Pangeran Dananjaya tersenyum lebar. Kerisauan yang dirasakannya seketika menghilang, setelah mendengar berita kedatangan dua pendekar yang diundang gurunya.
"Prajurit tadi sedang menjemput keduanya untuk diajak kemari," lanjut Suryorojo.
"Tidak adanya Lodra membuat kita tanpa rencana, Guru. Selain itu, aku juga yakin Yoga sudah membocorkan kekuatan kita kepada Hanggareksa." Pangeran Dananjaya menghela napasnya dengan kasar.
Suryorojo berdiri dan berjalan membuka pintu kamar setelah terdengar pintu kamar diketuk dari luar.
Senyum lelaki tua itu merekah lebar ketika melihat dua orang yang kira-kira seumuran dengannya sudah berada di depan pintu.
"Kuntala, Daniswara, aku senang kalian sudah datang. Mari, silahkan masuk, Pangeran sudah menunggu di dalam!"
Kuntala dan Daniswara tersemyum tipis seb
"Sialan! Mereka menyerang di saat kondisi para prajurit sedang beristirahat!" umpatnya dalam hati. Dari jarak yang lumayan jauh, dia masih bisa melihat pintu gerbang istana kadipaten Tanjung Rejo sudah terbuka lebar. Ratusan prajurit pasukan Pangeran Dananjayaberhamburan memasuki Istana dengan senjata terhunus di tangan. Beberapa prajurit penjaga yang mencoba menahan agar pasukan lawan tidak masuk lebih ke dalam, tak ayal menjadi korban serangan dadakan tersebut. Lengkingan suara prajurit yang tewas, terdengar nyaring bersahutan menyayat hati di heningnya malam. Namun entah kenapa tidak ada pergerakan dari prajurit istana, mereka seperti terkena guna-guna agar tertidur lelap. Aji tidak bisa berpikir lebih lama, jika mereka bebas memasuki istana dan tidak ada yang menghadang, maka tidak lama lagi istana Kadipaten Tanjung Rejo akan bisa dikuasai pasukan Pangeran Dananjaya. Lelaki tampan itu berlari cepat memasuki kamarn
Kuntala dan Daniswara melesat masuk ke dalam kompleks istana Kadipaten Tanjung Rejo. Di saat bersamaan, 50 pasukan khusus kerajaan Cakrabuana yang dipimpin Antasena keluar membantu Aji dan Rangga. Tak lama berikutnya, Bargowo dan Ratih pun menyusul keluar bersama ratusan prajurit yang sebagian besar masih terlihat lesu, karena terpaksa bangun dari tidurnya di tengah malam. Pertempuran sengit pun tak terhindarkan lagi. Dentingan suara logam yang beradu dan ditambah dengan jeritan kematian menyayat hati, terdengar bagaikan suara simponi orkestra yang membius para pendengarnya. Pekikan pemberi semangat yang juga tak henti terdengar dari para pemimpin prajurit kedua kubu, semakin menambah riuhnya situasi di tengah malam itu. Sakuntala dan Daniswara sesekali menyerang prajurit kadipaten Tanjung Rejo yang berada di dekat mereka berdua. Tujuan utama kedua pendekar yang diundang Suryorojo bukanlah para prajurit yang tentu bisa dengan mudah mereka ha
Dengan cepat Daniswara kembali memasang kuda-kudanya dan kemudian memutarkan pedang hitamnya secara perlahan hingga menimbulkan deru angin yang kuat."Kau akan merasakan betapa kuatnya pedang Iblis milikku ini, bedebah. Bersiaplah... Aku akan menghabisimu!"Lelaki tampan itu tidak terkejut dengan ancaman yang dilontarkan Daniswara. Baginya, ancaman demi ancaman yang diarahkan kepadanya adalah doping yang membuat kemampuannya terus meningkat.Energi besar meluap-luap keluar dari pedang hitam tersebut seiring putarannya yang semakin kencang.Aji menambahkan tenaga dalamnya untuk bisa menahan hembusan angin yang menerpanya begitu kuat. Lelaki tampan itu sadar kekuatan lawannya kali ini paling tidak sudah berada di tingkatan Pendekar pilih tanding tahap akhir, atau satu tingkat di atas Ki Ageng.Hembusan angin yang keluar dari pusaran Pedang Iblis semakin deras menerpa tubuh Aji. Pusarannya juga secara perlahan semakin membesar.
