Semua Bab Love Is Complicated: Bab 81 - Bab 90

96 Bab

Jebakan

Rapat akan segera dimulai, pimpinan perusahaan beserta jajarannya memasuki aula rapat diikuti beberapa perwakilan dari perusahaan cabang lainnya."Sebuah kehormatan bagi kami yang terpilih untuk menyelenggarakan rapat di perusahaan kami," ujar Yosen sambil menundukkan kepala menyambut tamunya.Rapat berlangsung lancar walau terasa sudah membosankan, seperti Leiss yang kini pura-pura mendengar ocehan rapat itu.Tepat di tengah-tengah rapat, ponsek Steve di saku bergetar. Awalnya dia hanya mengabaikan saja. Namun, getar ponselnya selanjutnya beruntun.Steve menoleh kanan kiri dan mengeluarkan ponselnya yang untung berada di saku celananya.Satu pesan masuk.Steve melotot saat membaca isi pesan itu. Tiba-tiba dia berdiri, aksinya tersebut mengundang perhatian aula itu. Steve mengedarkan pandangan dan tatapannya bertemu dengan Leiss seolah berkata padanya, "Duduk kembali, Steve. Jangan coba bertindak konyol!"Steve tak menggubris itu. Dia
Baca selengkapnya

Lynn Menyiksa Rose

Penutup mulut Rose terlepas. Napas Rose terengah-engah, dia melihat tatapan benci yang besar di manik wanita di hadapannya. Rose melihat Lynn yang mengayun-ayunkan pisau lipat di tangan kanannya sambil melirik seolah Lynn berkata, "Kau sudah siap?""Dimana aku harus melukisnya?" Lynn menangkap dagu Rose, menggerakkannya ke samping kanan dan kiri sambil mengamatinya."Lynn, jangan melakukan itu!""Kenapa?" Lynn menampilkan wajah imutnya. "Kau takut karena kau tak akan cantik lagi?" Lynn menepuk bahu Rose, dia tahu jika wanita yang terikat itu bergetar ketakutan. Namun, berusaha tidak nampak lemah di depan musuhnya."Aku akan tetap melakukannya. Kau tahu 'kan kalau ....""Arrghh!" erang Rose saat pisau kecil itu menggores pipinya. Lynn sengaja memelankan gerakan pisaunya hingga melihat kulit Rose menganga dan di aliri darah.Rose kembali mengerang kesakitan. Darah itu kini mengalir turun di lehernya."Pertama, kau merebut Steve dariku!"
Baca selengkapnya

Menunggu Rose Siuman

Steve memotong ucapan Lynn. Firasatnya mulai buruk. Namun, dia berusaha menyangkal jika pelakunya bukan Lynn."Rose, mana Rose?"Steve mengguncang tubuh Lynn yang tak menggubris pertanyaannya. Lalu, pandangan Steve beralih pada telapak tangan Lynn yang memerah. Dia meraih tangan itu, memerhatikan merah itu adalah darah.Steve menatap Lynn. "Kau ...." Steve menghempas tangan Lynn yang ingin mencoba memeluknya kembali."Aku mencintaimu, Steve!""Katakan dimana Rose!" Nada suara Steve meninggi.Lynn menggeleng. "Kau tak boleh pergi. Aku ada di sini Steve. Kau hanya membutuhkanku, bukan dia!"Amarah Steve mulai menanjak. Dia meninggalkan Lynn, dia mendengar wanita itu berteriak, "Jika aku tak bisa memilikimu maka siapa pun juga tak boleh memilikimu!"Tak lama setelahnya, dia mendengar erangan. Saat dia menoleh, dia melihat sebuah kayu yang terbalut api mengenai Lynn. Wanita itu mengerang, kakinya tertimpa kayu.Steve abai, dia
Baca selengkapnya

