Beranda / Pendekar / Mustika Naga Bumi / Bab 91 - Bab 100

Semua Bab Mustika Naga Bumi: Bab 91 - Bab 100

268 Bab

Melawan Ki Ageng 3

"Bangsat! kau tidak akan bisa mengalahkanku!" hardik Ki Ageng. Sorot matanya tajam memancarkan kebencian yang teramat sangat. Tapi dibalik kebencian yang dirasakannya, dia merasa kagum dengan kemampuan lawannya yang secara umur jauh lebih muda. Dalam usia yang terhitung masih muda, lelaki tampan itu bisa mengimbangi kemampuannya.Pertarungan tangan kosong pun kembali terjadi. Dan kali ini dengan sesuatu yang sedikit berbeda.Setelah bisa menghapalkan gerakan jurus Pukulan Raja Pemabuk yang secara tidak langsung dicontohkan oleh Ki Ageng, Secara perlahan, Aji mulai mempraktekannya. "Bedebah ...! Berarti dia membiarkan tubuhnya aku serang itu tujuannya untuk mempelajari Pukulan Raja Pemabuk," gumam Ki Ageng dalam hati. Secara tidak langsung, kekagumannya kepada Aji terus tumbuh di hatinya. Terlepas Aji adalah lawannya.Meskipun belum terbiasa dengan gerakan Pukulan Raja Pemabuk, Tapi Aji bisa mempraktekkannya walau tidak seluwes Ki
Baca selengkapnya

Melawan Ki Ageng 4

Lelaki tua menarik napas panjang. Dia beruntung mempunyai kemampuan tenaga dalam yang tinggi, sehingga hanya dengan bertumpu pada tombaknya saja dia bisa menghindari serangan yang menakutkan tersebut.Dia kemudian menyilangkan kedua tombaknya di depan wajahnya, lalu menariknya ke samping kanan kiri dan langsung memberikan serangan balik. Adu serangan jarak pendek kembali terjadi.Meskipun pedang Aji masih terus mengeluarkan tekanan, tapi dengan kedua tombaknya, Ki Ageng masih bisa sedikit mendesak pertahanan Aji yang dibuat bergerak mundur karena kecepatan permainan kedua tombak kembarnya. Aji memang sengaja mengendurkan serangannya agar Ki Ageng mau menyerangnya dengan jarak pendek. Begitu lawannya masuk dalam perangkapnya, lelaki tampan itu  menambah kekuatan di bilah pedangnya. Seketika tekanan energi yang ada semakin membesar dan membuat kedua tombak pendek yang dipegang Ki Ageng terlepas dari tangannya, setelah berbenturan dengan pedang Kegelapan
Baca selengkapnya

Jurus Terlarang Dunia Persilatan

Dengan sisa-sisa tenaga dalamnya, Ki Ageng berusaha untuk memberi serangan terakhir. Dia terpaksa mengeluarkan jurus terlarang, yang bahkan oleh gurunya dilarang untuk digunakan. Jurus itu akan membutuhkan korban jiwa dari penggunanya setelah dipakai."Kalau aku mati, kau harus ikut mati denganku!" Ki Ageng mendesis memberi ancaman.Aji mengernyitkan dahinya. Dia masih belum paham dengan apa yang baru saja di ucapkan Ki Ageng. Dalam kebingungannya, tiba-tiba saja dia mendengar ada yang bicara dalam pikirannya. "Cucuku, Aji ... Kamu adalah satu-satunya harapan kakek untuk menyempurnakan kematian kakek yang belum sempurna. Saat ini jiwa kakek masih berada di dalam Pedang Kegelapan yang kau bawa. Jangan sampai serangan yang akan dilakukan lawanmu kali ini mengenai tubuhmu, karena dia akan menggunakan jurus langka dan tidak boleh digunakan di dunia persilatan. Sekali saja tubuhmu tersentuh oleh dia, kalian berdua akan meledak.""Baiklah. Tapi nanti
Baca selengkapnya

