Semua Bab Menikahi CEO Philophobia: Bab 11 - Bab 20

82 Bab

Bab 11 : Hanya Sebuah Bisnis

Kakiku terasa pegal dengan tumit yang agak perih karena high heels yang aku kenakan begitu menyiksa. Aku sudah berada di kamarku, sendirian. Malam ini adalah Malam pertama aku sebagai istri Gavin Narendra Tama. Tapi, pria itu mungkin sudah tidur di kamarnya.Kamarnya, bukan bersamaku. Tidak, memang sudah seharusnya begitu, kan? Ini bukan pernikahan, ini hanyalah sebuah kontrak selama satu tahun. Orang-orang melihat ini adalah pernikahan yang sakral, di penuhi cinta karena akting kami yang sungguh meyakinkan.Aku hanya tersenyum getir. Tapi apa lagi yang kuharap kan, sih? Begini saja sudah sangat bagus untukku. Setidaknya Ibuku mendapatkan perawatan yang terbaik di rumah sakit ternama. Tentunya tanpa memikirkan biaya yang sangat besar karena Gavin sudah melunasinya. Meskipun begitu, aku terkadang bingung dengan diriku sendiri. Tadi, sewaktu Gavin begitu bangga memperkenalkan aku sebagai istrinya, di hadapan t
Baca selengkapnya

Bab 12 : Bergairah

Mau tidak mau menerima tawaran orang tuanya, Gavin meski tidak nyaman akhirnya berada di dalam kamar yang sama dengan Arabella, istrinya. Mereka sepakat untuk tetap menjaga jarak aman dan tidak saling menyentuh sesuai perjanjian.Lelah. Setelah berbincang sambil makan malam dengan keluarga besar Gavin. Arabella memutuskan untuk beristirahat. Untungnya, rumah keluarga Gavin sangat besar, sehingga kamar itu bisa dikatakan lebih mirip ukuran sebuah rumah. Memiliki kelengkapan yang lengkap seperti dapur, kamar mandi tentunya, dan juga ruang bersantai dengan televisi yang besar."Ini kamar?" Arabella bukan pertama kali ke rumah tersebut. Saat Gavin mabuk, Arabella juga bermalam di kamar itu."Sial!! Aku jadi teringat lagi saat Gavin mabuk, dia memang payah!" Daripada memikirkan ingatan lalu, akhirnya Ara memutuskan untuk tidur.Entahlah, kemana Gavin pergi. Tadi dia berpamitan pada Ara untuk mengobrol dengan ka
Baca selengkapnya

Bab 13 : Cepat Hamil

Hari kedua Ara dan Gavin berada di rumah besar keluarga Marcellino Narendra. Hari ini kakak Gavin yang bernama Fabian Narendra akan pindah ke rumah pribadinya di luar negeri bersama keluarga kecilnya. Gavin merasa sedikit sedih, karena walaupun kakaknya itu seringkali mengusilinya, mem-bully-nya. Tapi dia adalah satu-satunya saudara Gavin."Kau kenapa? Kulihat murung terus sejak tadi," tegur Ara sambil menuangkan air ke dalam gelasnya. Dia pikir cukup satu malam saja dia merasakan malu karena mimpinya yang sungguh keterlaluan itu. Sekarang Ara berusaha untuk bersikap biasa saja pada Gavin."Tidak." Gavin menjawabnya singkat. "Berikan aku air.""Rupanya kau haus, kenapa tidak bilang." Ara mengambil gelas bermaksud menuangkan air di gelas baru. Tapi Gavin malah mengambil gelas milik Ara kemudian meminum sisa air yang ada didalamnya."Hei! Itu kan, milikku!""Ini hanya air, kau bisa ambil yan
Baca selengkapnya

