Home / Romansa / Living with Mr. Arrogant / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of Living with Mr. Arrogant: Chapter 51 - Chapter 60

126 Chapters

51. Monika

Hari berganti lagi. Sudah hari ke tiga puluh tiga setelah pertemuan Rey dengan Zin. Kini Reyner kembali bertukar jiwa dengan sang sekretaris. Zinnia pun tampaknya masih kesal dengan ucapan sang atasan tempo hari. Pasalnya ia betah sekali mendiamkan pria itu semalaman. Bagaimana tak sakit hati jika dinikahi hanya demi kepentingan satu pihak saja?Waktu istirahat Reyner palsu diajak makan siang oleh Dani. Reyner asli pun memilih untuk makan siang sendiri. Pria itu duduk diam di kantornya sembari menunggu pesanan makan siangnya. Setelah makanan itu sampai, seseorang mengetuk pintu ruangan itu dari luar."Siapa sih yang ganggu di jam makan siang?" sungut pria itu terpaksa membukakan pintu."Oh. Hai, Zin. Kak Rey di mana?" tanya seorang gadis cantik yang diketahui bernama Monika."Lagi makan siang di luar," jawab Reyner dengan malas. Apalagi ia harus menemui gadis itu dengan tubuh Zinnia."Oh. Ya udah. Kita makan siang bareng aja yuk!" ajak Monika semba
Read more

52. Alibi

Seorang gadis cantik sedang menunggu direktur utama SJ Grup. Pagi-pagi gadis itu sudah berbenah untuk sekedar menyapa pria itu. Gadis itu tak lain adalah putri dari seorang pengusaha bernama Pak Argan. Ya. Monika. Dengan sengaja gadis itu menunggu Reyner di depan pintu ruangannya. Tak perlu waktu lama, sang direktur utama keluar dari lift bersama sekretaris pribadinya. Meski tak suka, tetapi Monika mencoba berlaku baik di hadapan pria yang ia sukai. Termasuk pada gadis yang berjalan di sampingnya."Pagi, Kak Rey. Pagi, Zinnia," sapa gadis itu dengan senyuman terbaiknya."Pagi, Mbak," balas Zinnia ikut tersenyum. Sedangkan Rey tak peduli dengannya.Pria itu pun masuk ke ruangannya lebih dulu. Monika langsung menghadang sang sekretaris. Masih dengan senyuman terpasang di wajah cantiknya."Zin ... Aku mau minta maaf ya soal kemarin," ujar gadis itu sembari menggenggam kedua tangan Zinnia."Soal apa ya, Mbak?" tanya Zinnia tak mengerti.
Read more

53. Bukan Pembawa Sial

"Minum dulu, Mbak. Sebentar lagi ambulan akan segera datang," tawar ibu-ibu penolong tadi. Memberikan minuman pada gadis yang duduk sembari memangku tubuh bagian atas Reyner. Kedua tangannya terus menahan darah yang keluar dari kepala Reyner dengan jas yang dikenakan pria itu. Jika Rey masih sadar, pasti ia akan langsung memarahinya."Makasih, Bu," cicit Zinnia menerima botol air mineral itu.Beberapa menit kemudian, sebuah ambulan pun datang dan segera membawa kedua korban ke rumah sakit. Seorang perawat yang ikut dalam mobil itu berusaha untuk mengurangi pendarahan. Reyner masih belum membuka kedua matanya. Zinnia mencoba untuk tidak menangis. Kedua tangannya menggengam erat jas yang sudah terkena darah. Bukan hanya jas itu yang terkena darah, tetapi pakaiannya juga.Setibanya di rumah sakit, Reyner langsung segera mendapatkan pertolongan. Hingga dokter memberitakukan bahwa pria itu telah kehilangan banyak darah dan harus segera mendapatkan donor yang cukup."M
Read more

