Suryorojo tidak menghiraukan cibiran hekasih Ratih tersebut. Dia mengalirkan tenaga dalamnya ke tubuh Kuntala dan Daniswara untuk sedikit memulihkan luka yang mereka berdua derita. Setidaknya dia butuh bantuan kedua temannya itu untuk melawan sosok pendekar yang bahkan tidak pernah mereka dengar namanya.
Guru dari Pangeran Dananjaya itu sudah bisa merasakan betul besarnya kekuatan lelaki tampan itu ketika membantu Kuntala dan Daniswara selamat dari kematian. Jika dia melawan sendiri, Suryorojo tidak yakin bisa memenangkan pertarungan melawan sosok berwajah tampan yang sedang menyeringai menatapnya.
"Kenapa juga kau membantu mereka berdua, Orang Tua? Meskipun sembuh, mereka tetap tidak akan ada gunanya."
Suryorojo menatap aji dengan tajam seraya mendengus kesal. Napasnya memburu dan pikirannya dipenuhi emosi yang secara perlahan semakin memuncak.
"Kau terlalu sombong, Anak Muda. Meski kau sudah membuat mereka berdua terluka, tapi itu tidak berarti ka
Tidak mau terus-terusan terjebak dalam permainan pola serangan lawan yang tidak memberinya kesempatan untuk memberikan serangan balik, Aji menggerahkan Langkah Angin untuk bisa membongkar dan sekaligus membuka celah pertahanan lawannya.Meski awalnya sedikit kesulitan, tapi secara perlahan pemuda itu bisa mengimbangi serangan ketiga lawannya. Kecepatannya yang bisa dibilang lebih unggul dari ketiga pendekar tua itu, membuatnya bisa kembali bergerak bebas memberi serangan. Dan sudah pasti Kuntala serta Daniswara yang menjadi sasaran awalnya.Kondisi keduanya yang masih mengalami luka dalam tentunya akan dimanfaatkannya sebaik mungkin untuk menghabisi keduanya terlebih dahulu."Kuntala, Awas!" teriak Suryorojo dengan keras, begitu mengetahui Kuntala lengah setelah menghindari serangan tipuan yang dilakukan Aji.Namun teriakan peringatan Suryorojo hanya sia-sia belaka. Kuntala sedikit terlambat bereaksi dan harus merelakan tubuhnya menjadi sasara
Belum juga Suryorojo menghilangkan rasa terkejutnya atas kematian Daniswara, dia melihat Kuntala sudah bergerak melakukan serangan. Tampaknya teman dan juga saudara seperguruan Daniswara itu sudah kehilangan akal sehatnya, selepas kehilangan satunya sosok yang bahu membahu bersamanya meniti kerasnya dunia persilatan. Suryorojo langsung melesat untuk membantu Kuntala menyerang pendekar berwajah tampan tersebut. Dia tidak mau nyawa Kuntala mati sia-sia menyusul Damiswara yang baru saja menuju alam baka."Kalau kau juga mau menyusul nyawa temanmu yang sudah aku kirim ke neraka, maka aku pasti akan mengabulkannya dengan cepat!" ujar Aji seraya melepaskan tebasannya ke arah leher Kuntala.saudara seperguruan Daniswara itu hanya bisa terkejut melihat serangan yang begitu cepat mengincar titik vitalnya. Padahal sebelumnya, pemuda itu bergerak menyamping menghindari serangannya. Dia tidak menduga jika lawannya tersebut bisa menghindar sekaligus memberikan s
Kabut hitam seketika muncul dari bilah pedangnya yang secara perlahan mengepul semakin tebal. Dengan tatapan tajam ke arah Adipati Hanggareksa, tiba-tiba saja tubuhnya melesat dengan ujung bilah terarah ke depan. Pemimpin kadipaten Tanjung Rejo itu tersenyum tipis sebelum bergerak maju memapak serangan yang mengarah kepadanya. Tidak ada sedikitpun muncul keraguan ada di benaknya, apalagi rasa takut. Deru dua energi yang sama-sama bergerak maju, membuat tekanan udara meningkat kuat. Debu tak ayal berhamburan ke atas hingga menutupi pandangan kedua bangsawan tersebut. Meskipun secara pengalaman mereka berdua masihmereka berdua miliki tidak membuat mereka salah sasaran, meski jarak pandang mereka terganggu. Sementara itu di luar Kadipaten, Pertarungan antara Aji dan Suryorojo berlangsung semakin sengit. Puluhan bayangan pedang muncul seketika seiring tubuh Suryorojo yang melesat maju memapak serangan Aji. Guru Pangeran Dananjaya itu terpaksa mengeluarkan j
