Jelas saja Ratih merasa was-was dan kuatir jika prajurit yang baru datang itu adalah pendukung Pangeran Dananjaya. Sebab kondisi Aji tidak memungkinkan untuk melakukan pertarungan lagi.
Tatapannya nanar menatap pintu gerbang masuk kadipaten Tanjung Rejo yang berjarak hampir 50 meter dari tempatnya menjaga Aji bermeditasi. Andai para prajurit itu mengetahui keberadaan mereka berdua, dia tak tahu lagi apa yang harus dilakukannya.
Sementara itu, kedatangan ribuan prajurit tersebut membuat para prajurit pasukan Pangeran Dananjaya ketakutan. Sebab mereka tahu betul jika ribuan prajurit yang baru datang itu berasal dari kerajaan Cakrabuana, dan tentunya akan menjadi lawan mereka.
Di lain sisi, pertarungan antara Pangeran Dananjaya melawan Adipati Hanggareksa masih berlangsung sengit. Di luar dugaan, Pangeran Dananjaya berhasil mendesak balik Adipati Hanggareksa dengan serangan gencar yang dilakukannya. Pedangnya yang tak henti mengepulkan asap hitam,
"Lihat, Ratih. Itu Rangga dan Bargowo berjalan kemari!" kata Aji, seraya tersenyum lebar.Senyum manis Ratih yang tadi terkembang menjadi tertutup rapat. Kedua bola matanya menyipit bingung dan heran, sebab dia tahu sendiri jika ada seribu lebih prajurit yang memasuki kadipaten Tanjung Rejo. Tapi kenapa Bargowo dan Rangga malah keluar?"Ternyata kalian berdua ada di sini," ucap Rangga menyapa, dengan.senyim tipis yang tercetak di bibirnya."Kenapa kalian berdua malah meninggalkan istana? Apakah perang sudah usai?" wajah Ratih terlihat begitu penasaran.Rangga dan Bargowo melangkah hingga berada di dekat Aji dan Ratih."Perang sudah usai. Pangeran Dananjaya menyerah setelah kedatangan Senopati Wikrama yang membawa seribu lebih prajurit untuk memberi bantuan," jawab Rangga."Meski sebenarnya bantuan itu tidak perlu, sebab pasukan Pangeran Dananjaya mentalnya sudah anjlok karena banyak dari mereka yang tewas," Bargowo menimpal
"Entahlah, Aji. Tuan Adipati Hanggareksa juga tidak berani mempertanyakan keputusan Senopati Wikrama," jawab Rangga."Seharusnya Tuan Adipati yang berhak membawa Pangeran Dananjaya ke istana, bukan Senopati Wikrama," Ratih menimpali ucapan Rangga.Aji bangkit berdiri dan berjalan mendekati mereka bertiga. "Besok kita ke Kotaraja! Aku mencium bau ketidak beresan dari tindakan Senopati Wikrama." ucapnya lalu kembali berjalan."Kau mau kemana?" tanya Ratih.Aji membalikkan badannya, "Mandi, kau mau ikut?"Rona wajah Ratih bersemu merah. Jawaban yang diberikan Aji membuatmu seketika malu di depan Bargowo dan Rangga. Dan keduanya hanya terkekeh pelan memandang Aji dan Ratih bergantian.Andai tidak ada Rangga dan Bargowo, tentu Ratih akan berani menimpali ucapan kekasihnya tersebut.Setelah hampir setengah jam lamanya keluar dari kamar untuk mandi, lelaki tampan itu pun kembali ke dalam kamar.
"Lalu siapa yang akan mengambil wewenang di sini saat Tuan pergi besok?" tanya Yoga."Kamu yang aku serahi memimpin kadipaten Tanjung Rejo ini untuk sementara," jawab Adipati Hanggareksa tegas."Hamba takut membuat kesalahan saat mengambil keputusan, Tuan Adipati." Yoga menundukkan kepalanya.Adipati Hanggareksa tersenyum kecil. "Aku tahu kau sudah belajar banyak dari kesalahan yang pernah kau lakukan, Yoga. Jadi kau pasti akan berpikir matang-matang sebelum mengambil keputusan.""Kalau sudah selesai, kami akan keluar dulu untuk mencari makan, Tuan," ucap Aji. Lelaki tampan itu lalu menepuk pelan pundak Yoga, "Apa kau tidak mau ikut dengan kami?"Yoga mengangkat wajahnya memandang Aji dan kemudian mengalihkannya kepada Adipati Hanggareksa."Pergilah," kata Adipati Hanggareksa memberi ijin.Mereka berlima memberi hormat kepada Adipati Hanggareksa sebelum melangkah keluar aula."Nanti kau akan mengetahui bagaimana jelinya A
"Sifatmu yang bisa mengayomi dan melindungiku, serta memberikan kehangatan dan rasa nyaman, itulah yang membuatku sulit untuk lepas darimu. Kau benar-benar sosok suami idaman setiap wanita di muka bumi ini, Aji," ucap Ratih lirih."Aku tidak sebaik yang kau pikirkan, Ratih. Dan kadang aku masih dihantui masa laluku yang begitu kelam," balas Aji. Pandanganyna terangkat naik menatap bintang dan bulan yang tersenyum melihat kebahagiaan mereka berdua."Tidak, Aji ... Aku tahu kau tidak pandai bermain tutur kata untuk mengekspresikan sisi romantismu. Tapi dari sikapmu itulah kau menunjukkan bahwa kau sosok yang begitu bertanggung jawab dan perhatian. Dan yang membuatmu begitu istimewa di mataku, kau bahkan rela berkorban nyawa demi untuk membantu orang lain." Ratih merebahkan tubuhnya dan menggunakan paha Aji sebagai bantal.Aji menatap wajah cantik yang kini tidur berbantal pahanya. "Satu yang kuharapkan darimu ketika kita menikah nanti, Ratih. Aku harap kau bisa me