"Kalau kita sudah sepakat, ikuti aku!" ucap Aji tenang. Senyumnya mengambang jelas tergambar di bibirnya. "Aku akan melayani kalian dengan senang hati di sana!"Seusai berkata, Aji melesat dengan begitu ringan melompati dinding pembatas istana yang memiliki ketinggian sekitar 6 meter."Sombong! Dia kira kita tidak bisa seperti dia? Ayo Kuntala, kita kejar dia dan memberinya pelajaran berharga yang tidak akan bisa dia lupakan meski dia sudah mati!" kata Daniswara.Kuntala mengangguk dan kemudian melesat mengejar Aji dengan kecepatan yang mengagumkan. Tubuhnya melenting ringan melompati dinding yang tinggi itu dan berlompatan di atas atap rumah penduduk.Daniswara tidak mau kalah, dia melesat mengikuti Kuntala yang terlebih dahulu mengejar Aji keluar dari kadipaten.Sementara itu ...Pertempuran masih terjadi begitu sengit. Adanya pasukan khusus nyatanya tidak menyurutkan semangat prajurit Pangeran Dananjaya. Mereka tid
Setelah saling berpandangan dan mengangguk bersamaan, sedetik berikutnya keduanya sudah melesat dan berputar dengan begitu cepat memutari tubuh Aji. Tubuh mereka secara perlahan bergerak semakin cepat hingga yang terlihat hanya seperti pusaran angin puting beliung."Apa kalian berdua tidak pusing berputar seperti itu?" ucap Aji, sambil terus mengamati putaran yang menyelimuti tubuhnya.Kabut hitam seketika menyeruak tebal dan membentuk lingkaran yang melingkari tubuh Aji. Lelaki itu merasakan situasi yang berbeda kali ini. Dia sadar formasi yang digunakan kedua lawannya itu sangat berbeda dengan formasi-formasi serangan yang biasa dihadapinya.Ternyata yang dirasakan Aji berbeda dengan yang baru saja diucapkannya. Dia bahkan harus menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan rasa sedikit pusing di kepalanya. Kabut hitam yang semakin tebal melingkarinya membuat tubuh kedua lawannya sampai tidak terlihat sama sekali.Tiba-tiba saja sebuah serangan munc
"Jangan menguasai jiwaku lagi atau aku tidak akan menggunakanmu untuk selamanya!" Aji mengangkat Pedang Kegelapan tinggi ke atas, lalu mengalirkan energinya memasuki bilah pedang berwarna hitam tersebut. Pancaran aura kemerahan semburat keluar dari bilah pedang yang dulu pernah menggegerkan dunia persilatan dengan kekuatannya yang menakutkan. "Pedang kegelapan, buktikan jika kau ingin mengikuti langkahku memberantas kejahatan di muka Bumi!" Seolah mendapat dorongan spirit yang kuat dari ucapan Aji, Aura kemerahan yang keluar dari bilah pedang Kegelapan semakin bertambah terang. Kuntala dan Daniswara bukannya tidak mengetahui apa yang dilakukan Aji dengan pedang pusakanya, tapi mereka tidak mungkin menghentikan begitu saja pusaran yang sedang mereka lakukan. Sebab itu sama saja menghentikan peradaran darah di dalam tubuh mereka. Sebuah tekanan yang besar pun seperti dihempaskan dengan kuat keluar dari bilah pedang kegela
Suryorojo tidak menghiraukan cibiran hekasih Ratih tersebut. Dia mengalirkan tenaga dalamnya ke tubuh Kuntala dan Daniswara untuk sedikit memulihkan luka yang mereka berdua derita. Setidaknya dia butuh bantuan kedua temannya itu untuk melawan sosok pendekar yang bahkan tidak pernah mereka dengar namanya.Guru dari Pangeran Dananjaya itu sudah bisa merasakan betul besarnya kekuatan lelaki tampan itu ketika membantu Kuntala dan Daniswara selamat dari kematian. Jika dia melawan sendiri, Suryorojo tidak yakin bisa memenangkan pertarungan melawan sosok berwajah tampan yang sedang menyeringai menatapnya."Kenapa juga kau membantu mereka berdua, Orang Tua? Meskipun sembuh, mereka tetap tidak akan ada gunanya."Suryorojo menatap aji dengan tajam seraya mendengus kesal. Napasnya memburu dan pikirannya dipenuhi emosi yang secara perlahan semakin memuncak."Kau terlalu sombong, Anak Muda. Meski kau sudah membuat mereka berdua terluka, tapi itu tidak berarti ka
Tidak mau terus-terusan terjebak dalam permainan pola serangan lawan yang tidak memberinya kesempatan untuk memberikan serangan balik, Aji menggerahkan Langkah Angin untuk bisa membongkar dan sekaligus membuka celah pertahanan lawannya.Meski awalnya sedikit kesulitan, tapi secara perlahan pemuda itu bisa mengimbangi serangan ketiga lawannya. Kecepatannya yang bisa dibilang lebih unggul dari ketiga pendekar tua itu, membuatnya bisa kembali bergerak bebas memberi serangan. Dan sudah pasti Kuntala serta Daniswara yang menjadi sasaran awalnya.Kondisi keduanya yang masih mengalami luka dalam tentunya akan dimanfaatkannya sebaik mungkin untuk menghabisi keduanya terlebih dahulu."Kuntala, Awas!" teriak Suryorojo dengan keras, begitu mengetahui Kuntala lengah setelah menghindari serangan tipuan yang dilakukan Aji.Namun teriakan peringatan Suryorojo hanya sia-sia belaka. Kuntala sedikit terlambat bereaksi dan harus merelakan tubuhnya menjadi sasara