Semua Bab Living with Mr. Arrogant: Bab 101 - Bab 110

126 Bab

101. Peluk Aku Seerat Mungkin

Di tempat lain, tepatnya di dalam kamar hotel. Zinnia sedang menatap cincin yang melingkar di jari manisnya. Ia teringat saat ia dan suaminya sedang memilihkan cincin untuk pertunangan mereka. Teringat juga dengan pertama kali dirinya diperkenalkan di depan kedua orangtua atasannya. Meski sebagai istri pura-pura."Jika Mas Rey nggak mau anak dariku ... Lantas kenapa Mas melakukan itu?" cicit gadis itu menatap pilu cincin di jari manisnya.Karena tak ingin terlalu mengingat kenangannya bersama sang suami, Zinnia melepaskan cincin emas putih itu dari jarinya. Menatapnya sekilas lalu meletakkannya di atas nakas, di atas ponselnya yang dengan sengaja ia matikan.Kini pandangannya tertuju pada luar jendela. Hujan sudah sedikit reda. Menampakkan langit hitam kota Jakarta dengan gerimis yang masih mampu membasahi tubuh mungilnya. Segera ia buka pintu kaca yang berada di sudut ruangan. Lalu melangkahkan kakinya menuju balkon kamar hotel. Angin malam berhembus meniup-niu
Baca selengkapnya

102. Keraguan

Setelah tiba di rumah, Reyner langsung membawa sang istri ke dalam kamar. Membaringkan tubuh mungilnya di atas ranjang secara perlahan. Dani pun mengekor di belakangnya."Aku taruh di sini," ucap Dani saat meletakkan barang-barang Zinnia di atas sofa dan meletakkan koper di dekatnya. Reyner hanya mengangguk."Kau harus menjaga baik-baik istrimu! Kasihan dia. Dia sudah cukup menderita dengan sikap dinginmu. Setidaknya, cobalah mengerti dia. Hargai dia." Dani memberi nasihat. Reyner hanya diam sembari menatap wajah Zinnia yang tampak pucat."Kau harus minta maaf padanya saat dia sadar," sambung Dani."Ya," balas Reyner lirih."Untuk kali ini aku tak akan bilang pada Pak Haris dan Bu Nurmala. Tapi ... Jika kau sampai mengulanginya lagi, aku tak akan segan-segan melaporkannya pada mereka," ancam Dani. "Ya sudah. Aku pulang dulu. Sonia sudah menyuruhku pulang," imbuhnya.Dani berjalan keluar meninggalkan Reyner. Pria itu pun segera pulang ke ruma
Baca selengkapnya

103. Ingin Pergi Lagi

Suara alarm ponsel terus berdering berisik di samping tubuh Reyner. Pria itu kemudian mematikan ponsel. Kedua matanya terbuka lebar. Ia sadar bahwa dirinya sedang tidur di kamar tamu. Reyner pun menatap wallpaper ponsel Zinnia. Ada foto pernikahan mereka. Tangan kekarnya menggeser layar kemudian membuka-buka album foto pada ponsel sang istri. Ia tersenyum tipis saat melihat foto mereka ketika di Bali. Bahkan ada foto dirinya yang sedang berpose imut seorang diri. Lalu pandangannya terhenti pada foto Zinnia yang sedang tersenyum manis ke arah kamera. Kembali kedua sudut bibirnya membentuk senyuman.'Ternyata kau memang manis,' batin Reyner.Kemudian pria itu mengembalikan pada layar utama. Ia kemudian membuka-buka data yang lain. Kedua matanya menemukan aplikasi travel dengan notifikasi yang belum dibuka. Segera saja jarinya membuka pesan itu. Alangkah terkejutnya ia ketika melihat sang istri sudah memesan tiket pesawat untuk ke luar negeri.'Ja
Baca selengkapnya