Jelas saja Ratih merasa was-was dan kuatir jika prajurit yang baru datang itu adalah pendukung Pangeran Dananjaya. Sebab kondisi Aji tidak memungkinkan untuk melakukan pertarungan lagi.Tatapannya nanar menatap pintu gerbang masuk kadipaten Tanjung Rejo yang berjarak hampir 50 meter dari tempatnya menjaga Aji bermeditasi. Andai para prajurit itu mengetahui keberadaan mereka berdua, dia tak tahu lagi apa yang harus dilakukannya.Sementara itu, kedatangan ribuan prajurit tersebut membuat para prajurit pasukan Pangeran Dananjaya ketakutan. Sebab mereka tahu betul jika ribuan prajurit yang baru datang itu berasal dari kerajaan Cakrabuana, dan tentunya akan menjadi lawan mereka.Di lain sisi, pertarungan antara Pangeran Dananjaya melawan Adipati Hanggareksa masih berlangsung sengit. Di luar dugaan, Pangeran Dananjaya berhasil mendesak balik Adipati Hanggareksa dengan serangan gencar yang dilakukannya. Pedangnya yang tak henti mengepulkan asap hitam,
"Lihat, Ratih. Itu Rangga dan Bargowo berjalan kemari!" kata Aji, seraya tersenyum lebar.Senyum manis Ratih yang tadi terkembang menjadi tertutup rapat. Kedua bola matanya menyipit bingung dan heran, sebab dia tahu sendiri jika ada seribu lebih prajurit yang memasuki kadipaten Tanjung Rejo. Tapi kenapa Bargowo dan Rangga malah keluar?"Ternyata kalian berdua ada di sini," ucap Rangga menyapa, dengan.senyim tipis yang tercetak di bibirnya."Kenapa kalian berdua malah meninggalkan istana? Apakah perang sudah usai?" wajah Ratih terlihat begitu penasaran.Rangga dan Bargowo melangkah hingga berada di dekat Aji dan Ratih."Perang sudah usai. Pangeran Dananjaya menyerah setelah kedatangan Senopati Wikrama yang membawa seribu lebih prajurit untuk memberi bantuan," jawab Rangga."Meski sebenarnya bantuan itu tidak perlu, sebab pasukan Pangeran Dananjaya mentalnya sudah anjlok karena banyak dari mereka yang tewas," Bargowo menimpal
"Entahlah, Aji. Tuan Adipati Hanggareksa juga tidak berani mempertanyakan keputusan Senopati Wikrama," jawab Rangga."Seharusnya Tuan Adipati yang berhak membawa Pangeran Dananjaya ke istana, bukan Senopati Wikrama," Ratih menimpali ucapan Rangga.Aji bangkit berdiri dan berjalan mendekati mereka bertiga. "Besok kita ke Kotaraja! Aku mencium bau ketidak beresan dari tindakan Senopati Wikrama." ucapnya lalu kembali berjalan."Kau mau kemana?" tanya Ratih.Aji membalikkan badannya, "Mandi, kau mau ikut?"Rona wajah Ratih bersemu merah. Jawaban yang diberikan Aji membuatmu seketika malu di depan Bargowo dan Rangga. Dan keduanya hanya terkekeh pelan memandang Aji dan Ratih bergantian.Andai tidak ada Rangga dan Bargowo, tentu Ratih akan berani menimpali ucapan kekasihnya tersebut.Setelah hampir setengah jam lamanya keluar dari kamar untuk mandi, lelaki tampan itu pun kembali ke dalam kamar.
"Lalu siapa yang akan mengambil wewenang di sini saat Tuan pergi besok?" tanya Yoga."Kamu yang aku serahi memimpin kadipaten Tanjung Rejo ini untuk sementara," jawab Adipati Hanggareksa tegas."Hamba takut membuat kesalahan saat mengambil keputusan, Tuan Adipati." Yoga menundukkan kepalanya.Adipati Hanggareksa tersenyum kecil. "Aku tahu kau sudah belajar banyak dari kesalahan yang pernah kau lakukan, Yoga. Jadi kau pasti akan berpikir matang-matang sebelum mengambil keputusan.""Kalau sudah selesai, kami akan keluar dulu untuk mencari makan, Tuan," ucap Aji. Lelaki tampan itu lalu menepuk pelan pundak Yoga, "Apa kau tidak mau ikut dengan kami?"Yoga mengangkat wajahnya memandang Aji dan kemudian mengalihkannya kepada Adipati Hanggareksa."Pergilah," kata Adipati Hanggareksa memberi ijin.Mereka berlima memberi hormat kepada Adipati Hanggareksa sebelum melangkah keluar aula."Nanti kau akan mengetahui bagaimana jelinya A
"Sifatmu yang bisa mengayomi dan melindungiku, serta memberikan kehangatan dan rasa nyaman, itulah yang membuatku sulit untuk lepas darimu. Kau benar-benar sosok suami idaman setiap wanita di muka bumi ini, Aji," ucap Ratih lirih."Aku tidak sebaik yang kau pikirkan, Ratih. Dan kadang aku masih dihantui masa laluku yang begitu kelam," balas Aji. Pandanganyna terangkat naik menatap bintang dan bulan yang tersenyum melihat kebahagiaan mereka berdua."Tidak, Aji ... Aku tahu kau tidak pandai bermain tutur kata untuk mengekspresikan sisi romantismu. Tapi dari sikapmu itulah kau menunjukkan bahwa kau sosok yang begitu bertanggung jawab dan perhatian. Dan yang membuatmu begitu istimewa di mataku, kau bahkan rela berkorban nyawa demi untuk membantu orang lain." Ratih merebahkan tubuhnya dan menggunakan paha Aji sebagai bantal.Aji menatap wajah cantik yang kini tidur berbantal pahanya. "Satu yang kuharapkan darimu ketika kita menikah nanti, Ratih. Aku harap kau bisa me