Semua Bab OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU: Bab 41 - Bab 50

71 Bab

Bab 41 Pulang Bersama

Ragu apa harus kubawa serta dan mengembalikannya. Atau, memasukkan kembali dalam lemari dan meninggalkannya begitu saja. Sesaat aku mengatur hatiku, air mata Mas Andrian dan kedua mertuaku tadi pagi sungguh membuat dadaku sesak. Luka yang sama kini kami dapatkan, luka akibat sebuah perpisahan.Aku tersenyum hambar, mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar. Tak ada yang berubah masih tetap sama. Dikamar ini awal dari sebuah penyatuan diri dua insan yang saling mencintai. Sebuah pengabdian seorang istri dan kewajiban seorang suami.Segera kuhalau segala bayangan masa lalu yang semakin menyesakkan dada. Mengubur dalam semua kenangan yang pernah ada. Menepis rasa yang masih membelenggu jiwa. Menarik kembali kewarasan yang hampir tenggelam dalam buai kenangan. Aku melangkah keluar meninggalkan kamar, di ruang tamu tampak Mas Bima yang terlihat mulai cukup akrab dengan Mama dan Mbak Cahya. Melihatku datang semua langsung berdiri dan kemudian beranjak keluar menuju mobil. Anak-anak langsun
Baca selengkapnya

Bab 42 Satu Kesempatan?

"Ish," desisku, pria di depanku itu terkekeh melihatku. "Ya, udah. Makasih ya …." Pria itu berkata masih dengan sisa tawanya."Untuk?""Untuk sebuah mimpi, yang sekarang sedang aku kejar. Sebuah mimpi yang membuat mas merasa harus tetap bersemangat untuk merengkuhnya suatu saat nanti."Dan lagi-lagi Mas Bima mengucapkan kalimat yang tidak aku pahami. Mimpi apa, dan apa hubungannya denganku, sehingga harus berterima kasih."Maksudnya?""Em, kalau saatnya tiba. Kamu pasti akan paham, apa maksud ucapanku hari ini." Bukan sebuah jawaban yang aku dapatkan. Justru Mas Bima semakin membuatku bingung dengan kata-katanya."Hana bingung, dah sana … katanya mau pulang." Aku mendorong tubuh tegap di depanku itu. Mas Bima malah tertawa, entah apanya yang lucu. "Iya … iya." Pria itu belum beranjak dan menjawab masih dengan sisa tawanya."Kamu masuk duluan," ucapnya kemudian."Iya." Aku menjawab singkat lalu, beranjak meninggalkannya. Aku menoleh saat sampai di pintu, Mas Bima belum beranjak. Dag
Baca selengkapnya

Bab 43 Sidang Pertama

Tak peduli orang mengatakan aku lemah atau apa, tapi inilah perasaanku. Aku sakit benar-benar sakit. Cintaku pada pria ini sangatlah besar, hingga sulit sekali rasanya melepaskannya. Saat belum dihadapkan pada persidangan seperti sekarang, aku merasa aku pasti akan kuat. Akan tetapi, saat perpisahan benar-benar di depan mata rasanya begitu sesak."Kita pulang?!" Mas Andrian meraih tanganku, aku mengibasnya. Bayangan ciuman panas mereka di kamar tamu, chat mesum mereka dan segala hal kembali terlintas. Menarik kembali kewarasanku yang hampir saja tenggelam."Hana." Aku langsung berdiri dan menyeka air mata, lalu beranjak mendekat pada Awan. "Kamu?" Kening Mas Andrian mengkerut saat melihat Awan. Pasti dia ingat, karena Mas Andrian lah yang melarangku dekat dengan Awan waktu dulu."Apa kabar?" Awan mengulurkan tangannya hendak menyalami Mas Andrian, hanya saja Mas Andrian malah memasukkan tanggannya ke saku celana. Awan menarik kembali tangannya yang terulur. "Apa perlu aku jawa
Baca selengkapnya