54. Aneh

Pada hari Kamis pagi Zinnia kembali membuka kedua matanya. Gadis itu semalaman menunggu Reyner yang masih terbaring tak sadarkan diri. Pria sombong itu mengalami koma. Namun, ada yang aneh. Ketika gadis itu terbangun di sofa, ia justru melihat tubuh Reyner yang masih diam di atas ranjang, bukan melihat dirinya sendiri.'Aneh. Seharusnya hari ini kan waktunya bertukar jiwa?' tanya gadis itu dalam hati. Ia pun mendekati tunangannya untuk menatap wajahnya yang terpejam rapat."Mas Rey. Cepat sadar ya," gumam gadis itu dengan tatapan sendu.Perban putih membalut luka pada pelipis laki-laki itu. Mungkin akan meninggalkan bekas luka jahit di sana. Setelah sepersekian detik, Zinnia pun menuju kamar mandi untuk mensucikan diri.Gadis itu mencurahkan isi hatinya dalam doa. Pada sujud rakaat terakhirnya, ia memohon pada Sang Kuasa agar segera menyadarkan laki-laki yang akan menjadi suaminya. Meski ia paham betul bahwa Reyner tidak mencintainya.Saat Zinnia s
Read more

55. Masih Setia Menunggu

Siang hari pada hari berikutnya Zinnia pulang ke rumah untuk sementara. Chandra mengantarkan gadis itu untuk memberinya istirahat. Karena ia tahu Zinnia selalu menolak untuk hal itu. Gadis itu benar-benar setia menunggu untuk kesadaran sang direktur. Namun, dengan terpaksa ia harus pulang karena paksaan dari Chandra."Pokoknya kamu istirahat dulu! Nanti sore baru balik lagi ke rumah sakit. Aku akan menggantikanmu untuk jagain Kak Rey," ujar Chandra saat Zinnia hendak turun dari mobil."Baik, Mas. Nanti biar aku berangkat sendiri aja," balas Zinnia."Nggak. Nanti aku jemput. Tinggal bilang aja mau jam berapa," imbuh pria itu."Baiklah. Makasih, ya, Mas Chandra," balas Zinnia."Oke. Aku pergi dulu, ya. Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumussalam."Gadis itu pun segera memasuki rumah. Bukannya langsung mandi, ia malah bersih-bersih rumah besar itu. Jiwa pembantunya ternyata sudah melekat. Gadis itu berharap Reyner akan segera sembuh dan dapat
Read more

56. Rey dan Zin

Zinnia merawat Reyner dengan telaten dan sabar. Gadis itu lega sekali setelah sang direktur mulai sadar dari komanya. Pria itu masih bisa bersikap arogan meski ia sedang terluka. Wajah tampannya terdapat beberapa goresan luka akibat terkena pecahan kaca. Pelipisnya masih terbungkus perban. Tangan kanannya pun terluka cukup parah. Membuat pria itu bahkan tak bisa menggenggam sendok untuk makan."Ini, Mas. Aaaa," ujar Zinnia sembari meniup-niup bubur sayur untuk sang atasan. Meminta pria itu untuk membuka mulutnya.Reyner menuruti ucapan gadis di depannya. Meski ia sendiri geli karena diperlakukan seperti anak kecil. Namun, ia tak bisa menolak. Jika menolak, ia akan kelaparan. Dasar kau Rey, gengsimu terlalu tinggi."Bubur buatanku enak kan, Mas?" tanya Zinnia. Reyner hanya menatap gadis itu dengan malas."Hm," gumam pria itu sembari menelan bubur di mulutnya."Nih. Lagi, Mas. Aaa," ucap Zinnia kembali menyodorkan sesuap bubur."Aku bukan anak
Read more

57. Chan And Zin

Zinnia duduk di luar ruangan. Duduk di bangku dekat taman. Kotak berisi obat tanpa sadar ikut ia bawa. Gadis itu pun menghembuskan napasnya. Menghirup udara, lalu menghembuskannya lagi. Mencoba menenangkan dirinya. Berhasil. Ia tak jadi menangis.Saat ia mulai tenang, seseorang datang dan ikut duduk di sampingnya. Seorang pria yang berjiwa hangat seperti matahari. Bahkan kebaikannya juga yang selalu menolong gadis itu."Zin, kamu kenapa?" tanya pria itu menatap khawatir Zinnia. Ia letakkan sebuah kantung kresek berisi makanan. Zinnia pun menoleh sembari memberikan senyuman."Aku nggak papa kok, Mas Chandra," balas gadis itu. Chandra tahu jika gadis di hadapannya sedang tidak baik-baik saja. Entah apa pastinya yang membuatnya tampak murung."Apa Kak Rey menyakitimu?" tanya Chandra masih dengan tatapan khawatirnya."Eng-enggak kok, Mas. Aku cuma lagi cari angin aja. Di dalam kan bau obat," ujar gadis itu mencoba memberi alasan."Zin. Aku tahu
Read more

