Home / Pendekar / Mustika Naga Bumi / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Mustika Naga Bumi: Chapter 11 - Chapter 20

268 Chapters

Pelatihan Singkat

Lelaki tersebut terpancing emosinya mendengar ejekan yang dilontarkan Ratih. Dia berdiri hendak melompat ke atas panggung, tapi temannya langsung memegang lengannya seraya menggelengkan kepalanya.  "Jangan mencari masalah sekarang!" ucap lelaki lainnya sambil melirik ke arah Aji yang sedang melihat mereka. Lelaki tersebut menoleh sebentar ke arah Aji, lalu kembali memegang lengan Si Bogang dan membantunya berdiri. Kedua lelaki itu menyibak puluhan penonton dan memapah tubuh Si Bogang yang sudah tidak berdaya menjauhi panggung. Ratih dengan ringan melompat dari atas panggung. Setelah itu dia berjalan mendekati lelaki tampan yang sedikit telat melihat kemampuannya tadi.   "Untung tadi lawanmu tidak melihat kelemahanmu," bisik Aji di telinga Ratih. Gadis cantik itu mengernyitkan dahinya, "Kalau boleh tahu, di mana letak kelemahanku?"    "Nanti di penginapan saja aku akan tunjukkan celah pertahananmu yan
Read more

Aji Melawan Pendekar Mayat Hidup

Selepas kepergian Aji, Ratih menghela napas panjang sebelum meloloskan semua kain yang melekat di tubuhnya, dan memakai pakaian lainnya. Entah kenapa, sejak Aji menggandeng tangannya, pikiran Ratih tak bisa lepas dari wajah tampan yang selalu bersliweran di otaknya. Bahkan ketika dia sudah merebahkan tubuhnya untuk beristirahat, bayangan wajah tampan Aji sampai masuk ke dalam alam mimpinya.  Keesokan paginya, suasana di sekitar panggung sudah dijubeli oleh para penonton dan peserta yang masih bertahan masuk ke babak kedua. Aji dan Ratih juga tampak berdiri berdampingan di antara ratusan orang di sekitarnya.  Wajah rupawan yang mereka berdua miliki, menjadi pusat perhatian puluhan pasang mata yang berada di tempat itu. Mereka menilai jika Aji dan Ratih adalah pasangan pendekar yang sangat serasi, baik dari segi wajah maupun penampilan.  Tak berapa lama, pembawa acara menaiki panggung. S
Read more

Memberi Hukuman

"Kau kira aku akan membiarkanmu jatuh dan kalah begitu saja? Tidak akan! Mulutmu itu harus diberi pelajaran terlebih dahulu!"  Posisi keduanya kini berbalik. Birowo berada di bibir panggung, dan Aji bergerak melakukan serangan tanpa henti.  Setiono berusaha menangkis dan menghindari serangan Aji yang terus menerus terarah ke mukanya. Pendekar berjuluk Mayat Hidup tersebut tahu, sekali saja tubuhnya terkena serangan, dia akan langsung terjatuh dan kalah.  Sesekali dia melirik ke samping untuk memastikan posisi bibir panggung. Sekali saja dia salah menempatkan kakinya, dia akan terjerembab jatuh dari panggung. Dan itu sama artinya dia akan kalah. Dalam satu kesempatan memanfaatkan serangan Aji yang mengendur, Birowo melompat dan berusaha menuju ke tengah panggung. Namun Aji lebih sigap, dia menangkap kaki lelaki berwajah dingin itu dan seketika membantingnya ke lantai panggung yang terbu
Read more