Bargowo menoleh keluar penginapan lalu mengacungkan 3 jari yang disambut anggukan kepala Aji."Kami pesan 3 kamar, Nisanak. Berapa?" ucap Bargowo."Untuk berapa malam, Tuan?""Malam ini saja," jawab Bargowo seraya menyerahkan satu koin emas kepada wanita pemilik penginapan.Wanita itu melongo tak percaya Bargowo dengan begitu mudahnya mengeluarkan koin emas. Padahal dari penampilannya, wanita itu menilai Bargowo tidak menunjukkan sosok yang berharta."Maaf, Tuan. 3 kamar untuk 1 malam hanya satu setengah koin perak saja, dan ini ... aku tidak punya kembaliannya.""Belikan kami makanan dan ambil saja kembaliannya, atau berikan kepada penduduk desa ini yang membutuhkan bantuan," jawab Bargowo enteng. Tidak terlihat ada sedikitpun raut keberatan di wajahnya."Yang benar, Tuan?""Apa aku terlihat berbohong?" Bargowo menatap wanita itu dengan tajam. Setelah itu dia berjalan keluar memanggil Aji dan yang
Setelah 500 meter meninggalkan desa, akhirnya mereka menemukan sebuah jalan setapak yang memiliki ciri-ciri seperti penjelasan wanita pemilik penginapan.Dua batang pohon besar yang mengapit jalan setapak itu merupakan ciri utama yang bisa mereka ingat. Setelah berembuk sebentar, mereka kemudian kembali memacu kudanya dengan cepat dan meninggalkan debu tebal yang mengambang di belakang.Tanpa terasa dua jam berlalu. Mereka akhirnya tiba di sebuah hutan yang jika dilihat dari luar tampak begitu lebat dan gelap. Ada sedikit keraguan diperlihatkan Bargowo, tapi pengalaman sebagai pemimpin perampok mengatakan bahwa hutan yang dianggap angker biasanya menyimpan suatu rahasia.Aji dan Ratih yang menunggangi seekor kuda berjalan paling depan. selanjutnya Bargowo dan Rangga paling belakang.Bukan tanpa alasan tentunya Jika Aji memasuki hutan itu terlebih dahulu. Ketajaman matanya dan pendengarannya yang kuat pastinya menjadi alasan khusus dia me
Kedua orang tersebut hanya bisa melotot ketika serangannya yang sudah jelas-jelas akan bisa melukai lawannya, tiba tiba seperti membentur sebuah benda yang sangat padat dan kuat. Bahkan pedang mereka sampai sedikit tumpul karenanya.Seperti yang sudah diajarkan kakek moyangnya kemarin ketika dia tidur seusai mengalahkan pasukan Pangeran Dananjaya, Aji melesatkan serangan energi yang secara cepat menyerang mereka keempat lawannya.Tak mau menjadi sasaran empuk, keempat sosok berjubah hitam itu dengan kecepatan kedua pedang di tangannya, berusaha menangkis serangan energi yang meluncur ke arah mereka. Namun belum sempat mereka menjejakkan diri dengan tegap, belasan serangan energi lainnya langsung menerjang mereka. Mau tak mau, mereka berlompatan menghindar dari pada mati percuma."Hati-hati, dia bukan pendekar sembarangan. seranganya benar-benar merepotkan!"ucap salah seorang dari 4 Jagal Hitam dengan geram.Mereka berempat kemudian melompat mu
"Mereka cepat sekali!" Bayu menangkis serangan pedang terbang yang seakan tidak mau berhenti bergerak ke arahnya. Selain menangkis pedang terbang, dia juga harus meladeni dua sosok bertopeng yang terus mencecarnya dengan serangan.Aji menambahkan kecepatannya untuk menghindari pedang terbang yang terus mengincarnya dan sekaligus memberi serangan kepada dua sosok yang menyerangnya dari jarak dekat.Serangan tiba-tiba yang dilepaskan Aji berhasil mendesak dua sosok bertopeng itu terdesak mundur. Di saat bersamaan dia menarik sedikit energi hitam pedang Kegelapan untuk membuat serangannya semakin kuat.Aji kembali bergerak cepat ke arah satu sosok bertopeng, dan melepaskan tebasan kuat mengincar leher lawan. Belum sempat ujung pedangnya mencapai titik sasaran, sebuah pedang terbang bergerak ke arah titik butanya dan berhasil menggores punggungnya. Seketika darah segar mengalir keluar dari luka tersebut dan membasahi bagian belaka