58. Patience

Malam itu Zinnia kembali menemani sang atasan di kamar rawatnya. Pria itu berbaring di atas tempat tidurnya. Merebahkan dirinya yang masih merasakan sakit di kepala dan sekujur tubuhnya. Zinnia yang sudah selesai mengurusi sang direktur pun mulai mengistirahatkan dirinya. Tidur di atas sofa panjang di sudut ruangan. Berseberangan dengan tempat tidur Reyner. Gadis itu langsung terlelap. Mungkin karena rasa lelahnya setelah berhari-hari menemani pria itu.Sudah pukul sebelas malam. Reyner masih belum bisa tidur. Maklum saja, dirinya sudah tertidur selama dua hari penuh. Pria itu memainkan ponselnya. Lalu mendengar Zinnia yang bergerak berpindah posisi yang tadinya memunggunginya. Kini gadis itu menghadap ke arahnya. Kedua matanya sudah terpejam rapat dengan selimut yang menutupi tubuh mungilnya. Reyner menatap wajah damai itu. Dalam hatinya ia merasa sedikit kasihan pada gadis itu. Ia sudah berlaku seenaknya selama ini. Namun, hanya gadis itulah yang pernah berani melawannya. B
Read more

59. Siapa yang Pantas

Kini hanya ada Nurmala dan Zinnia yang terjebak di tubuh sang atasan. Gadis itu merasa canggung ditinggal berdua dengan calon ibu mertua. Nurmala menatap lembut wajah putranya. Ia bahkan menyuapinya dengan begitu lembut dan penuh kasih sayang."Rey. Mamah tuh sebenernya sayang banget sama kamu. Sama Chandra juga. Tapi kenapa kamu selalu memilih menyendiri?" tanya Nurmala pada anaknya. Zinnia kini tahu, sang atasan itu benar-benar orang yang tertutup. Bahkan dengan keluarganya sendiri."Aku juga sayang sama Mamah," balas Zinnia tak kalah lembut. Membuat wanita di hadapannya menunjukkan rona bahagia. Sunyi beberapa saat."Rey. Apa kamu nggak memikirkan lagi soal pernikahan kamu ini?" tanya Nurmala penuh harap. Zinnia kembali merasakan sakit di hatinya. Namun, ia mencoba bersabar. Ia sekarang sedang berada di dalam tubuh sang atasan. Kesempatan emas untuk meyakinkan calon ibu mertuanya."Enggak, Mah. Rey sudah yakin dengan keputusan ini. Lagipula aku sudah s
Read more

60. Barang Bukti

Siang itu, seorang pria berusia tiga puluh satu tahun sedang meminta orang yang ia percaya untuk menyelidiki kasus kecelakaan sahabatnya. Pria itu kini sudah mendapatkan cukup bukti yang mengarah kepada siapa pelaku penyerempetan mobil Rey di tol itu. Ia lalu menghubungi nomor sang pemilik perusahaan SJ Grup."Assalamu'alaikum, Dani. Ada apa? Apa kau sudah mendapatkan bukti siapa pelakunya?" tanya Pak Haris."Wa'alaikumussalam, Pak. Iya. Saya sudah mendapatkan sebuah bukti. Saya akan segera menuju rumah Bapak.""Baiklah. Aku tunggu kedatanganmu. Jangan lupa laporkan pada polisi jika memang ada yang sengaja mencelakai salah satu anggota keluarga Sukmajaya!" tegas Pak Haris."Baik, Pak."Tak mau berlama-lama, Dani segera menuju rumah mewah pemilik perusahaan tempatnya bekerja. Dengan membawa sebuah bukti yang kuat, ia segera melangkahkan kakinya memasuki rumah mewah itu. Pak Haris sudah menunggu kedatangannya."Assalamu'alaikum," sapa Dani.
Read more
PREV
1
...
45678
...
13
DMCA.com Protection Status