104. I Just Wanna Need You

Zinnia menoleh. Tak mau membalas tatapan tajam suaminya."Kenapa diam?" tanya pria itu lagi. Tangan yang satunya menggenggam dagu Zinnia agar menatapnya."Kenapa Mas peduli aku mau pergi ke mana?" Zinnia balas bertanya. Kedua mata mereka bertemu."Kau mau kabur begitu saja? Melakukan tindakan nekat dan bodoh lagi?" Reyner memicingkan kedua matanya.Zinnia menyipitkan kedua matanya. Lalu ia melepaskan genggaman tangan sang suami. Mendorong tubuh kekar itu ke belakang. Gadis itu pun duduk di hadapan Reyner."Memangnya kenapa kalau aku pergi? Mas nggak perlu menahanku seperti ini," ucap Zinnia dingin.Reyner melihat api amarah pada kedua mata bening itu. "Kau marah?" tanya Rey tanpa sadar."Mas pikir?" Zinnia malah bertanya pada suaminya. "Mas kan nggak punya perasaan apa-apa padaku. Jadi, aku pergi pun tak akan jadi masalah," imbuhnya."Kau salah," cicit Reyner. Pandangan mata pria itu mulai melembut.Zinnia kembali terdia
Baca selengkapnya

105. Kau dan Aku

Siang itu, setelah selesai membersihkan diri, Reyner sengaja tak datang ke kantornya. Dani pun ia perintah untuk menggantikannya. Pria itu ingin menghabiskan waktu bersama dengan sang istri. Keduanya duduk santai pada kursi di dekat kolam renang. Keduanya kini saling menempel seperti tak mau terpisahkan. Hari itu Reyner berulang kali menampakkan senyumannya."Mas. Beneran nggak papa kita nggak ke kantor?" tanya sang istri yang kini berada di dalam dekapan suaminya."Tenang saja. Dani sudah mengurus semuanya," jawab Reyner santai."Tapi kan masih ada pertemuan dengan perusahaan lain.""Oh. Jadi maksudmu kau ingin bertemu dengan mantanmu itu?" tanya Reyner menunjukkan rasa cemburunya."Mas Rey cemburu?" Zinnia tersenyum menggoda suaminya."Kau tahu, kenapa tanya?" sungut pria itu. Zinnia gemas mendengar penuturan suaminya."Hehe. Tenang saja, Mas. Aku nggak akan mengkhianati, Mas.""Bagus kalau gitu.""Emmm. Kalau boleh ta
Baca selengkapnya

106. Mulai Manja

Hari Kamis Reyner dan Zinnia sudah kembali ke kantor. Kedua pasangan itu tiba-tiba menjadi lengket. Bahkan mereka saling bergandengan tangan sedari turun dari mobil kesayangan Reyner.Di rumah pun Reyner sudah tak menyuruh sang istri untuk mencuci. Meski hal itu sudah biasa bagi Zinnia. Pria itu tak ingin membuat istrinya kelelahan. Sudah cukup jahat dulu ia memperlakukan Zinnia. Pagi hari pria itu memberikan morning kiss untuk istrinya. Sikapnya yang selalu seenaknya berubah secara tiba-tiba.Saat berjalan memasuki kantor, banyak pasang mata yang menatap tak percaya ke arah mereka. Bahkan mereka tak mengira ada aura yang sangat berbeda dari putra sulung Sukmajaya. Meski pria itu sama sekali tak tersenyum pada para karyawan yang berlalu lalang. Namun, auranya tampak hangat. Terpancar dari wajahnya dan wajah Zinnia.Keduanya kini berada di dalam ruangan. Reyner menuntun istrinya untuk duduk di pangkuannya. Sungguh. Sekarang pria sombong itu tampak sepert
Baca selengkapnya

107. Posesif

"Padahal dulu kita nggak sengaja ketemu ya, Mas?" tanya Zinnia."Iya. Kau kan yang nggak jelas. Sudah dewasa masih suka lompat-lompat di tangga." Reyner sengaja mengejek sang istri. Mengingat kejadian awal saat mereka bertabrakan."Soalnya aku waktu itu lagi seneng, Mas. Seneng diterima jadi karyawan di sini," jelas Zinnia."Dan kau satu-satunya karyawan yang kurang ajar pada atasannya," ejek pria itu lagi."Ha-habisnya Mas waktu itu ngeselin sih. Mana sombong lagi," gerutu Zinnia sembari mengerucutkan bibirnya."Memangnya aku seperti itu?" tanya Rey."Ih. Nggak nyadar." Zinnia kembali mencubit suaminya. Kali ini hidung mancung Rey yang menjadi sasarannya. Membuat pria itu tertawa."Iya. Maaf.""Tapi, Mas. Mas sebenernya pengen nggak sih punya anak denganku?" tanya Zinnia memastikan lagi.Reyner menaikkan sebelah alisnya. Pria itu kemudian tersenyum lembut. "Pengen kok, Sayang. Maaf ya waktu itu aku berkata jahat padamu.
Baca selengkapnya

