"Kalau kita sudah sepakat, ikuti aku!" ucap Aji tenang. Senyumnya mengambang jelas tergambar di bibirnya. "Aku akan melayani kalian dengan senang hati di sana!"
Seusai berkata, Aji melesat dengan begitu ringan melompati dinding pembatas istana yang memiliki ketinggian sekitar 6 meter.
"Sombong! Dia kira kita tidak bisa seperti dia? Ayo Kuntala, kita kejar dia dan memberinya pelajaran berharga yang tidak akan bisa dia lupakan meski dia sudah mati!" kata Daniswara.
Kuntala mengangguk dan kemudian melesat mengejar Aji dengan kecepatan yang mengagumkan. Tubuhnya melenting ringan melompati dinding yang tinggi itu dan berlompatan di atas atap rumah penduduk.
Daniswara tidak mau kalah, dia melesat mengikuti Kuntala yang terlebih dahulu mengejar Aji keluar dari kadipaten.
Sementara itu ...
Pertempuran masih terjadi begitu sengit. Adanya pasukan khusus nyatanya tidak menyurutkan semangat prajurit Pangeran Dananjaya. Mereka tid
Setelah saling berpandangan dan mengangguk bersamaan, sedetik berikutnya keduanya sudah melesat dan berputar dengan begitu cepat memutari tubuh Aji. Tubuh mereka secara perlahan bergerak semakin cepat hingga yang terlihat hanya seperti pusaran angin puting beliung."Apa kalian berdua tidak pusing berputar seperti itu?" ucap Aji, sambil terus mengamati putaran yang menyelimuti tubuhnya.Kabut hitam seketika menyeruak tebal dan membentuk lingkaran yang melingkari tubuh Aji. Lelaki itu merasakan situasi yang berbeda kali ini. Dia sadar formasi yang digunakan kedua lawannya itu sangat berbeda dengan formasi-formasi serangan yang biasa dihadapinya.Ternyata yang dirasakan Aji berbeda dengan yang baru saja diucapkannya. Dia bahkan harus menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan rasa sedikit pusing di kepalanya. Kabut hitam yang semakin tebal melingkarinya membuat tubuh kedua lawannya sampai tidak terlihat sama sekali.Tiba-tiba saja sebuah serangan munc
"Jangan menguasai jiwaku lagi atau aku tidak akan menggunakanmu untuk selamanya!" Aji mengangkat Pedang Kegelapan tinggi ke atas, lalu mengalirkan energinya memasuki bilah pedang berwarna hitam tersebut. Pancaran aura kemerahan semburat keluar dari bilah pedang yang dulu pernah menggegerkan dunia persilatan dengan kekuatannya yang menakutkan. "Pedang kegelapan, buktikan jika kau ingin mengikuti langkahku memberantas kejahatan di muka Bumi!" Seolah mendapat dorongan spirit yang kuat dari ucapan Aji, Aura kemerahan yang keluar dari bilah pedang Kegelapan semakin bertambah terang. Kuntala dan Daniswara bukannya tidak mengetahui apa yang dilakukan Aji dengan pedang pusakanya, tapi mereka tidak mungkin menghentikan begitu saja pusaran yang sedang mereka lakukan. Sebab itu sama saja menghentikan peradaran darah di dalam tubuh mereka. Sebuah tekanan yang besar pun seperti dihempaskan dengan kuat keluar dari bilah pedang kegela
Suryorojo tidak menghiraukan cibiran hekasih Ratih tersebut. Dia mengalirkan tenaga dalamnya ke tubuh Kuntala dan Daniswara untuk sedikit memulihkan luka yang mereka berdua derita. Setidaknya dia butuh bantuan kedua temannya itu untuk melawan sosok pendekar yang bahkan tidak pernah mereka dengar namanya.Guru dari Pangeran Dananjaya itu sudah bisa merasakan betul besarnya kekuatan lelaki tampan itu ketika membantu Kuntala dan Daniswara selamat dari kematian. Jika dia melawan sendiri, Suryorojo tidak yakin bisa memenangkan pertarungan melawan sosok berwajah tampan yang sedang menyeringai menatapnya."Kenapa juga kau membantu mereka berdua, Orang Tua? Meskipun sembuh, mereka tetap tidak akan ada gunanya."Suryorojo menatap aji dengan tajam seraya mendengus kesal. Napasnya memburu dan pikirannya dipenuhi emosi yang secara perlahan semakin memuncak."Kau terlalu sombong, Anak Muda. Meski kau sudah membuat mereka berdua terluka, tapi itu tidak berarti ka
Tidak mau terus-terusan terjebak dalam permainan pola serangan lawan yang tidak memberinya kesempatan untuk memberikan serangan balik, Aji menggerahkan Langkah Angin untuk bisa membongkar dan sekaligus membuka celah pertahanan lawannya.Meski awalnya sedikit kesulitan, tapi secara perlahan pemuda itu bisa mengimbangi serangan ketiga lawannya. Kecepatannya yang bisa dibilang lebih unggul dari ketiga pendekar tua itu, membuatnya bisa kembali bergerak bebas memberi serangan. Dan sudah pasti Kuntala serta Daniswara yang menjadi sasaran awalnya.Kondisi keduanya yang masih mengalami luka dalam tentunya akan dimanfaatkannya sebaik mungkin untuk menghabisi keduanya terlebih dahulu."Kuntala, Awas!" teriak Suryorojo dengan keras, begitu mengetahui Kuntala lengah setelah menghindari serangan tipuan yang dilakukan Aji.Namun teriakan peringatan Suryorojo hanya sia-sia belaka. Kuntala sedikit terlambat bereaksi dan harus merelakan tubuhnya menjadi sasara