Bab 14 : Mabuk

Esok pun datang. Hari di mana Ara dan Gavin harus pergi berbulan madu. Indah, tentu itu hal yang direncanakan sebagian pengantin. Pergi mengunjungi tempat yang diinginkan, berdua, bermesraan, menghabiskan waktu untuk bercumbu sebagai pasangan. Namun berbeda dengan yang dirasakan Arabella. Dia pergi dengan pria yang berstatus suaminya, tapi dengan tujuan yang berbeda. Bulan madu? Ini lebih mirip ... "Anggap saja ini refreshing." Benar. Arabella tersenyum samar. "Ya. Aku anggap ini refreshing. Not bad, I also need for something like that—refreshing." "Take it easy. We can spend with satisfaction. You do what you like." Ara tersenyum getir. Apalagi yang dia harapkan? Ara sama sekali tidak menyangka bahwa menjalani pernikahan bisnis akan menyakitkan. Kenapa? Kenapa Ara merasakan sakit? Ini sudah tidak benar sekarang. Mereka sampai di tempat
Baca selengkapnya

Bab 15 : Bercinta Pertama Kali

Ara menghela napas panjang. Sekarang Gavin sudah berada di dalam taksi berkat bantuan wanita seksi dari bar tadi. Pria itu sangat menyusahkan ketika mabuk, kenapa juga Gavin sampai mabuk, sih. Ara hanya terus membatin sebelum akhirnya kini dia berada di dalam kamar hotel. Lagi-lagi berkat bantuan orang lain membawa Gavin. Untung saja supir taksi suka rela membantunya. Kalau tidak, siapa yang kuat mengangkat Gavin sendirian?"Hei Pemabuk! Bangunlah!" Ara menepuk pipi Gavin berulang-ulang. Tapi, pria itu hanya menyengir tanpa merasa bersalah menyusahkan Arabella."Kau sadar, kan? Hei, kau sangat menyusahkan tahu tidak!""Ara? Kau Ara? Cantik sekali. Aku tadi digoda wanita jelek. Dia kira..."Gavin menatap mata Ara di sela ocehannya yang tidak berarti. Tentu saja itu dibawah pengaruh alkohol. "Dia kira dia cantik, padahal Ara lebih cantik.""Berhenti berbicara. Lebih baik sekarang kau ke kama
Baca selengkapnya

Bab 16 : Brengsek!

Sekujur tubuh Arabella terasa pegal. Dibalik selimut dia masih meringkuk menghalanginya dari cahaya matahari yang lumayan silau. Matanya menyipit, merasa terganggu karena kilauan itu. Akhirnya, Ara bangun."Huh. Tulangku patah." Sembari memegangi belakang pinggangnya. "Apa aku sanggup bangun?""Ara."Suara itu?"Ya Tuhan! Gavin kau sedang apa?" Ara kaget saat melihat Gavin duduk di kursi dekat ranjangnya. Pria itu sudah rapi dengan pakaiannya. Sementara dirinya masih polos hanya ditutupi selimut tebal."Bajuku mana? Kau keluar dulu, aku harus ganti baju." Ara melilitkan selimut lalu turun dari ranjang. "Kenapa kau masih di sini!" sentaknya pada Gavin."Baiklah, aku akan keluar. Tapi setelah itu kita harus berbicara."Gavin keluar dari kamar itu dengan raut dingin dan datar. Ara merasa heran, padahal yang terjadi semalam antara dia dan Gavin bukanlah mimpi,
Baca selengkapnya

Bab 17 : Perjanjian Berakhir

"Kenapa kau diam, Ara? Katakan pada Ibu. Apa tujuan kalian berdua menikah?"Manik mata Ara menggambarkan ketakutan. Dia ingin jujur pada ibunya. Tetapi bagaimana jika kejujurannya itu malah menyengsarakan orang yang paling dia sayang dalam hidupnya."Ibu akan baik-baik saja, jadi katakan yang sejujurnya."Wanita yang telah melahirkan Arabella bukanlah wanita yang lemah. Begitu juga Arabella, dia tidak mungkin menjadi lemah hanya karena pria. Ara menatap mata Ibunya, dia memutuskan untuk mengatakan yang sebenarnya."Gavin memintaku menikah dengannya. Karena dia terus di desak oleh keluarganya. Gavin orang yang menawarkan bantuan untukku, Bu. Aku menimbang, daripada aku menjual diriku pada mucikari, demi—uang yang sangat kita butuhkan. Aku ... Aku memilih menerima tawaran lelaki yang sekarang menjadi suamiku."Pedih, sakit, dan Ara tercekat mengatakan semuanya pada ibunya. Hanya dia ti
Baca selengkapnya

