Home / Romansa / Living with Mr. Arrogant / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Living with Mr. Arrogant: Chapter 31 - Chapter 40

126 Chapters

31. Teman

Mentari pagi telah menyapa lagi. Reyner sudah kembali ke tubuh aslinya. Pria itu duduk sembari menilik layar ponselnya. Sudah jam enam kurang. Pria berusia tiga puluh tahun itu pun duduk di atas tempat tidur besarnya. Mengucek kedua matanya dengan malas. Hari itu hari Rabu, ia harus kembali bekerja ke kantor.Kemudian Reyner bergegas keluar kamarnya. Menemui Pak Likin yang sedang memanaskan mobil. Pria itu kemudian meminta kunci mobil miliknya. Pak Likin memberikan kunci mobil itu sembari menatap aneh ke arah majikannya.Dengan laju cepat mobilnya, Rey sudah kembali ke kediamannya. Sebelum mandi, pria itu berjalan menuju rumah kecil di belakang rumah utama. Hendak menemui Zinnia untuk menanyakan hasil pertemuannya dengan keluarga Pak Argan. Langsung saja Reyner memasuki rumah kecil itu yang dengan sengaja pintunya tak ia kunci."Pak Rey kalau masuk salam dulu kenapa, sih?" Terdengar sambutan kesal dari si penghuni rumah."Assalamu'alaikum," ucap Rey tampa
Read more

32. Bisik-Bisik

Hingga malam pun tiba, kedua orang itu tak saling berbicara. Nampaknya Rey benar-benar menikmati kesendiriannya di rumah utama. Alhasil, Zinnia terpaksa harus pura-pura bertamu untuk menemui sang direktur.TOK TOK TOK"Assalamu'alaikum, Pak Reyner." Panggilan Zinnia terdengar seperti anak kecil yang sedang memanggil temannya untuk diajak bermain. Tak perlu waktu lama, si pemilik rumah membukakan pintu untuknya."Kenapa?" tanya Reyner sembari menyandarkan tubuhnya pada kusen pintu."Jawab dulu dong Pak salamnya," celetuk Zinnia."Wa'alaikumussalam. Ada apa malam-malam ke sini? Mau ambil cucian lagi?" tanya Rey meremehkan."Bukan, Pak. Saya cuma mau ngobrol sama Pak Rey," jawab Zinnia."Ngobrol? Nggak sopan.""Ya sudah. Saya ke sini mau berbicara dengan Pak Direktur Reyner Eka Sukmajaya," ulang gadis itu sebal."Ck. Bicara apa?" tanya pria itu lagi."Saya nggak disuruh masuk dulu nih?" tany
Read more

33. Bella

"Tuh kan. Gara-gara Bapak, saya jadi digosipin kaya gitu," dengus Zinnia sembari berjalan menghentakkan kakinya, berjalan mendahului sang atasan."Ck. Sadar diri dong! Semua masalah ini gara-gara kamu. Andai saja aku nggak ketemu cewek macam kamu," balas Rey tak kalah kesal.Kedua orang itu terus berdebat hingga mereka sampai di rumah. Zinnia pun segera menyiapkan makan malam untuk menyambut sahabatnya. Gadis itu memasak beberapa macam masakan. Tak lupa menyisakan masakan untuk dirinya sendiri yang akan bersembunyi di rumah utama."Makannya nanti, Pak!" ujar Zinnia melarang sang atasan yang hendak mengambil sosis goreng."Ck. Semua perabotan masak di sini itu punyaku. Jadi tak masalah kalau aku makan duluan. Lagipula berani sekali kamu melarangku!" balas Rey tak mempedulikan sekretarisnya."Iya deh. Maaf," ujar Zinnia dengan suara baritonenya, tak lupa dengan mengerucutkan bibirnya."Ya sudah. Sebentar lagi Bella sampai. Saya ke rum
Read more

