Semua Bab OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU: Bab 21 - Bab 30

71 Bab

Bab 21 Tetanggaku Ternyata ...

Telunjuk Mas Bima mengarah padaku, aku sedikit kaget sebenarnya saat mengetahui kalau ternyata dia tinggal disini juga. Bersamaan kami berjalan saling mendekat dengan senyum terkembang. "Mas disini?" tanyaku kemudian terlebih dahulu menyapa pria itu."Kamu sendiri ngapain disini?" tanya Mas Bima sambil menggiring anak-anak yang tadi menyambut kepulangannya."Hana, barusan pindah ke rumah yang di depan." Aku menunjuk rumah saudara Yola yang sekarang aku tempati dengan daguku."Oh, yah." Mas Bima manggut-manggut dengan raut wajah yang terlihat senang."Anak-anak ayok semua salim dulu sama Om," titahku pada Al, Luna, dan Kezia yang tadi ikut mengerumuni Mas Bima. Al, Luna dan juga Kezia bergantian salim pada Mas Bima sesuai dengan titahku."Kalau El, sudah kenalan sama teman-temannya belum?" Mas Bima menoleh dan bertanya pada anak laki - laki itu. El yang ditanya menjawab dengan mengangguk cepat, "Sudah salim belum sama Tante?" tanya Mas Bima lagi, kali ini El menggeleng, kemudian berjal
Baca selengkapnya

Bab 22 Tidak ada maaf

"Aku, ikut bersedih," ucap Mas Bima kemudian terdengar penuh rasa iba. Aku hanya tersenyum miris, dan kembali menyeka air mata yang tak mau juga berhenti."Ada yang bisa mas bantu?" tanya Mas Bima kemudian. Aku mengangguk menjawab pertanyaan Mas Bima. "Mas, jangan ceritakan hal ini pada siapapun. Keluarga Hana belum Hana beritahu." Sebuah permintaan aku sampaikan pada Mas Bima."Kamu memendamnya sendiri?" tanya Mas Bima kemudian. Aku menggeleng pelan."Hana punya sahabat baik, dia yang membantu Hana selama ini, tanpanya mungkin Hana nggak bisa melewati ini semua." Aku sedang menceritakan sosok Yola yang selalu ada untukku. Tanpa dia aku tidak akan pernah sekuat ini. Aku juga tidak tau bagaimana keadaanku seandainya tidak ada dukungan dan bantuan dari Yola."Kalau kamu butuh bantuan, jangan sungkan. Sebisa mungkin mas pasti akan bantu," ucap Mas Bima kemudian."Makasih, Mas. Pasti akan Hana reportin suatu saat nanti. Tunggu saja, ya." Aku mencoba tertawa kecil untuk sedikit meredakan
Baca selengkapnya

Bab 23 Belajar Ikhlas

"Hey, jaga mulut kamu. Suami temen kamu yang ngejar - ngejar aku." Raya yang sepertinya terpancing langsung menimpali. Semua pegawai yang di belakang meja hampir bersamaan langsung melihat ke arah Raya."Mbak kenapa? Orang saya lagi baca. Oh, mbak pelakor juga? makanya jadi perasaan … jadi baper? Ye kan?" Sahabatku itu menjawab sinis, Yola pura-pura tak mengenal Raya. "Hey, nggak usah pura-pura. Aku tau kalian sengaja menyindirku kan?Dengar ya, harusnya intropeksi kenapa suaminya sampai lebih milih aku." Raya terlihat emosi, suaranya meninggi dan menunjuk ke arahku. Aku masih terdiam melihat situasi sekitar. Raya memang sepertinya memiliki karakter susah mengendalikan diri."Mbak ada masalah apa apa dengan saya? kok bawa-bawa saya. Main tunjuk aja." Aku ikut melanjutkan sandiwara Yola."Hahaha, sudah gila kalian, sampai nggak ngenalin aku," sambung Raya tertawa sumbang.Yola melihat ke arahku, aku mengangkat bahu masih pura pura tak paham. Semua pegawai masih memperhatikan kami, denga
Baca selengkapnya

