Home / Romansa / Living with Mr. Arrogant / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Living with Mr. Arrogant: Chapter 41 - Chapter 50

126 Chapters

41. Rencana

Setelah sepuluh menit berbelanja, gadis itu kembali pada atasannya. Tampak wajah Reyner yang sudah bosan menunggunya. Pria itu meletakkan ponselnya untuk menatap Zinnia."Lama," celetuknya sembari menghidupkan mesin mobil."Ya Allah. Cuma sepuluh menit dibilang lama," balas Zinnia menatap sang atasan. "Kalau nggak ikhlas ngapain tadi malah berhenti?" tanya gadis itu."Kau kan yang minta berhenti? Dasar tak tahu diri," cecar Reyner sembari memutar kemudi."Ish. Dahlah males debat sama Bapak. Capek." Gadis itu menyandarkan tubuhnya lalu meraih sesuatu dari kantung belanjanya."Nih, Pak. Buat Pak Rey biar nggak ngambek lagi," ujar Zinnia sembari menyodorkan dua bangkus sosis ayam yang masing-masing berisi tiga buah. Reyner hanya meliriknya."Nggak perlu.""Beneran? Nanti nyesel lagi.""Nggak. Kau buatkan saja aku makan malam! Ada yang mau aku bicarakan," ucap pria itu tanpa menatap gadis yang duduk di sampingnya."Bicara so
Read more

42. Persiapan

Hari Rabu, tepatnya hari ke dua puluh tujuh setelah pertukaran itu. Zinnia masih memikirkan kesepakatannya dengan sang direktur. Meski ia sudah setuju, tetapi rasanya menyakitkan karena mereka akan menikah karena pura-pura.Sore itu Reyner mengajak sekretaris pribadinya untuk pergi berbelanja. Hal ini dilakukan untuk kepentingan pertemuan mereka dengan keluarga inti Sukmajaya. Karena mereka kini bertukar jiwa, Zinnia yang berada di tubuh Reyner pun memilihkan baju yang cocok untuk dirinya sendiri. Kedua orang itu pun menuju ke sebuah mall terbesar di ibu kota."Cepat pilih empat atau lima baju!" perintah Rey dengan suara gadisnya."Bapak bikin saya bingung. Jadi yang bener pilih empat apa lima? Yang pasti aja, Pak," sungut Zinnia kesal."Ck. Sepuluh sekalian. Bahkan kalau kau beli semua aku bisa saja. Tapi nanti kau yang keenakan," ejek Reyner dengan sombongnya."Ih. Sombong banget jadi orang. Percaya yang orang kaya," balas Zinnia ikut meledek san
Read more

43. Bertemu Calon Mertua [Bagian 1]

Pada hari berikutnya, Reyner mengajak Zinnia untuk ikut makan malam di rumahnya. Malam itu ia memutuskan untuk memperkenalkan gadis itu secara resmi. Zinnia pun berdandan secantik mungkin. Meski pernikahan mereka hanya akan menjadi pernikahan pura-pura, tetapi gadis itu tak bisa menolaknya begitu saja. Entah mengapa ada setitik rasa bahagia di dalam hatinya."Bagus juga bajunya." Sang direktur memberikan komentar."Bagus kan, Pak? Siapa dulu yang milih," balas Zinnia memuji dirinya sendiri."Ck. Belinya pakai uangku," ucap Rey mengingatkan."Ih. Gak ikhlas ya, Pak?" sungut gadis itu kesal. Reyner hanya memutar bola matanya."Emmm. Menurut Bapak saya sudah cantik belum malam ini?" tanya Zinnia meminta pendapat pria itu.Reyner menatap kembali gadis di hadapannya dari atas ke bawah. Lalu menatap dari bawah ke atas. Berhenti pada wajah Zinnia. Gadis itu salah tingkah tatkala ditatap pria itu. Reyner pun perlahan mendekatkan tubuhnya. Wajahnya k
Read more