Bab 44 Mas Bima di Pengadilan

Sesaat kemudian panggilan berakhir. Mas Andrian terdiam, tanpak sedang memikirkan sesuatu. Jelas sudah dia masih memikirkan wanita itu. Lalu untuk apa aku lama-lama berdiri disini. "Hana, tunggu." Mas Andrian menahan tanganku"Untuk apa? untuk melihat wajah cemas Mas, saat mendengar kabar kurang baik tentang wanita sunda* itu." Aku menjawab dengan luapan emosi meski terisak.Sempat bimbang beberapa menit yang lalu. Dan seketika berubah dengan cepat. Sorot mata cemas itu seketika menghancurkan harapan yang sesaat hadir. Yah, dia terlihat mencemaskan wanita itu.Aku segera beranjak, tak memperdulikan Mas Andrian yang memanggilku. Aku yakin tak salah tafsir, wajahnya seketika terlihat cemas. Apalagi yang aku harapkan dari hubungan ini? Sepertinya sudah tak ada."Kamu baik-baik saja?" tanya Awan padaku."Bagaimana Hana bisa baik-baik saja? Ini sangat buruk." Aku menjawab tanpa melihatnya."Agenda sidang selanjutanya gugatan, kalau kamu merasa tak nyaman, biar aku yang mengurusnya."
Baca selengkapnya

Bab 45 Cinta Sejati?

Area sekolahan masih cukup padat, bersamaan dengan orang tua siswa lainnya yang juga menjemput. Mas Bima memarkir sedikit jauh, kami turun dan berjalan kaki ke arah gerbang sekolah."Bunda," teriak El dari balik gerbang sekolah. Bibir mungil itu tersenyum lebar, terlihat manis sekali."Lah, Papanya disini nggak disebut," celetuk Mas Bima kemudian sambil menunjuk ke arah dirinya sendiri, bibirnya terlihat manyun. Aku hanya tersenyum melihat ekspresi Mas Bima."Udah jangan cemburu," ucapku masih dengan tersenyum geli."Enggalah, masak sama Bundanya sendiri cemburu," balas Mas Bima. Sebuah perkataan yang membuatku akhirnya menoleh padanya. Dan pria itu hanya menahan senyum dan menoleh ke arahku."Ya … kan, Bundanya. Salah?" tanya Mas Bima lagi dengan sepasang alis terangkat. "Maksudnya El kan panggil kamu Bunda." Mendapati pandanganku yang terus mengarah padanya pria itu terlihat salah tingkah."Bunda." El langsung menubrukku."Papa disini." Mas Bima menunjuk dadanya. "Terus kenapa?" t
Baca selengkapnya

Bab 46 Harus Mandiri

Aku menuruti saran Awan untuk menyerahkan sepenuhnya masalah perceraian ini padanya. Mas Andrian awalnya bersikukuh tak ingin mengakhiri pernikahannya denganku. Tapi, dengan bukti yang sangat mendukung akhirnya Hakim mengabulkan gugatan yang aku ajukan. Proses lebih lama dari yang ditargetkan sebelumnya. Hal itu karena dari pihak Mas Andrian yang tak ingin bercerai dengan alasan anak-anak. Tak ada pembagian harta gono-gini, pihak Mas Andrian tak mempermasalahkan harta dan juga hak asuh anak. Aku sendiri tak akan menghalangi apabila Mas Andrian ingin menemui Al dan Luna.Aku tak menuntut nafkah untuk anak-anak, tapi, Mas Andrian sendiri yang menyanggupinya. Tak aku ragukan tanggung jawabnya pada anak-anak. Hanya saja, keberadaan Raya yang sampai sekarang terus membayangi Mas Andrian membuatku yakin akan keputusan yang sudah aku ambil.Ketukan palu dari Hakim mengakhiri semuanya. Yah … kami, aku dan Mas Andrian yang sekarang duduk bersisian dan berjarak di depan Majelis Hakim. Sebuah
Baca selengkapnya

Bab 47 Perasaan Awan

"Kalian ngomongin apa?" tanyaku pada Yola, setelah memasukkan kembali ponsel kedalam tas."Nggak ada," jawab Yola dengan senyum aneh. Bikin penasaran aja."Masak nggak sadar sih, kalau Mas Bima itu punya perhatian lebih sama kamu?" Yola melanjutkan."Sadar nggak sadar," jawabku."Sadar nggak sadar gimana?" "Ya, walau kadang nggak nggeh maksudnya. Aku sadar kalau Mas Bima punya perhatian lebih. Tapi, aku sadar posisiku sepenuhnya. Aku tak mau berpikiran terlalu jauh, apalagi sesuatu hal yang belum pantas aku pikirkan." Aku memberi penjelasan pada Yola."Terus, perasaan kamu sama dia, Say?" "Masih terlalu dini memikirkan hal selain anak-anak. Biarlah mengalir begitu saja," jawabku lagi."Bang Awan juga? Aku tau loh.""Sama saja, Ibarat kata luka dalam hati ini masih basah. Ada juga semacam trauma, akan sebuah hubungan. Entahlah, aku belum memikirkan apapun." Kembali aku memberi penjelasan."Aku paham, sekarang memang bukan saatnya. Tapi, ingat … jangan berlarut lama-lama. Kamu berhak b
Baca selengkapnya