Bab 24 Memilih Bercerai

"Pikirkan baik-baik," ucap Yola lagi.Pembicaraan kami terjeda saat pesanan kami diantarkan ke meja. Sambil menunggu Yola mulai memindahkan semangkuk bubur dihadapannya kedalam perut. Tepat dia selesai makan Kakak Yola, Bang Faiz datang bersama temannya."Lamanya, Abang." Yola menyambut Abangnya dengan bibir manyunnya."Macet," jawab Bang Faiz kemudian."Mana ada macet jam segini." Bang Faiz hanya tertawa mendengar bantahan adiknya."Kenalin teman Abang." Bang Faiz menepuk lengan pria disampingnya. "Pasti nggak ingat ya? Sama aku." Pria itu tersenyum padaku, aku memang merasa tak asing, tapi, aku juga tak mengingatnya."Seperti tidak asing, hanya saja aku benar-benar lupa," ucapku jujur. Pria itu tertawa memperlihatkan lesung pipi, benar saja aku ingat lesung pipi itu. Tapi, siapa ..."Dirga … mulai ingat?" Sepasang alis tebal itu terangkat. Dan, aku mulai mengingatnya. "Kak Awan Dirgantara … Ketua Hima Fakultas Hukum tahun dua ribu sepuluh!" Pria itu kembali tertawa. "Apa kabar?"Ak
Baca selengkapnya

Bab 25 Bertemu Mas Andrian

Siang ini jadwal anak-anak les musik, aku tetap mempertahankan seperti sebelumnya. Segala hal menyangkut anak-anak selalu aku utamakan. Yola sedang ada tamu, Keiza dia titipkan padaku.Biasanya aku pulang untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Hanya saja sekarang kondisinya sudah berbeda. Tak ada lagi yang harus aku siapkan keperluanya. Masak makan malam dan lain sebagainya. Sekarang hanya mengurus anak-anak dan segala keperluannya.Aku sengaja menunggu di mobil sambil mendengarkan lagu-lagu sendu yang sesuai dengan suasana hatiku. Menyandarkan tubuh lelahku, memejamkan mata menikmati alunan lagu yang mendayu. Syair yang terdengar sangat pas dengan keadaan yang sedang aku alami.Sebuah ketukan dikaca mobil mengagetkanku, memaksa mata lelahku terbuka. Dadaku berdebar seketika, Mas Andrian yang mengetuk pintu kaca jendela mobil. Sebuah pertemuan yang sungguh tak ingini dan tak kuharapkan.Mas Andrian kembali mengetuk kaca jendela disampingku. Kedua tangannya menangkup di depan dada. Sebuah i
Baca selengkapnya

Bab 26 Tentang Masa Lalu

"Biar bunda lihat," ucapku pada mereka. Siapa yang malam-malam datang bertamu. "Ikut …." Serempak kedua anak itu berjalan mengikutiku."Assalamualaikum.""Waalaikumsalam." Bersamaan aku dan anak-anak menjawab salam."Loh, El sama siapa?" Mataku mengedar, hanya tampak El didepan pintu dengan sebuah kantong besar."Baaaa …." Anak-anak langsung berteriak karena kaget. Rupanya Mas Bima bersembunyi di balik pilar. Tawa anak-anak seketika pecah, melihat topeng superhero berlampu yang dipakai Mas Bima."Ganggukah?" tanya Mas Bima kemudian. Aku belum menjawab Al dan Luna sudah menarik El masuk ke dalam, dan duduk di karpet depan ruang tivi."Nggak sih, anak-anak abis belajar." Aku menjawab."Kok ada sih nya?" tanya Mas Bima lagi sambil membuka topeng yang menutupi wajahnya. "El ngotot minta anter ke sini. Aku tadi belikan mainan sekalian buat Al sama Luna. Dah aku bilang antar saja besok, maksa sekarang." Mas Bima memberi penjelasan."Wah, makasih udah repot-repot belikan anak-anak mainan," u
Baca selengkapnya

Bab 27 Aku dan Anak anak

Malam beranjak larut, meski dengan terpaksa El mau juga pulang. Mereka terlalu asik bermain. Besok mereka harus sekolah, ini sudah hampir jam sembilan. El anak yang sopan dan penurut, Mas Bima sudah mendidiknya dengan baik. Cukup salut karena dia seorang pria, ternyata mampu menjalankan yang sebenarnya menjadi tugas wanita."Terima kasih waktunya," ucap Mas Bima saat berpamitan. "Terima kasih juga, dah belikan anak-anak mainan. Banyak banget, makasih ya." Aku juga berterima kasih karena membelikan Al dan Luna banyak mainan.Mas Bima melihat ke arah kedua anakku yang masih merapikan mainannya. Bibirnya tersenyum, senyumnya tulus sekali. Aku bisa merasakan hal itu. "Emm … aku ada meeting di kantor pusat selama tiga hari. Kalau kamu tak keberatan, aku titip El ya. Bi Nur nggak pernak keluar, selain antar El dengan mobil antar jemput. Nanti tolong tanyakan kalau Bi Nur butuh sesuatu." "Tentu saja, nggak keberatan. Malah seneng, atau sekalian bareng Hana sekolahnya. Nanti, Hana yang ante
Baca selengkapnya