Bab 18 : Kenikmatan Yang Berbekas

Aku tidak tahu apa yang akan dikatakan Gavin. Kini dia diam beberapa saat setelah merobek kertas di depanku dan juga Ibu."Aku akan menyudahi perjanjian ini," katanya.Lalu setelah itu, apa? Kurasa ini memang akhirnya. Lucu, aku tidak berbeda dengan menjual diriku untuk bercinta satu malam bersama pria. Gavin mengeluarkan uangnya untuk membantuku, lalu aku dan dia berhubungan intim dan kurasa itu sama seperti aku menjual harga diriku padanya.Tidak. Tapi bagaimanapun aku sudah menikah dengannya. Sah. Aku bukan pelacur, aku tidak menjual diriku.Shit! Aku teringat lagi kenyataan bahwa aku membiarkannya meniduriku. Apakah aku menyerahkan diriku secara suka rela? Aku malu, aku ingin membayar semua pemberiannya. Apa tidak seperti aku yang begitu jelas menggilai tubuhnya semalam?"Apa kau akan menceraikan putriku." Ibuku angkat bicara. Ya, aku juga memiliki pertanyaan serupa. Jika, ya. Ak
Baca selengkapnya

Bab 19 : Maafkan Aku Telah Mengambil Keperawanan Mu

Sebenarnya yang terjadi saat aku bangun, aku melihat Ara di sampingku. Meski tidak sepenuhnya sadar, aku yakin telah mengambil kehormatan Ara. Darah itu... menjadi buktinya. Bangun tidur dalam keadaan tak pantas aku berada satu selimut dengannya. Dia sangat pulas terlihat lelah.Apa yang telah aku lakukan? Aku shock. Kemudian aku mengingat lagi yang terjadi. Pelan-pelan meski tidak begitu jelas rekaman kejadian aku dan Ara membuatku sadar. Aku mengambil handuk melilitkan ke pinggang. Lalu aku tersentak saat melihat darah di atas selimut.Demi Tuhan, aku telah melakukan kesalahan fatal pada Ara. Dia memang istriku, tapi tidak begini konsepnya. Pikiranku kacau, aku bingung harus melakukan apa. Aku tidak mungkin membiarkan Ara menanggungnya sendiri. Aku yang telah menodainya, dia wanita baik, aku tidak pantas merebut itu darinya. Tetapi aku malah merenggutnya juga.Namun aku teringat lagi, seharusnya aku kambuh, seharusnya ak
Baca selengkapnya

Bab 20 : Menarik Perhatian

Pukul enam. Separuh matanya terbuka sembari melongok jam dinding. Ia tersentak saat melihat Ara berada dengan jarak sangat dekat di sampingnya. Mata wanita itu masih terpejam, lalu bergerak pelan membuat Gavin reflek menutup matanya lagi."Sudah jam berapa ini, aku terlalu nyenyak." Ara bergumam sambil mengucek matanya yang malas untuk terjaga."Hm?" Sontak dia menjengkit kaget melihat Gavin tidur dengan posisi tangannya sebagai bantal untuk kepalanya."Oh Tuhan," dia berkata sangat teramat pelan mengangkat kepalanya dari tangan Gavin. "Kau pasti pegal," tambahnya merasa keterlaluan. "Bodoh!" Masih sangat pelan. Padahal Gavin mendengar, sebab dia sudah bangun lebih dulu.Ara beranjak langsung ke kamar mandi. Saat itulah Gavin bangun, lalu tersenyum.****"Kau mau ke mana?""Aku harus
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status