Pendekar Misterius

Kurang dari 30 detik, Birowo harus merelakan dadanya terkena pukulan hingga membuatnya terjungkal ke belakang sejauh 7 langkah. Tubuhnya mendarat di lantai panggung yang keras, dan sesaat berikutnya dia memuntahkan darah segar dari mulutnya.   "Bedebah! Aku tidak boleh kalah!" dengusnya pelan. Diakui atau tidak, dia terkejut dengan kecepatan lawannya yang jauh meningkat.    "Berdiri! Jangan jadi pendekar pengecut yang menyerah kalah sebelum menuntaskan pertarungan!" bentak Aji dengan keras.   Tamparan begitu telak mendarat di pikiran Birowo. Rasa takut yang sempat dirasakannya akhirnya menghilang. Dia tahu, menyerah tidak akan membuat keadaan berubah. Lelaki yang menjadi lawannya itu pasti akan tetap berusaha memberinya pelajaran.   Lelaki berwajah pucat yang tak lagi pucat itu berdiri dan menyeka darah yang masih menetes dari sudut bibirnya. Matanya tajam menatap ke arah Aji seolah hendak mengu
Read more

Rangga Melawan Warta

"Seharusnya dia juga mendapat jadwal bertanding hari ini." Aji bergumam pelan, tapi masih terdengar oleh telinga Ratih yang ada di sebelahnya.Beberapa gadis yang melintas di depan mereka berdua, menatap keduanya dengan pandangan iri. Rasa iri mereka dipicu dari paras yang dimiliki Aji dan Ratih. Tampan dan juga cantik. Para gadis itu tentu berharap bisa mendapatkan jodoh yang rupawan selayaknya Aji, meski itu kedengarannya sangat klise.Selang satu jam berikutnya, pendekar yang dimaksud Aji sudah berada di atas panggung. Di depannya, sudah berdiri seorang lelaki yang bertubuh jangkung dan kekar. Dia menunjukkan jari-jari tangannya yang sebesar buah pisang untuk mengintimidasi lawannya yang memiliki postur tubuh lebih kecil. Rahangnya mengeras mengeluarkan suara menggeram, seolah hendak memakan lelaki di depannya hidup-hidup. Sebelum turun dari panggung, pembawa acara berteriak dengan keras, "Untuk pertandingan berikutnya, mari kita saksikan  Rangga m
Read more

Kelemahan Warta

Aji yang mendengar teriakan Warta, hanya tersenyum dan mengacungkan jempolnya ke arah Warta. Sesaat berikutnya, dia memutar jempolnya hingga mengarah ke bawah.  Warta mendengus kesal. Baginya, apa yang ditunjukkan Aji itu adalah sebuah penghinaan yang besar. Rahangnya mengeras dan kepalan tangannya semakin kuat menandakan emosinya semakin memuncak. "Kalahkan aku dulu, baru kau bisa melawannya!" Rangga sedari tadi mencoba mencari kelemahan Warta. Berbagai gerakan yang dilakukan Warta di saat dia menyerangnya, terekam jelas di memori otaknya.  Warta menatap tajam ke arah Rangga. Dalam detik berikutnya, dia bergerak menyerang lawannya tersebut dengan kedua kepalan tangannya yang besar dan berotot. Rangga yang unggul dalam kecepatan, bergerak lincah menghindari setiap serangan yang mengincarnya. Tubuhnya berkelit liar bagai seekor naga yang terbang hendak menerkam mangsanya. Hal yang diluar dug
Read more

Pengunduran diri Ratih

Tanpa kesulitan berarti, gadis cantik itu bisa mengalahkan lawannya dengan cepat. Kecerobohan lawannya karena salah melangkah, membuat Ratih bisa melepaskan tendangan gunting, yang langsung membuat lawannya itu terjatuh ke lantai panggung dengan kepala terlebih dahulu. Dan akibatnya, lawannya itupun jatuh pingsan di tempat. Selepas pertarungan Ratih, Aji mengajak gadis itu untuk berjalan-jalan di sekitar desa. Keserasian mereka berdua, kembali membuat para penduduk yang melihatnya, dibuat iri sekaligus kagum.  "Sungguh serasi sekali mereka berdua. Andai aku bisa bersanding denga lelaki itu, tentu aku akan sangat bahagia," ucap seorang gadis kepada temannya. "Kamu bahagia, tapi lelaki itu tidak!" sahut temannya sambil tertawa," Sebaiknya kau melihat ke cermin, kira-kira kau pantas bersanding dengan lelaki tampan itu atau tidak?" Aji dan Ratih menyusuri desa itu untuk melihat-lihat keadaan sekitar
Read more