Aku Menyesal

Sudah dua hari berlalu, Rose masih belum siuman. Luka-luka di wajah wanita itu mulai mengering. Bibir pucatnya kaku."Apa kau tak sendiri di sana hingga kau begitu lelap? Apakah aku ada di sana menemanimu?"Steve tak pernah berhenti mencerocos, membicarakan banyak hal. Berharap dengan begitu, Rose mendengarnya."Kau pernah bilang 'kan kalau kau rindu semilir angin di taman di kompleks rumahku." Steve tertawa kecil. Di saat wanita lain mendambakan tempat-tempat yang mewah. Namun, Rose justru ingin ke taman saja, pohon rindang di sana mengingatkan awal-awal hubungan mereka."Aku akan menemanimu ke sana selama mungkin asal kau segera sadar. Kau harus segera bangun." Steve meremas kuat tangan Rose, lalu mengecupnya kembali. Dia menempelkan telapak tangan Rose yang terasa dingin di pipinya.Pintu diketuk.Steve menoleh. "Masuklah!" ujarnya.Namun, pintu itu kembali diketuk lagi. Steve mengernyit jika itu Leo dia tak perlu melakukan itu, bi
Baca selengkapnya

Kau Siapa?

"Kau benar, aku menikam sahabatku sendiri." Entah bagaimana kalimat itu lolos dari bibirnya.Keduanya terdiam sesaat, berperang dalam kepala masing-masing."Dia selalu bercerita tentangmu. Apa saja, tentang kesetiakawananmu, kebaikan dan kehangatanmu. Kau tahu, bukan hanya kau saja yang tersika, dan aku pun tersiksa sebab menjadi wadah mengeluhnya." Leo menunduk, mengatur napasnya sebelum melanjutkan ucapannya."Saat Steve menyatakan perasaanya ingin kembali padanya, dia senang dan takut sekaligus. Cinta lamanya kembali. Namun, di sisi lain dia merasa seperti pencuri, merasa paling jahat sebab kau dan Steve dalam hubungan. Aku mengatakannya hanya ingin kau tahu saja.""Aku tahu itu bahkan dia memperlakukanku lebih baik dari sebelumnya. Aku melihat maniknya yang seolah ingin membalas kebaikan hatiku. Akan tetapi, aku justru menghadiahinya dengan–"Leo mengangkat tangannya agar Lynn tak melanjutkan ucapannya, lalu dia bangkit."Kuharap k
Baca selengkapnya

Rose Mengalami Amnesia

"Kau ... kau siapa?"Tubuh Steve seketika merosot, genggamannya lepas. Leo pun sama tercengangnya, sendok yang dipegangnya hampir jatuh.Napas Steve kembali tercekat, sebuah kenyataan pahit lagi-lagi ditemuinya."K-kau tak mengingatku?" Steve memberanikan diri menatap manik Rose.Wanita itu menoleh menatap Leo di sampingnya seolah meminta penjelasan mengenai lelaki di depannya."Dia Steve, kekasihmu!"Rose mengernyit, tapi dia diam saja. Dia mencoba memikirkan nama Steve kembali. Namun, kepalanya berdentum lagi ingin pecah."Jangan dipikirkan dulu, kau akan segera mengingatnya!" ujar Leo. Namun, nada suaranya tak yakin.Steve berlalu keluar, dia ingin memborong pertanyaan yang seolah tak adil baginya. Namun, dia tahu jika dia akan menyiksa wanita itu.Steve menuju ke ruangan Dokter Nico, meminta penjelasan.•Steve tak langsung kembali ke ruang inap Rose. Dia langsung menuju taman rumah sakit itu, mene
Baca selengkapnya

Membuat Donat

Rose berdiri di depan jendela, menatap kosong hamparan rumput yang terpangkas rapi di halaman belakang. Steve menarik napas, kehadirannya tak disadari oleh wanita itu.Steve mendekat, wanita itu tampak terkejut sesaat melihat Steve yang kini berdiri di sampingnya.Steve tersenyum. Beberapa saat tak ada obrolan, Steve menumpukkan beban tubuh atasnya di tangannya pada ambang jendela, otot-ototnya terbentuk jelas di lengannya."Apa yang sedang kamu pikirkan?"Rose menoleh menghela napas menatap Steve seolah mengatakan jika dirinya masih memikirkan hal yang sama dengan kemarin, ingatannya belum pulih."Bagaimana jika aku melupakanmu?" lirihnya. Maniknya bergerak-gerak menatap Steve.Steve tersenyum, Rose tahu senyum itu susah bagi Steve. Lelaki itu pun tak yakin."Seperti kataku, aku akan membuat memori baru untukmu. Kau masih mengingat namaku, kan?" Steve menyelipkan helai rambut Rose.Wanita itu mengangguk samar, dia mengingat na
Baca selengkapnya