Bab 28 Mengambil alih rumah

"Siap." Ketiganya menjawab hampir bersamaan."Bunda, Abang El mau bareng kita." Luna mendekat padaku."Iya, kita berangkat bareng," ucapku kemudian.Senang sekali melihat keceriaan terpancar di wajah para malaikat kecil itu. Senyumku terkembang, meski ada rasa sakit sedikit menelisik. Mengingat mereka memiliki kisah yang sama. Entah, mataku tiba-tiba memanas. Aku jentik air mata yang mengembun di kedua sudut mataku. "Bunda, Baik-baik saja?" tanya Bi Nur tiba-tiba. Rupanya dia menyadari senyum getir dan air mataku."Iya, Bi. Saking senengnya lihat mereka, jadi terharu." Aku beralasan. "Alhamdulillah, Den El senang ada temannya. Suka kasihan, kalau di rumah mainnya sama Bibi aja," ucap Bi Nur, dengan senyum senang. Aku tersenyum mendengarnya.Ketiganya berlarian menuju menuju mobil sambil tertawa. Aku sedikit menoleh ke wanita setengah baya yang berjalan bersisian denganku. Wanita itu tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.Anak-anak langsung masuk ke dalam mobil. Aku berpamitan pada
Baca selengkapnya

Bab 29 Kedatangan Raya

Dan ternyata itu adalah Raya? Untuk apa dia kemari. Dan tau dari mana kalau aku sekarang disini."Haduhhh, tamu itu salam dulu kek, Permisi. Ini teriak-teriak kayak orang nggak punya adab." Aku berucap kesal."Hahahaha, kalau punya adab nggak akan jadi pelakor, Yang," sindir Yola."Iya, juga." Aku menimpali."Ada apa? Teriak-teriak di rumah orang." Yola bicara sinis."Aku nggak ada urusan sama kamu." Raya menunjuk ke arah Yola. Sahabatku itu tambah tertawa."Aku tak mau basa-basi, aku selaku istri Mas Andrian, ingin menuntut bagian atas penjualan rumah ini." Raya mengangkat wajahnya."Hah, situ waras?""Terserah, aku sekarang hamil anak Mas Andrian. Dan, anakku harus mendapat bagian yang sama." Teriak Raya.Hamil?"Kalau ngomong itu dipikir, mikirnya pake otak, jangan pakai pant*t. Darimana ceritanya … anak hasil melakor minta pembagian harta. Apalagi jelas-jelas Andrian udah nggak ada hak lagi atas rumah ini." Yola melangkah mendekat ke tempat Raya berdiri."Kamu, nggak usah ikut camp
Baca selengkapnya

Bab 30 Rindu yang sama

Anak-anak duduk di sofa panjang, sedang mengerumuni Kezia yang menunjukkan sesuatu di ponselnya. Aku dan Yola duduk bersisian di kursi. "Iya, ntar aku tanyain ke Mas Bima. Bisa sekalian aku angkut juga kan?!" Aku menjawab sambil mengeluarkan ponsel dari dalam tasku.Tidak berapa lama, makanan yang dipesan datang. Pelayan berbaju krem dengan apron hitam datang dan menata makanan dimeja. Fokus anak-anak berpindah pada makanan yang sudah disajikan untuk mereka."Doa dulu," ingatku pada anak-anak. Seperti halnya anak seusia mereka. Mereka berdoa dengan suara nyaring sambil menengadahkan tangan. "Pelan-pelan makannya, awas masih panas."Meskipun mereka sudah paham, tetap saja selalu keluar kalimat khas seorang ibu. Aku mengaduk lemon tea dingin di hadapanku, sambil memperhatikan anak-anak yang mulai menikmati makanannya."Saiy," Yola memanggilku lirih, kakinya menyenggol kakiku. Aku menoleh ke arahnya, dan mengangkat dagu."Papa Luna," bisiknya kemudian.Deg … Jantungku tiba-tiba berdetak
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
DMCA.com Protection Status