Bab 48 Trauma

Pembicaraan masalah hati antara aku dan Awan terhenti begitu saja. Kami bertiga membicarakan hal lainnya. Waktu berjalan cukup cepat, Awan berpamitan terlebih dahulu karena dia ada janji dengan klien. Aku dan Yola masih di cafe untuk mengepaskan waktu jemput.[Foto][Cantik]Aku membuka ponsel yang tiba-tiba bergetar, menandakan kalau ada sebuah pesan masuk. Sebuah foto Awan kirimkan, dia mengambilnya diam-diam saat kami mengobrol tadi.[Abang curi-curi?]Balasku kemudian, Awan hanya mengirim emo tertawa sebagai balasan.[Abang kerja dulu, kasus besar. Doain abang ya]Pesan Awan kembali masuk.[Semangat selalu untuk Abang, semoga lancar kerjaannya]Kirimku sebagai balasan.[Pasti semangat kerjanya, sekarang tambah semangat]Aku hanya membalasnya dengan sebuah gambar jempol.Ada rasa takut dan semacam trauma, untuk menjalin sebuah kedekatan. Secara tidak sadar aku membatasi hatiku, meski aku tau Awan jelas-jelas menginginkan hubungan lebih dari sekarang. Yola benar, lajang, mapan dan t
Baca selengkapnya

Bab 49 Hidup Baru

"Mas bicara apa?" "Bicara tentang kita," jawab Mas Bima. "Aku tau belum pantas. Tapi, paling tidak kamu sudah tau apa yang aku rasakan."Aku mengangguk, sedari lama aku sudah menyadari semuanya. Aku bukanlah tidak peka, hanya memang belum memikirkannya. Dan, belum pantas memikirkannya."Masih terlalu dini, Hana belum berani terlalu jauh memikirkan hal itu. Kita jalani saja … seperti biasanya." Hanya itu yang bisa aku katakan sekarang. "Mas paham, mas ngerti. Maafkan atas kelancangan ini. Tapi, itulah perasaanku sebenarnya."Mas Bima lelaki baik, sosok yang dewasa dan bertanggung jawab. Aku mengakui segala kelebihan yang pria ini miliki.•Memulai dengan berusaha hidup normal, memberi penjelasan kepada anak-anak kenapa sudah tak bersama papanya. Tidak mudah, tapi, lambat laun mulai terbiasa. Meski banyak pertanyaan awalnya, dan aku harus benar-benar berhati-hati dalam memberi penjelasan. Meski tak selalu bersama, mereka tak kehilangan sosok papanya. Mas Andrian selalu memanfaatkan
Baca selengkapnya

Bab 50 Sayang

Ya ampun, ish … kenapa juga sampai seperti ini aku menanggapinya. Wajahku terasa panas bukan lagi hangat. Entahlah, kenapa bisa seperti ini, aku menutup mulut dengan tangan dan melempar pandangan keluar jendela."Mas, serius. Dah dapet banget feelnya tadi." Mas Bima masih terus menggodaku."Apaan," balasku tanpa melihatnya, aku gigit bibir bawahku. Menahan rasa malu atas sikapku yang berlebihan barusan. Mas Bima masih saja terus tertawa."Bund … dah keluar tuh anaknya." Aku menoleh ke arah Mas Bima, dia menunjuk ke arah gerbang dengan dagunya. Aku masih terdiam tak membalas apapun."Bunda aja yang nyusul, takut digodain akunya … ntar ada yang ngambek lagi." Mataku membulat, Mas Bima tak henti-hentinya menggodaku. Aku segera turun, membiarkan pria itu dengan sisa tawanya. Tapi, kenapa lebay banget responku. Semakin senang dia, punya bahan sekarang. Entahlah semua keluar begitu saja."Bunda …." Dari dalam gerbang El sudah memanggilku. Aku berjalan cepat menuju gerbang sekolah. "Saya
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status