Sabtu pagi Reyner dan Zinnia sudah mempersiapkan pulang kampung ke kota Adipura Kencana. Direktur sombong itu sudah memesan tiket pesawat tujuan Jakarta-Jogja. Zinnia tampak gugup tatkala menaiki burung besi raksasa itu. Pasalnya ini pengalaman pertama baginya.
"Nggak usah kampungan gitu," ejek sang direktur sembari melirik pada sekretarisnya.
"Ish. Mas. Ini kan pertama kalinya bagiku," sungut Zinnia. Sepertinya gadis itu sudah mulai membiasakan diri menggunakan panggilan aku kamu pada pria itu.
Reyner memutar bola matanya malas. Pria itu langsung duduk diikuti oleh Zinnia yang masih celingak-celinguk melihat seisi pesawat. Gadis itu lalu duduk di dekat sang direktur. Pria itu malah sibuk dengan ponselnya. Tanpa mempedulikan gadis yang duduk di sampingnya, Reyner memilih memejamkan kedua matanya. Sepertinya pria itu kelelahan dengan kesibukannya akhir-akhir ini.
"Yah tidur. Mas Rey! Temenin aku dong!" panggil Zinnia mencoba membangunkan pria di sampingnya
Seperti yang telah diduga sebelumnya, Bella datang mengunjungi sahabatnya. Gadis itu langsung memeluk sang sahabat. "Zin. Beneran kamu nikah sama majikan kamu?" tanya Bella dan langsung ditutup mulutnya."Sini, Bel. Aku mau ngomong sesuatu sama kamu!" ujar Zinnia sembari menuntun Bella ke luar rumah. Zinnia masih mengenakan mukenanya.Gadis itu lalu menceritakan kejadian yang sebenarnya. Bagaimana pun juga Bella merupakan sahabat baiknya. Ia tak mau merahasiakan kejadian aneh yang menimpanya. Bella pun terkejut saat mendengar penjelasan dari sang sahabat."Jadi, yang waktu malem itu aku temui bukan kamu? Tapi Pak Rey yang ganteng itu?" tanya Bella tak lupa dengan logat Jawanya. Zinnia hanya menganggukkan kepala."Ya Allah. Pantesan kok aneh banget. Ndak kaya kamu yang biasanya," imbuh Bella."Iya. Tapi aku minta kamu jangan cerita ke siapa-siapa, ya? Aku nggak mau buat Ibuk sama Bapak khawatir," pinta Zinnia menatap lurus sahabatnya.
"Zin, bangun!" panggil Siti pada putrinya sembari mengetuk pintu kamar Zinnia.Gadis yang dipanggilnya sebenarnya sudah berada di tubuh sang atasan. Hari itu waktu mereka bertukar jiwa lagi. Jiwa Zinnia yang berada di dalam tubuh Rey pun mulai jengkel dibuatnya."Biar aku saja yang bangunin, Buk," ujar Zinnia sebagai Rey."Oh. I-iya. Maaf ya, Nak. Tumben sekali si Zin susah dibangunin. Apa karena sudah lama ndak tidur di rumah, ya?" tanya Siti."Mungkin Zin lagi capek, Buk," jawab Zinnia membela dirinya sendiri.Gadis itu membuka pintu kamarnya dengan tangan kekar itu. Ia lihat dirinya sendiri masih tidur meringkuk di atas ranjang. Zinnia pun mulai berkacak pinggang. Bagus sekali sang atasan menjelekkan dirinya di depan sang ibu."Mas, bangun! Sudah subuh," panggil Zinnia sembari menggoyangkan tubuhnya sendiri. Reyner hanya menggeliat sebentar dan kembali tidur."Bangun, Mas! Plis lah. Bangun cepet!" panggil gadis itu lagi se
Sore pun tiba. Reyner dan Zinnia berpamitan untuk kembali ke Jakarta. Siti dan suaminya melepas kepergian mereka. Satu hari tak bisa menghilangkan rasa rindu kedua orangtua itu."Tolong jaga Zin kami dengan baik ya, Nak," ucap Pak Agus sembari memeluk tubuh Reyner."Iya, Pak. InsyaAllah," balas Zinnia mewakili sang atasan."Kamu juga jaga diri baik-baik ya, Nduk," ucap Siti ikut memeluk tubuh putrinya."I-iya," balas Reyner canggung."Zin. Hati-hati yo!" ucap Bella yang ikut melepas kepergian sang sahabat. Reyner pun membalasnya dengan anggukan saja."Bapak sama Ibuk jaga diri baik-baik ya! Kamu juga, Bel," ujar Zinnia menatap kedua orangtuanya lalu beralih menatap sang sahabat. Bella nampaknya sedang memahami situasi yang sebenarnya. Ia teringat dengan ucapan Zinnia tempo hari. Gadis itu pun sadar jika pertukaran jiwa antara sang sahabat dengan direkturnya tengah berlangsung."Iya, Pak Rey," balas Bella sebari terse
"Oh. Ya udah. Kalau gitu kita nggak usah jadi nikah aja." Zinnia membalas tatapan tajam pria di depannya."Berani kau! Jika sampai pernikahan ini gagal, kau harus berhenti kerja dan pergi dari rumahku! Kau juga harus mengganti rugi semua barang-barang yang kau nikmati itu!" tuntut pria itu sembari melipat kedua tangannya di depan dada. Menatap sinis gadis di hadapannya."Ih. Kok gitu? Yang maksa tinggal di rumah kan Mas, bukan aku. Kalau Mas ngusir aku, aku tinggal pindah aja ke rumah Pak Haris," balas Zinnia sembari menjulurkan lidahnya. Sebenarnya ia sakit hati saat mendengar ucapan atasannya itu. Ternyata gadis itu sudah terlanjur menyukai sang direktur."Sialan! Berani kau ya!" ucap pria itu sembari mencengkeram kedua bahu Zinnia. Kedua matanya menatap tajam ke arah iris gelap gadis itu. Saat itu juga pintu lift pun terbuka. Menampilkan mereka berdua."Apa lihat-lihat!" gertak Reyner pada seorang OB yang sedang lewat."Maaf, Pak." OB itu pun la