Kembali ke Kadipaten Tanjung Rejo

"Menurutmu bagaimana, Kekasihku tercinta?" tanya Aji sambil menyunggingkan senyumnya. Rona wajah Ratih seketika memerah. Ada rasa bahagia menelusup ke dalam jiwanya mendengar ucapan Aji yang begitu romantis. "Kenapa kau diam saja?" Aji menjepit hidung mancung Ratih dengan jari jempol dan telunjuknyaGadis cantik itu tergapap. Pipinya semakin bersemu merah bagai kepiting yang direbus.Aji menatap pertarungan yang kembali terjadi.  Tampaknya para prajurit itu belum mengetahui ihwal kematian Ki Ageng di tangan Aji.  Lelaki tampan itu melihat kejauhan, searah posisi sepasang tombak kembar Ki Ageng yang tadi terlempar, hingga menancap di sebuah pohon besar. Dengan cepat dia melesat mengambilnya dan kembali ke tempat Ratih berdiri. "Ayo kita bantu mereka!"Di tempat pertarungan terjadi, Yoga tampak tersudut setelah 10 orang prajurit mengepungnya. Tampak Darto dan Trisno di antara 10 prajurit tersebut. "Cepa
Baca selengkapnya

Kedatangan Pasukan Khusus

Yoga hanya bisa mengangguk pasrah. Dia tahu keputusan yang dibuat Aji adalah yang terbaik untuk kebaikan bersama. Mereka kemudian bergegas meninggalkan tempat itu menuju kadipaten Tanjung Rejo.  Aji berpikir tentunya waktu yang ada harus dimanfaatkan sebaik mungkin. kekuatirannya bisa saja menjadi kenyataan, jika dia terlalu lama meninggalkan Adipati Hanggareksa.Sementara itu Rangga dan Bargowo, bersama 50 anggota pasukan khusus istana kerajaan Cakrabuana, sudah hampir mendekati kadipaten Tanjung Rejo. Mereka sengaja mempercepat perjalanan dan memangkas waktu istirahat agar bisa lebih cepat sampai.  Jarak tempuh yang seharusnya paling tidak memakan waktu lebih dari tiga 3 hari, berhasil mereka pangkas menjadi hanya dua setengah hari. Selang satu jam berikutnya, rombongan Prabowo dan Rangga akhirnya tiba di depan pintu gerbang kabupaten Tanjung Rejo. Para prajurit penjaga pintu gerbang yang mengetahui kedatangan pasukan khusus istana, tentu
Baca selengkapnya

Pujian dari Adipati Hanggareksa

Sesampainya di depan istana Kadipaten, Rangga dan Bargowo mengajak pasukan khusus istana kerajaan Cakrabuana yang dipimpin Antasena masuk ke dalam. Ratusan prajurit yang sudah disiagakan oleh Adipati Hanggareksa, menatap kagum kedatangan pasukan khusus yang jumlah totalnya hanya 1000 prajurit saja, dari jumlah prajurit kerajaan Cakrabuana yang kesemuanya ada sekitar 100 ribu prajurit.Menjadi pasukan khusus kerajaan Cakrabuana tentunya tidak mudah, dan harus melalui berbagai ujian yang sangat berat. Dan akan menjadi kebanggan tersendiri yang sangat besar bagi prajurit khusus itu sendiri, jika mereka berhasil melalui ujian demi ujian yang harus dilewati. Selain itu, keluarga mereka juga akan ikut merasa bangga, sebab pasukan khusus adalah sebuah prestasi tersendiri. Berbeda dengan pejabat istana yang tidak perlu mengikuti ujian yang ketat dan berat, terkecuali Patih dan Senopati perang yang naik pangkat karena prestasi demi prestasi yang ditorehkan.Setelah
Baca selengkapnya

Cibiran Antasena

"Bagaimana Tuan bisa tahu?" tanya prajurit itu keheranan. "Aku tidak tahu dan aku hanya menebaknya saja," jawab Aji, lalu tersenyum. "Berarti mereka berdua ketika menghilang kemarin pergi ke Kotaraja?" tanya Ratih penararan. "Sepertinya begitu. Dan mereka melakukannya dengan inisiatif sendiri tanpa memberi tahu kita. Pastinya ada alasan khusus kenapa mereka tidak berpamitan kepada kita terlebih dahulu sebelum pergi," jawab Aji. Lelaki tampan itu kemudian mengajak mereka melanjutkan langkahnya menuju istana kadipaten. Tak berselang lama, mereka pun akhirnya sampai di istana. Aji, Ratih dan Yoga bergegas menuju aula untuk melaporkan hasil yang mereka dapatkan, dan juga sekalian untuk menemui Rangga dan Bargowo yang ternyata sudah kembali ke istana. Di dalam aula, Adipati Hanggareksa yang sedang berbicara dengan Rangga, Bargowo dan Antasena, dikejutkan dengan masuknya seorang prajurit yang tergopoh-gopoh mendekatinya.&nbs
Baca selengkapnya