Rose Mengamuk

Malam itu, Rose termenung dalam kamarnya, jendela sengaja dia buka, rembulan bersinar masuk dalam kamarnya yang gelap itu, Rose sengaja mematikan lampunya.Dia menyandarkan punggungnya di dinding, semilir angin menerpa menembus tulang. Rambutnya yang melorot terumbai-umbai.Rose memejamkan matanya, berusaha mengingat kembali ingatan yang dilupakannya. Dia mulai tersiksa dengan ketidaktahuan peristiwa yang dia alami."Argh!" erang Rose frustrasi, dia tak mengingatnya.Dia mengacak rambutnya, cepolan rambutnya sudah terurai dan nampak kian semrawut.Rose mengulangnya kembali. Memfokuskan titik pencariannya.Gelap.Suara datang bergemuruh.Gelap."Argghhh!"Deru napas Rose memburu, dia menyapu alat-alat kosmetiknya di meja rias, menendang kursi riasnya terpelanting menabrak pintu hingga terdengar suara gebuman."Kenapa aku tak bisa mengingatnya!" Rose menatap pantulan bayangannya di cermin yang kini tampak menye
Baca selengkapnya

Terpaksa Menabraknya

Steve kian mendekap tubuh bergetar Rose, mengecup pucuk kepalanya setidaknya menenangkan wanita itu. Namun, tidak tenang sama sekali."Jangan paksakan dirimu," lirih Steve."Aku tak bisa seperti ini, Steve. Aku ... tersiksa!" ujarnya dengan suara terputus-putus.Steve memindahkan Rose ke ranjang, mengusap pipi Rose yang basah."Kau tentu akan mengingatnya!" ucap Steve, terdengar yakin. Namun, dia sendiri meragukannya.Rose tak menyahut lagi, dia masih terisak-isak. Ucapan terakhir Steve tak menenangkan sedikitpun baginya, justru dia muak mendengar kalimat itu. Dia akan mengingatnya, tapi kapan? Itu membuat Rose kian tersiksa."Tinggalkan aku sendiri," lirih Rose sambil menepis pelan tangan Steve di pipinya."Rose–""Keluar," katanya, "aku ingin sendiri!"Steve menghela napas. "Berjanji padaku, kau tak akan mengacau seperti itu!"Rose tak menggubrisnya. Dia merasa kesal dengan Steve."Aku tak akan kelu
Baca selengkapnya

Rose Mendapatkan Ingatannya Kembali

Kepalanya terasa disengat dan diikuti pukulan-pukulan yang mendentum. Sakitnya menyerangnya, hingga Rose lupa apa dia masih hidup atau mati.Sebelum penglihatannya gelap, dia menyerukan nama Steve.Lalu dia tersadar.Rose berada pada ruangan putih, sangat luas. Tak ada seorang pun disana selain dirinya. Rose berputar, barangkali dia akan menemukan pintu. Namun, tidak ada sama sekali."Apa aku sudah mati? Apa ini surga?" tanya Rose. Tapi itu terdengar mustahil baginya. Dia tak mungkin mati semudah itu. Mati karena menabrak pembatas jalan? Bah, keren sekali! Batin Rose.Lalu, dia memeriksa pakaiannya. Kalau dia mati, harusnya pakai putih-putih, tapi dia justru berbalut kaus kuning pucat dan legging, pakaian olahraganya tadi.Cahaya silau berpendar, dan dentum di kepalanya mendera."Akh!"Rose menahan kepalanya yang serasa ingin meledak. Dia berlutut. Lama-kelamaan dia bergelung di lantai putih itu."Kalau aku t
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status