? Kapan Papa saya akan bangun?" tanya Annisa."Yang sabar, ya, Mbak, kita doakan saja semoga papanya cepat sadar. Sejauh ini kami masih meninjau keadaan Pak Reza. Untuk informasi lengkapnya Mbak bisa tanyakan kepada dokter Raka," jawab suster yang baru saja memeriksa keadaan Reza.Annisa menghela napas panjang selepas kepergian suster. Zidane berjalan mendekati Annisa, mengusap kedua pundak sang istri untuk menenangkan dan menyemangatinya."J
Read more

Chapter 45

Tubuh Zidane menegang, dia menelan saliva dengan susah payah. Merasa terkejut saat nama lengkap yang dia sembunyikan diketahui oleh Maudy."Jadi benar, kamu ini adalah Kayson? Putra bungsu dari pengusaha terbesar di ibu kota?" tanya Maudy.Entah sejak kapan wanita itu berdiri di hadapan Zidane sambil menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan. Bibirnya menyeringai karena telah mengetahui kartu AS kakak iparnya."Apa maksudmu? Aku tidak mengerti," ujar Zidane.Maudy tersenyum miring sambil menggeleng pelan."Jangan berlaga tidak tahu di hadapanku. Percuma!" ujar Maudy. Tajam matanya menatap wajah Zidane."Aku sudah mengetahui semua rahasia kamu, Kakak Ipar," ucap Maudy lagi sambil menyeringai.Suara Zidane tercekat dikerongkongan. Dia terdiam sambil menatap tajam wajah Maudy, mencoba menebak apa yang sedang direncanakan wanita itu."Bagaimana, ya, reaksi Kak Annisa saat aku memberi tahu identitas suaminya yang sebenarnya?
Read more

Chapter 46

Annisa dan Zidane kembali ke ruang rawat Reza. Wajah Annisa nampak sembab karena dia habis menangisi kondisi papanya yang memburuk. Di sana nampak masih ada Maudy tengah duduk di sofa sambil memainkan ponselnya.Wanita itu langsung mengangkat pandangannya dari layar ponsel untuk melihat pasangan suami istri yang baru saja masuk.Dia beranjak dari duduknya, lalu berjalan menghampiri Annisa dan Zidane dengan pandangan yang terus mengarah pada suami sang kakak. Samar, adik tiri Annisa itu tersenyum dan hanya disadari oleh Zidane."Kalian sudah kembali?" tanyanya berbasa basi. Dia menatap Annisa sekilas, lalu beralih ke arah Zidane."Aku akan pergi sekarang. Kakak tidak keberatan 'kan menjaga Papa di sini? Lagi pula, aku sudah menghubungi Mama, sebentar lagi ke sini," ujar Maudy.Annisa terdiam sesaat, seperti sedang memikirkan sesuatu."Pergilah," jawabnya bernada datar.Dia tak peduli tentang Maudy. Ada atau pun tidak ada, tidak penting
Read more

Chapter 47

"Tidak ada apa-apa, Sayang. Dokter Raka baru saja selesai memeriksa Papa," jawab Zidane. Annisa bernapas lega mendengarnya. Dia bahkan melihat dokter yang bertugas menangani papanya itu tersenyum tenang seolah menandakan tidak ada hal buruk yang terjadi. "Kalau begitu, saya permisi ke ruangan saya kembali. Kalau ada apa-apa, langsung panggil saya saja," ucap Dokter Raka. Dokter itu pergi diikuti oleh suster yang menemaninya. Zidane melangkahkan kakinya mendekat ke arah nakas, lalu mengambil makanan yang tadi dia beli. "Kamu makan dulu, ya. Ini makanannya sudah hampir dingin," ujar Zidane. Dia merangkul Annisa membimbingnya menuju ke arah sofa. Membukakan bungkus makanan dan menghidangkannya di hadapan sang istri. "Perlu aku suapi?" tanya Zidane. Annisa mencebikkan bibirnya, lalu memalingkan wajah ke arah lain menyembunyikan wajahnya yang bersemu merah. "Aku bukan anak kecil yang tidak bisa makan sendiri, sahut A
Read more