34. Kerokan

Malam pun tiba, Zinnia yang sedang berada di rumah utama terus-terusan mengintip dari balik jendela. Namun sayangnya Rey dan sahabatnya sedang berada di dalam rumah kecil itu. Ia khawatir jika sang atasan berbuat macam-macam pada Bella."Emmm. Zin. Aku boleh minta tolong ndak?" Bella menatap sang sahabat yang aslinya orang lain."Apa?" tanya Rey dengan suara gadisnya. Kini mereka tengah duduk santai di dalam kamar. Sebenarnya Reyner ingin segera keluar dari tempat itu."Tolong kerokin aku dong! Dari tadi ndak enak badanku. Kayanya masuk angin iki," pinta Bella sembari memijit belakang lehernya sendiri dengan pelan."Kerokin?" Rey bertanya balik. Pria itu benar-benar tak mengerti dengan apa yang diminta Bella. Gadis itu pun menganggukkan kepalanya sebagai jawaban."Bentar. Aku keluar dulu," ucap Rey sembari berjalan keluar kamar. Lalu keluar rumah kecil itu dan menutup pintu dari luar.[Sekretaris Bar Bar: k
Read more

35. Hug

Hari ke dua puluh dua. Zinnia dan Reyner kembali ke tubuh mereka masing-masing. Pagi itu Bella sudah kembali mengemasi barang-barangnya. Lalu berpamitan pada Zinnia."Makasih yo sudah ngizinin aku menginap di sini," ucap Bella tersenyum menatap sahabatnya."Sama-sama, Bel. Hati-hati ya di jalan," balas Zinnia sembari memeluk Bella dengan erat. Melepaskan kerinduannya."Iya, Zin. Oh iya. Salam buat Pak Reyner yo!""Iya. Nanti aku sampaiin," balas Zinnia yang sebenarnya malas."Dan kamu Zin. Berjuang yo!" seru Bella membuat sahabatnya bingung."Berjuang untuk apa?""Berjuang jadi istrinya Pak Reyner. Kan kalau di cerita-cerita yang pernah kubaca itu, pembantu bisa nikah sama majikannya," ucap Bella.'Pembantu? Ya Allah. Gitu amat sih direktur sableng itu,' rutuk Zinnia sebal."Mana ada yang seperti itu. Ya udah sana! Udah ditungguin pak sopir tuh," tutur Zinnia mengingatkan."Oke. Dah ya,
Read more

36. Ketahuan

Zinnia secara terpaksa melaksankan tugasnya. Gadis itu sudah berdiri di tepi kolam renang dengan kemeja dan rok kerja yang masih lengkap. Kini ia bingung bagaimana caranya membuka penutup di dasar kolam. Ia sama sekali tak dapat berenang. Hukuman dari Reyner benar-benar kejam."Kenapa masih diam saja? Cepat bersihkan!" seru Rey yang sedang membetulkan kemejanya."Bagaimana saya bisa mulai, Pak? Saya nggak bisa mengambil penutup itu," ujar Zinnia sembari menunjuk ke dasar kolam."Ya ambil lah!""Tapi saya nggak bisa renang, Pak," cicitnya."Pikirkan caranya!" ujar Reyner sembari menunjuk kepalanya sendiri."Jahat banget sih jadi orang," sungut gadis itu."Pokoknya kalau aku pulang, kolam ini harus benar-benar bersih. Pikirkan caranya sendiri!" Reyner pun meninggalkan Zinnia yang masih memikirkan cara mengambil penyumbat di dalam kolam renang. Pria itu benar-benar tak peduli dengan kelemahan Zinnia."Aku mau berangkat sekarang. B
Read more

37. Kunjungan Mendadak

Pagi berikutnya bertepatan dengan hari ke dua puluh empat setelah pertukaran jiwa Rey dan Zin. Kedua orang itu tengah menikmati hari Minggu pagi. Bukan. Lebih tepatnya hanya Reyner lah yang menikmati dengan bersantai, sedangkan Zinnia seperti biasa mencuci pakaiannya dan pakaian sang atasan. Apalagi sekarang ditambah dengan seperai dan selimut laki-laki itu.Tepat pukul sepuluh pagi, ketika Zinnia sudah menyelesaikan semua pekerjaannya, bel rumah itu pun berbunyi. Tiga kali bel itu berbunyi seperti sedang memanggil sang pemilik rumah."Cepat lihat siapa yang datang!" perintah Rey pada gadis itu."Ya lihat sendiri lah, Pak," balas Zinnia yang sepertinya sudah capek. Untung saja Reyner masih memberi gaji lebih."Jangan balik memerintahku. Cepatlah!" tegas Rey lagi."Iya, iya. Bawel ah," sungut Zinnia sembari berjalan menuju pintu gerbang untuk mengintip siapa yang datang."Kurang ajar kau!"Gadis itu tak menghiraukan kekesalan sang atas
Read more