44. Bertemu Calon Mertua [Bagian 2]

"Tapi, Pah. Kita kan baru kenal dia. Lagipula apa Papah nggak curiga kalau dia cuma mengincar harta kita?" protes sang istri tak terima. Jujur saja hati gadis itu sakit mendengarnya."Mah. Jangan berbicara seperti itu," balas Pak Haris mencoba menenangkan sang istri."Ma-maaf. Saya sama sekali tak menginginkan harta Pak Haris dan Bu Nurmala. Maaf jika kehadiran saya tak diinginkan keluarga ini. Tapi ... saya benar-benar menyukai Pak Reyner dengan tulus," tutur Zinnia tanpa kebohongan di setiap ucapannya.Chandra terus fokus menatap gadis itu. Melihat apakah ada ancaman atau tekanan yang gadis itu rasakan. Ia benar-benar tak mengerti kenapa Zinnia mau menerima untuk menikahi sang kakak. Apakah ini berkaitan dengan pertukaran jiwa yang mereka alami? Tanya Chandra dalam hati."Tetap saja aku curiga padamu," ujar Nurmala sembari berdiri, meninggalkan ruang makan."Mah! Hahhh. Maaf ya, Zinnia. Tidak apa-apa aku akan membujuk istriku. Kalian tetaplah ter
Read more

45 Persiapan Lamaran

Pagi hari di hari Jumat, Zinnia kembali bertukar jiwa dengan sang atasan. Sore itu Reyner meminjam ponsel sang sekretaris untuk menghubungi keluarga gadis itu."Assalamu'alaikum, Zin," ucap Bu Siti, ibu Zinnia dari seberang telepon."Wa'alaikumussalam, Bu. Ibu gimana kabarnya?" tanya Reyner dengan suara Zinnia."Alhamdulillah. Baik. Ada apa, Nduk?""Aku mau ngabarin Ibu sama Bapak kalau besok aku mau pulang.""Oh. Begitu. Iya, Zin. Pulanglah. Ibu sama Bapak kangen banget," ujar Bu Siti."Tapi aku pulangnya nggak sendiri, Bu. Ada orang yang mau ketemu Bapak sama Ibu," ujar Reyner. Zinnia yang duduk di samping dirinya sendiri hanya diam menyimak dengan baik."Siapa? Temen kerja? Boleh-boleh. Ajak saja pulang ke rumah," balas Bu Siti."Bukan teman. Dia calon mantu Ibu sama Bapak," jelas Reyner."Apa? MasyaAllah. Kalau gitu Ibu sama Bapak siap-siap ya buat calon mantu." Bu Siti terdengar antusias."Iya, Bu."
Read more

46. Pulang Kampung

Sabtu pagi Reyner dan Zinnia sudah mempersiapkan pulang kampung ke kota Adipura Kencana. Direktur sombong itu sudah memesan tiket pesawat tujuan Jakarta-Jogja. Zinnia tampak gugup tatkala menaiki burung besi raksasa itu. Pasalnya ini pengalaman pertama baginya."Nggak usah kampungan gitu," ejek sang direktur sembari melirik pada sekretarisnya."Ish. Mas. Ini kan pertama kalinya bagiku," sungut Zinnia. Sepertinya gadis itu sudah mulai membiasakan diri menggunakan panggilan aku kamu pada pria itu.Reyner memutar bola matanya malas. Pria itu langsung duduk diikuti oleh Zinnia yang masih celingak-celinguk melihat seisi pesawat. Gadis itu lalu duduk di dekat sang direktur. Pria itu malah sibuk dengan ponselnya. Tanpa mempedulikan gadis yang duduk di sampingnya, Reyner memilih memejamkan kedua matanya. Sepertinya pria itu kelelahan dengan kesibukannya akhir-akhir ini."Yah tidur. Mas Rey! Temenin aku dong!" panggil Zinnia mencoba membangunkan pria di sampingnya
Read more

47. Malam Lamaran

Seperti yang telah diduga sebelumnya, Bella datang mengunjungi sahabatnya. Gadis itu langsung memeluk sang sahabat. "Zin. Beneran kamu nikah sama majikan kamu?" tanya Bella dan langsung ditutup mulutnya."Sini, Bel. Aku mau ngomong sesuatu sama kamu!" ujar Zinnia sembari menuntun Bella ke luar rumah. Zinnia masih mengenakan mukenanya.Gadis itu lalu menceritakan kejadian yang sebenarnya. Bagaimana pun juga Bella merupakan sahabat baiknya. Ia tak mau merahasiakan kejadian aneh yang menimpanya. Bella pun terkejut saat mendengar penjelasan dari sang sahabat."Jadi, yang waktu malem itu aku temui bukan kamu? Tapi Pak Rey yang ganteng itu?" tanya Bella tak lupa dengan logat Jawanya. Zinnia hanya menganggukkan kepala."Ya Allah. Pantesan kok aneh banget. Ndak kaya kamu yang biasanya," imbuh Bella."Iya. Tapi aku minta kamu jangan cerita ke siapa-siapa, ya? Aku nggak mau buat Ibuk sama Bapak khawatir," pinta Zinnia menatap lurus sahabatnya.
Read more