Chapter 48

"Tazkia," lirih Zidane.Dia maju mendekati Annisa dengan perasaan yang sulit dijabarkan. Zidane menangkap rona kesalahpahaman dari pendar manik di hadapannya."Kamu salah paham, Sayang. Ini tak seperti yang kamu pikirkan," ujar Zidane.Annisa menaikkan sebelah alisnya, menatap sang suami tanpa berkata sepatah kata pun. Dia ingin memberikan satu kesempatan untuk Zidane menjelaskan apa yang baru saja dia dengar."Lalu?" tanyanya datar.Zidane menghela napas, dia menunduk sekilas kemudia kembali menatap wajah Annisa."Aku baru saja berbicara dengan ibuku," ucap Zidane."Ibu?" ulang Annisa.Zidane mengangguk mengiakan."Aku sudah lama tidak pulang, karena itu beliau menghubungiku dan memintaku untuk pulang," jelas Zidane.Annisa terkejut. Dia baru sadar bahwa selama ini tidak ada pembicaraan mengarah kepada identitas dan keluarga Zidane.Gadis berhijab itu bahkan tidak tahu apa pun mengenai keluarga Zidane kare
Read more

Chapter 49

Zidane melemparkan dokumen berwarna biru di atas meja kerja setelah selesai membacanya. Di hadapannya berdiri dua orang pria, salah satunya ialah Rizky.Pria beralis tebal itu menghela napas, mengendurkan dasi sambil menyenderkan punggungnya pada penyangga kursi.Tajam iris matanya menatap ke arah pria yang yang berdiri di samping Rizky dengan kepala tertunduk tidak berani menatap wajah Zidane."Kamu tahu 'kan, kenapa kau kupanggil ke sini?" tanya Zidane datar."Sa-saya tidak tahu ke-kenapa Pak Zidane memanggil saya." Pria itu ragu-ragu menatap wajah Zidane.Zidane menghela napas, membenarkan posisi duduknya lalu mengambil dokumen yang tadi dia lemparkan di mejanya."Lihat file ini, lalu jelaskan kepadaku!" Zidane memberi isyarat kepada Rizky untuk memberikan file tersebut kepada Burhan.Dengan sigap Rizky langsung mengikuti perintah sang atasan. Tangan Burhan gemetar membuka file yang diberikan oleh sekretaris Zidane.Pirasatn
Read more

Chapter 50

"Aku ingin berbuat baik kepadamu sekarang," ucap Hari kepada Reza yang dia kira tidak bisa mendengarnya."Aku tahu kau sangat menderita seperti ini. Untuk itu, aku akan membantu mengakhiri penderitaanmu. Sebentar lagi kau akan merasakan ketenangan dan terbebas dari segala kesakitan.""Apa yang ingin kau lakukan, Hari?" Reza bergumam dalam hati. Dia ingin bangun, tetapi tubuhnya tidak memiliki kekuatan.Reza berharap saat ini ada seseorang yang akan menyelamatkannya dari Hari. Dia tidak ingin mati sebelum mendapatkan bukti atas kejahatan yang dilakukan oleh Sarah dan Hari untuk membantu Zidane dan Annisa menangkap dua pengkhianat itu.Hari bersiap melancarkan aksinya untuk menyuntikkan sesuatu ke dalam cairan infus Reza. Namun, saat dia ingin melakukannya, tiba-tiba saja ponselnya berdering. Bersamaan dengan itu, Hari juga mendengar seseorang akan masuk ke ruangan Reza.Dia mengurungkan niatnya, memasukkan kembali jarum di tangannya ke
Read more
PREV
1
...
34567
...
24
DMCA.com Protection Status