38. Terbongkar

"Aku tahu ada seseorang di dalam. Siapa di sana? Tunjukkan dirimu!" tanya Chandra yang semakin curiga dengan sang kakak. Awalnya ia memang mengira sang kakak memiliki kebiasaan aneh. Namun, sekarang kecurigaannya beralih. Beranggapan bahwa sang kakak suka bermain dengan perempuan secara diam-diam.Zinnia hanya diam. Tak menjawab pertanyaan dari putra kedua keluarga Sukmajaya. Gadis itu terus menahan pintu agar tak terbuka."Kenapa kau bermain-main dengan Kak Rey? Cepat tunjukkan wajahmu!" perintah Chandra yang sudah tersulut emosi. Dalam benaknya ia merasa Reyner sedang punya hubungan terlarang dengan seorang wanita. Pria itu tak menyangka bahwa kakaknya menyembunyikan hal yang menurutnya salah. Bagaimana pria sedingin dan sesombong Reyner bisa bermain-main dengan wanita? Tanya Chandra dalam hati.Zinnia masih bungkam. Gadis itu lalu meraih kunci. Sebelum ia berhasil memutar kuncinya, Chandra dengan kekuatannya akhirnya mampu membuka pintu itu dengan paksa. Alan
Read more

39. Salah Sangka

Senin pagi Reyner dan sekretarisnya kembali ke kantor. Seperti yang terjadi sebelumnya, mereka kambali bertukar jiwa. Zinnia seperti biasa selalu tampak ceria, aura hangat terpancar meski gadis itu berada di tubuh yang berbeda. Kini gadis itu mendapatkan beban pikiran yang lain. Putra kedua Sukmajaya telah mengetahui rahasianya.TOK TOK TOKKembali terdengar ketukan pintu dari luar ruangan direktur utama. Zinnia memberi isyarat pada atasannya untuk segera membukakan pintu. Seperti biasa Reyner akan mengutuk perbuatan sang sekretaris itu."Zin ...." panggil suara berat itu. Reyner yang sedang berada di tubuh sang pemilik nama pun menatap sebal. Kenapa adiknya datang di siang itu?"Ada apa?" tanya Reyner dingin dengan suara gadisnya.Chandra tampak sedang menganalisis keadaan. Ia teringat dengan ucapan Zinnia tentang pertukaran jiwa yang dialaminya dengan sang kakak. Pria itu memang sengaja datang ke perusahaan untuk mengece
Read more

40. Kebaikan Reyner

Pagi itu Zinnia disibukkan dengan tumpukan dokumen di atas meja. Reyner memerintahkan gadis itu untuk memeriksa semua dokumen tebal itu dengan teliti dan memindahkannya ke dalam file seorang diri."Kerjakan dengan cepat dan benar! Kalau tidak kau akan tahu sendiri akibatnya," ancam pria itu sembari menatap sinis sang sekretaris.Zinnia yang sudah kembali ke dalam tubuhnya sendiri mendengus kesal dengan sikap semena-mena sang direktur. Mau protes pun tetap tak bisa. Yang ada nanti gajinya dipotong atau yang paling menyebalkan adalah fotonya akan ditempel pada papan pengumuman kantor. Mau ditaruh mana wajahnya?"Baik, Pak. Saya akan menyelesaikannya dengan cepat," balas Zinnia penuh dengan percaya diri sembari mengambil beberapa lembar dokumen yang tertumpuk di atas meja kerjanya."Cepat dan tepat! Tak boleh ada yang salah maupun terlewat!" Rey kembali memperingati gadis itu dengan tatapan tajamnya."Iya, Pak. Iya." Zinnia membalas tatapan s
Read more
PREV
123456
...
13
DMCA.com Protection Status