Cakar Naga Perkasa

Dan pertandingan pun dimulai. Dengan keyakinan penuhnya, Subrata bergerak menyerang terlebih dahulu. Dia menyarangkan beberapa pukulan dari kedua kepalan tangannya. Namun Rangga dengan dingin menghindar, dan sesekali melakukan tepisan, untuk membuat arah serangan Subrata berubah. Beberapa penonton terlihat mendekati Aji. Mereka berharap lelaki tampan itu akan membuka suara terkait siapa yang akan memenangkan pertandingan yang sedang terjadi di atas panggung. Mereka adalah para petaruh yang belum menentukan, siapa yang mereka jagokan untuk menang. Dan jelas mereka berharap mendapat keuntungan besar dari taruhan yang akan mereka lakukan, itu jika Aji memberi petunjuk siapa yang akan melaju ke partai final melawan dirinya. Namun Aji sudah membaca gelagat yang mereka tunjukkan. Meski dia sudah bisa membaca siapa yang akan menang antara Rangga dan Subrata, Aji tidak sedikitpun berbicara kepada Ratih terkait pertandingan yang sedang terjadi. Dia m
Read more

Kekalahan Tak Terduga

Rangga berkelit menghindari serangan demi serangan yang menghujani tubuhnya. Sesekali dia melakukan tangkisan dan juga serangan balasan yang tidak kalah cepat. Pertarungan cepat tangan kosong itupun berlangsung dengan sengit. Mereka berdua menunjukkan kecepatan yang lumayan tinggi dalam pertarungan yang sedang mereka jalani.Akibat tangkisan demi tangkisan yang dilakukan Rangga, darah segar kembali mengalir keluar dari luka di tangan Subrata. Lelaki itu meringis kecil setiap kali tangannya yang terluka, berbenturan dengan tangan lawannya. Raut muka Subrata yang berubah-ubah, terlihat oleh pandangan mata Rangga. Dia mengubah gerakannya dan sedikit memfokuskan untuk menangkis daripada menghindar. Dan rencananya itupun berhasil.Darah mengalir semakin deras, dan luka robek yang ada di tangan Subrata menjadi semakin lebar dan dalam. Lelaki itu secara perlahan mulai kehilangan konsentrasinya, dan kesempatan itu dimanfaatkan Rangga dengan baik.
Read more

Kekesalan Subrata

Para penonton tentu tidak ada yang menduga jika Rangga sampai kalah. Begitu juga dengan Ratih dan Aji yang sampai membelalakkan matanya, ketika melihat tubuh Rangga meluncur keluar dari panggung.Kekecewaan tampak terlihat dalam tatapan mata para penonton. Harapan untuk melihat pertarungan yang seimbang dalam partai final antara Aji dan Rangga akhirnya tidak terjadi.  "Sayang sekali!" hanya dua kata itu yang terucap dari bibir Aji. Padahal dia sudah sangat yakin kalau Rangga akan memenangkan pertandingan itu.Rangga berjalan mendekati Aji dan Ratih yang memandangnya tanpa henti. Senyuman hangat terlontar dari bibir lelaki itu, setelah dia sudah berada di dekat mereka berdua."Aku yakin kau besok akan memenangkan pertandingan melawannya, Pendekar. Secara kemampuan, kau jauh lebih unggul dari pada dia. Tapi berhati-hatilah, dia sangat licik!"Aji menanggapi ucapan Rangga dengan senyuman yang tak kalah hangat, "Tenang saja, Pendekar. Jika d
Read more
PREV
123456
...
27
DMCA.com Protection Status