48. Refreshing

"Zin, bangun!" panggil Siti pada putrinya sembari mengetuk pintu kamar Zinnia.Gadis yang dipanggilnya sebenarnya sudah berada di tubuh sang atasan. Hari itu waktu mereka bertukar jiwa lagi. Jiwa Zinnia yang berada di dalam tubuh Rey pun mulai jengkel dibuatnya."Biar aku saja yang bangunin, Buk," ujar Zinnia sebagai Rey."Oh. I-iya. Maaf ya, Nak. Tumben sekali si Zin susah dibangunin. Apa karena sudah lama ndak tidur di rumah, ya?" tanya Siti."Mungkin Zin lagi capek, Buk," jawab Zinnia membela dirinya sendiri.Gadis itu membuka pintu kamarnya dengan tangan kekar itu. Ia lihat dirinya sendiri masih tidur meringkuk di atas ranjang. Zinnia pun mulai berkacak pinggang. Bagus sekali sang atasan menjelekkan dirinya di depan sang ibu."Mas, bangun! Sudah subuh," panggil Zinnia sembari menggoyangkan tubuhnya sendiri. Reyner hanya menggeliat sebentar dan kembali tidur."Bangun, Mas! Plis lah. Bangun cepet!" panggil gadis itu lagi se
Read more

49. Kesal

Sore pun tiba. Reyner dan Zinnia berpamitan untuk kembali ke Jakarta. Siti dan suaminya melepas kepergian mereka. Satu hari tak bisa menghilangkan rasa rindu kedua orangtua itu."Tolong jaga Zin kami dengan baik ya, Nak," ucap Pak Agus sembari memeluk tubuh Reyner."Iya, Pak. InsyaAllah," balas Zinnia mewakili sang atasan."Kamu juga jaga diri baik-baik ya, Nduk," ucap Siti ikut memeluk tubuh putrinya."I-iya," balas Reyner canggung."Zin. Hati-hati yo!" ucap Bella yang ikut melepas kepergian sang sahabat. Reyner pun membalasnya dengan anggukan saja."Bapak sama Ibuk jaga diri baik-baik ya! Kamu juga, Bel," ujar Zinnia menatap kedua orangtuanya lalu beralih menatap sang sahabat. Bella nampaknya sedang memahami situasi yang sebenarnya. Ia teringat dengan ucapan Zinnia tempo hari. Gadis itu pun sadar jika pertukaran jiwa antara sang sahabat dengan direkturnya tengah berlangsung."Iya, Pak Rey," balas Bella sebari terse
Read more

50. Penegasan Hubungan

"Oh. Ya udah. Kalau gitu kita nggak usah jadi nikah aja." Zinnia membalas tatapan tajam pria di depannya."Berani kau! Jika sampai pernikahan ini gagal, kau harus berhenti kerja dan pergi dari rumahku! Kau juga harus mengganti rugi semua barang-barang yang kau nikmati itu!" tuntut pria itu sembari melipat kedua tangannya di depan dada. Menatap sinis gadis di hadapannya."Ih. Kok gitu? Yang maksa tinggal di rumah kan Mas, bukan aku. Kalau Mas ngusir aku, aku tinggal pindah aja ke rumah Pak Haris," balas Zinnia sembari menjulurkan lidahnya. Sebenarnya ia sakit hati saat mendengar ucapan atasannya itu. Ternyata gadis itu sudah terlanjur menyukai sang direktur."Sialan! Berani kau ya!" ucap pria itu sembari mencengkeram kedua bahu Zinnia. Kedua matanya menatap tajam ke arah iris gelap gadis itu. Saat itu juga pintu lift pun terbuka. Menampilkan mereka berdua."Apa lihat-lihat!" gertak Reyner pada seorang OB yang sedang lewat."Maaf, Pak." OB itu pun la
Read more
PREV
1
...
34567
...
13
DMCA.com Protection Status