Kerisauan Pangeran Dananjaya

"Bolehkah hamba melihatnya, Tuan?" sela Antasena. Dia juga merasa seperti pernah melihat sepasang tombak kembar itu.Adipati Hanggareksa mengangguk dan memberikan sepasang tombak pusaka itu kepada Aji, "Tunjukkan kepada Antasena!"Aji meraih sepasang tombak itu dan memberikannya kepada Antasena, setelah kembali duduk di samping pemimpin pasukan khusus kerajaan Cakrabuana tersebut.  Antasena mengamati dengan seksama sepasang tombak kembar yang kini  dipegangnya. Sesaat kemudian ia mengalihkan pandangannya kepada Adipati Hanggareksa yang juga sedang memandangnya. "Apakah Tuan masih ingat dengan saudara seperguruan Tuan Lodra, yang dulu mengalah ketika di partai puncak turnamen yang diadakan Paduka Raja Untuk mengisi jabatan patih yang lowong?"Adipati Hanggareksa memejamkan matanya dan mencoba mengingat-ingat turnamen yang diadakan Raja Wanajaya 20 tahun yang lalu. Saat itu dia masih menjabat sebagai prajurit kepala yang membawahi 500 orang
Baca selengkapnya

Serangan Tengah Malam

"Prajurit mengabarkan jika kedua pendekar yang kita tunggu sudah berada di luar, Pangeran," jawab Suryorojo. Pangeran Dananjaya tersenyum lebar. Kerisauan yang dirasakannya seketika menghilang, setelah mendengar berita kedatangan dua pendekar yang diundang gurunya. "Prajurit tadi sedang menjemput keduanya untuk diajak kemari," lanjut Suryorojo. "Tidak adanya Lodra membuat kita tanpa rencana, Guru. Selain itu, aku juga yakin Yoga sudah membocorkan kekuatan kita kepada Hanggareksa." Pangeran Dananjaya menghela napasnya dengan kasar.Suryorojo berdiri dan berjalan membuka pintu kamar setelah terdengar pintu kamar diketuk dari luar. Senyum lelaki tua itu merekah lebar ketika melihat dua orang yang kira-kira seumuran dengannya sudah berada di depan pintu."Kuntala, Daniswara, aku senang kalian sudah datang. Mari, silahkan masuk, Pangeran sudah menunggu di dalam!" Kuntala dan Daniswara tersemyum tipis seb
Baca selengkapnya

Pertempuran di Istana Kadipaten Tanjung Rejo

"Sialan! Mereka menyerang di saat kondisi para prajurit sedang beristirahat!" umpatnya dalam hati. Dari jarak yang lumayan jauh, dia masih bisa melihat pintu gerbang istana kadipaten Tanjung Rejo sudah terbuka lebar. Ratusan prajurit pasukan Pangeran Dananjaya berhamburan memasuki Istana dengan senjata terhunus di tangan. Beberapa prajurit penjaga yang mencoba menahan agar pasukan lawan tidak masuk lebih ke dalam, tak ayal menjadi korban serangan dadakan tersebut.  Lengkingan suara prajurit yang tewas, terdengar nyaring bersahutan menyayat hati di heningnya malam. Namun entah kenapa tidak ada pergerakan dari prajurit istana, mereka seperti terkena guna-guna agar tertidur lelap.  Aji tidak bisa berpikir lebih lama, jika mereka bebas memasuki istana dan tidak ada yang menghadang, maka tidak lama lagi istana Kadipaten Tanjung Rejo akan bisa dikuasai pasukan Pangeran Dananjaya.   Lelaki tampan itu berlari cepat memasuki kamarn
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
89101112
...
27
DMCA.com Protection Status