108. Istri Rasa Pacar

Pagi kembali menyapa. Zinnia mulai tersenyum ketika membuka kedua matanya. Hal ini karena ia selalu melihat wajah suaminya yang berada di dekatnya. Apa lagi pria itu mulai menunjukkan rasa sayangnya pada sang istri. "Kenapa menatapku terus?" tanya Reyner yang masih memejamkan mata. "Ih. Udah bangun ternyata," ucap Zinnia gemas lalu mencubit hidung suaminya. Reyner hanya terkekeh. "Dasar. Ya udah cepat bangun!" seru Zinnia sembari beranjak untuk duduk. "Bentar," balas Reyner. Menarik sang istri ke dalam pelukannya. "Udah jam lima, Mas. Ayo dong sholat!" ajak Zinnia mencoba melepaskan diri. "Iya, Sayang," ucap Reyner sembari mengusap kepala sang istri. Mengacak-acak rambut Zinnia dengan gemas. "Ya udah. Ayo dong bangun!" ajak Zinnia lagi sembari beringsut ke tepi ranjang. Reyner pun menuruti istrinya. Kembali. Mereka beribadah berjamaah dengan khusyuk. Zinnia mencium punggung tangan kanan suaminya setelah sholat. Lalu Rey
Baca selengkapnya

109. Dua Garis

"Ternyata ya. Mantan Direktur Utama SJ Grup aslinya orang yang seperti ini," ucap Zinnia sembari memberikan keranjang berisi pakaian kering pada suaminya."Ya nggak papa. Namanya juga lagi menikmati masa pacaran," balas Reyner menerima keranjang itu."Dih. Pacaran.""Ya pacaran, kan? Pacaran setelah menikah. Nggak kaya kamu," sindir Reyner pada istrinya."Mas jangan ngeledek! Nanti nggak aku kasih," ancam Zinnia sembari berjalan memasuki rumah. Meninggalkan Reyner."Ya jangan dong, Sayang. Iya deh. Iya aku nggak ngeledek lagi," bujuk Reyner seperti anak kecil dan berjalan menyusul sang istri.Sungguh berbeda seratus delapan puluh derajat sikap pria itu. Ia sekarang jadi mendengarkan permintaan sang istri. Bahkan ia tak ingin berpisah dari Zinnia. Wanita yang menjadi istri sekaligus pacar pertamanya.***Satu bulan telah berlalu. Reyner semakin mesra pada istrinya. Zinnia tak menyangka suaminya bisa bertambah sayang padanya. Pad
Baca selengkapnya

110. Hadiah Istimewa

Wanita itu tak sabar ingin segera memberitahukan berita bahagia itu pada suaminya. Namun, ia harus bersabar untuk memberinya kejutan. Zinnia pun kembali pulang ke rumah. Tangannya berulang kali mengelus perutnya yang masih rata dengan rasa sayang. Akhirnya ada benih cinta dirinya dan Reyner dalam rahimnya."Kamu jadi anak yang pinter ya, Nak," gumam Zinnia penuh harap."Jadi anak sholih, sholihah juga," imbuhnya masih mengelus perutnya.Waktu pun tak terasa sudah menunjukkan pukul lima sore. Reyner mengabari sang istri bahwa pulangnya akan terlambat. Mengetahui hal itu, Zinnia yang sudah mempersiapkan makan malam untuk mereka berdua sedikit kecewa. Tetapi ia harus bersabar."Jadi Mas pulangnya agak malam, ya?" gumamnya.Tiba-tiba ia mendapatkan sebuah ide untuk memberi kejutan pada sang suami. Segera ia memesan beberapa benda yang ia butuhkan melalui ojek online. Setelah ia mendapatkan sebuah kotak kado, kertas minyak dan selembar kertas kado, ia kembali men
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status