Hari berganti lagi. Sudah hari ke tiga puluh tiga setelah pertemuan Rey dengan Zin. Kini Reyner kembali bertukar jiwa dengan sang sekretaris. Zinnia pun tampaknya masih kesal dengan ucapan sang atasan tempo hari. Pasalnya ia betah sekali mendiamkan pria itu semalaman. Bagaimana tak sakit hati jika dinikahi hanya demi kepentingan satu pihak saja?Waktu istirahat Reyner palsu diajak makan siang oleh Dani. Reyner asli pun memilih untuk makan siang sendiri. Pria itu duduk diam di kantornya sembari menunggu pesanan makan siangnya. Setelah makanan itu sampai, seseorang mengetuk pintu ruangan itu dari luar."Siapa sih yang ganggu di jam makan siang?" sungut pria itu terpaksa membukakan pintu."Oh. Hai, Zin. Kak Rey di mana?" tanya seorang gadis cantik yang diketahui bernama Monika."Lagi makan siang di luar," jawab Reyner dengan malas. Apalagi ia harus menemui gadis itu dengan tubuh Zinnia."Oh. Ya udah. Kita makan siang bareng aja yuk!" ajak Monika semba
Seorang gadis cantik sedang menunggu direktur utama SJ Grup. Pagi-pagi gadis itu sudah berbenah untuk sekedar menyapa pria itu. Gadis itu tak lain adalah putri dari seorang pengusaha bernama Pak Argan. Ya. Monika. Dengan sengaja gadis itu menunggu Reyner di depan pintu ruangannya. Tak perlu waktu lama, sang direktur utama keluar dari lift bersama sekretaris pribadinya. Meski tak suka, tetapi Monika mencoba berlaku baik di hadapan pria yang ia sukai. Termasuk pada gadis yang berjalan di sampingnya."Pagi, Kak Rey. Pagi, Zinnia," sapa gadis itu dengan senyuman terbaiknya."Pagi, Mbak," balas Zinnia ikut tersenyum. Sedangkan Rey tak peduli dengannya.Pria itu pun masuk ke ruangannya lebih dulu. Monika langsung menghadang sang sekretaris. Masih dengan senyuman terpasang di wajah cantiknya."Zin ... Aku mau minta maaf ya soal kemarin," ujar gadis itu sembari menggenggam kedua tangan Zinnia."Soal apa ya, Mbak?" tanya Zinnia tak mengerti.
"Minum dulu, Mbak. Sebentar lagi ambulan akan segera datang," tawar ibu-ibu penolong tadi. Memberikan minuman pada gadis yang duduk sembari memangku tubuh bagian atas Reyner. Kedua tangannya terus menahan darah yang keluar dari kepala Reyner dengan jas yang dikenakan pria itu. Jika Rey masih sadar, pasti ia akan langsung memarahinya."Makasih, Bu," cicit Zinnia menerima botol air mineral itu.Beberapa menit kemudian, sebuah ambulan pun datang dan segera membawa kedua korban ke rumah sakit. Seorang perawat yang ikut dalam mobil itu berusaha untuk mengurangi pendarahan. Reyner masih belum membuka kedua matanya. Zinnia mencoba untuk tidak menangis. Kedua tangannya menggengam erat jas yang sudah terkena darah. Bukan hanya jas itu yang terkena darah, tetapi pakaiannya juga.Setibanya di rumah sakit, Reyner langsung segera mendapatkan pertolongan. Hingga dokter memberitakukan bahwa pria itu telah kehilangan banyak darah dan harus segera mendapatkan donor yang cukup."M
Pada hari Kamis pagi Zinnia kembali membuka kedua matanya. Gadis itu semalaman menunggu Reyner yang masih terbaring tak sadarkan diri. Pria sombong itu mengalami koma. Namun, ada yang aneh. Ketika gadis itu terbangun di sofa, ia justru melihat tubuh Reyner yang masih diam di atas ranjang, bukan melihat dirinya sendiri.'Aneh. Seharusnya hari ini kan waktunya bertukar jiwa?' tanya gadis itu dalam hati. Ia pun mendekati tunangannya untuk menatap wajahnya yang terpejam rapat."Mas Rey. Cepat sadar ya," gumam gadis itu dengan tatapan sendu.Perban putih membalut luka pada pelipis laki-laki itu. Mungkin akan meninggalkan bekas luka jahit di sana. Setelah sepersekian detik, Zinnia pun menuju kamar mandi untuk mensucikan diri.Gadis itu mencurahkan isi hatinya dalam doa. Pada sujud rakaat terakhirnya, ia memohon pada Sang Kuasa agar segera menyadarkan laki-laki yang akan menjadi suaminya. Meski ia paham betul bahwa Reyner tidak mencintainya.Saat Zinnia s