Belum juga Suryorojo menghilangkan rasa terkejutnya atas kematian Daniswara, dia melihat Kuntala sudah bergerak melakukan serangan. Tampaknya teman dan juga saudara seperguruan Daniswara itu sudah kehilangan akal sehatnya, selepas kehilangan satunya sosok yang bahu membahu bersamanya meniti kerasnya dunia persilatan. Suryorojo langsung melesat untuk membantu Kuntala menyerang pendekar berwajah tampan tersebut. Dia tidak mau nyawa Kuntala mati sia-sia menyusul Damiswara yang baru saja menuju alam baka."Kalau kau juga mau menyusul nyawa temanmu yang sudah aku kirim ke neraka, maka aku pasti akan mengabulkannya dengan cepat!" ujar Aji seraya melepaskan tebasannya ke arah leher Kuntala.saudara seperguruan Daniswara itu hanya bisa terkejut melihat serangan yang begitu cepat mengincar titik vitalnya. Padahal sebelumnya, pemuda itu bergerak menyamping menghindari serangannya. Dia tidak menduga jika lawannya tersebut bisa menghindar sekaligus memberikan s
Kabut hitam seketika muncul dari bilah pedangnya yang secara perlahan mengepul semakin tebal. Dengan tatapan tajam ke arah Adipati Hanggareksa, tiba-tiba saja tubuhnya melesat dengan ujung bilah terarah ke depan. Pemimpin kadipaten Tanjung Rejo itu tersenyum tipis sebelum bergerak maju memapak serangan yang mengarah kepadanya. Tidak ada sedikitpun muncul keraguan ada di benaknya, apalagi rasa takut. Deru dua energi yang sama-sama bergerak maju, membuat tekanan udara meningkat kuat. Debu tak ayal berhamburan ke atas hingga menutupi pandangan kedua bangsawan tersebut. Meskipun secara pengalaman mereka berdua masihmereka berdua miliki tidak membuat mereka salah sasaran, meski jarak pandang mereka terganggu. Sementara itu di luar Kadipaten, Pertarungan antara Aji dan Suryorojo berlangsung semakin sengit. Puluhan bayangan pedang muncul seketika seiring tubuh Suryorojo yang melesat maju memapak serangan Aji. Guru Pangeran Dananjaya itu terpaksa mengeluarkan j
Jelas saja Ratih merasa was-was dan kuatir jika prajurit yang baru datang itu adalah pendukung Pangeran Dananjaya. Sebab kondisi Aji tidak memungkinkan untuk melakukan pertarungan lagi.Tatapannya nanar menatap pintu gerbang masuk kadipaten Tanjung Rejo yang berjarak hampir 50 meter dari tempatnya menjaga Aji bermeditasi. Andai para prajurit itu mengetahui keberadaan mereka berdua, dia tak tahu lagi apa yang harus dilakukannya.Sementara itu, kedatangan ribuan prajurit tersebut membuat para prajurit pasukan Pangeran Dananjaya ketakutan. Sebab mereka tahu betul jika ribuan prajurit yang baru datang itu berasal dari kerajaan Cakrabuana, dan tentunya akan menjadi lawan mereka.Di lain sisi, pertarungan antara Pangeran Dananjaya melawan Adipati Hanggareksa masih berlangsung sengit. Di luar dugaan, Pangeran Dananjaya berhasil mendesak balik Adipati Hanggareksa dengan serangan gencar yang dilakukannya. Pedangnya yang tak henti mengepulkan asap hitam,
"Lihat, Ratih. Itu Rangga dan Bargowo berjalan kemari!" kata Aji, seraya tersenyum lebar.Senyum manis Ratih yang tadi terkembang menjadi tertutup rapat. Kedua bola matanya menyipit bingung dan heran, sebab dia tahu sendiri jika ada seribu lebih prajurit yang memasuki kadipaten Tanjung Rejo. Tapi kenapa Bargowo dan Rangga malah keluar?"Ternyata kalian berdua ada di sini," ucap Rangga menyapa, dengan.senyim tipis yang tercetak di bibirnya."Kenapa kalian berdua malah meninggalkan istana? Apakah perang sudah usai?" wajah Ratih terlihat begitu penasaran.Rangga dan Bargowo melangkah hingga berada di dekat Aji dan Ratih."Perang sudah usai. Pangeran Dananjaya menyerah setelah kedatangan Senopati Wikrama yang membawa seribu lebih prajurit untuk memberi bantuan," jawab Rangga."Meski sebenarnya bantuan itu tidak perlu, sebab pasukan Pangeran Dananjaya mentalnya sudah anjlok karena banyak dari mereka yang tewas," Bargowo menimpal