Home / Romansa / Living with Mr. Arrogant / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Living with Mr. Arrogant: Chapter 81 - Chapter 90

126 Chapters

81. Hak Asuh Kuro

Pagi hari selanjutnya, Reyner mengajak sang istri untuk kembali pulang ke rumahnya. Mereka berdua berpamitan dengan Pak Haris dan Nurmala. Zinnia masih sakit hati pada ucapan suaminya. Ternyata tujuannya menikah bukan hanya untuk menjaga nama baiknya, tetapi agar pria itu mendapatkan perusahaan sang ayah.Jiwa Zinnia yang berada di tubuh suaminya kini sedang mengemasi barang-barang mereka. Kemudian menghampiri Kuro yang sedang memakan sarapannya. Gadis itu langsung menggendong kucing hitam itu."Rey," panggil Nurmala. Zinnia yang ingat sedang bertukar langsung menoleh menatap ibu mertuanya."Ada apa, Mah?" tanya Zinnia."Kuro tinggal di sini saja, ya?" pinta Nurmala tanpa diduga."Eh?""Mamah sudah sayang sama Kuro. Lagian kalau Kuro di sini, kalian tinggal fokus saja buatin cucu buat Mamah," ujar Nurmala mendekati putranya. Berbisik pada laki-laki itu.Zinnia hanya memasang senyuman. Bingung mau merespon apa. Ia juga tidak ingin berp
Read more

82. Roti Sobek

Di hari berikutnya, tepatnya hari Minggu, kedua orang itu kembali ke tubuh masing-masing. Zinnia masih galau karena kepergian Kuro. Membuat gadis itu tak bersemangat untuk beraktivitas. Sedangkan sang suami malah tampak senang. Pria itu dengan santainya menikmati siang hari dengan berenang pada kolam renang yang berada di dalam ruangan.Zinnia menatap sinis suaminya yang sedang asyik berenang. Ingin rasanya kembali memasukkan cucian beserta busa sabun di kolam renang itu. Namun, hal itu ia urungkan karena ia tak ingin diceburkan kembali ke tengah kolam. Gadis itu memilih menonton suaminya dari sudut ruangan. Duduk di kursi santai sembari membaca novel.Sesekali kedua mata Zinnia mencuri-curi pandang ke arah suminya yang timbul tenggelam di permukaan kolam. Pandangannya terhenti dan kini tertuju pada tubuh kekar Reyner saat suaminya beristirahat duduk di tepi kolam. Pria itu hanya mengenakan celana pendek. Kedua pipi Zinnia mulai memanas saat ia melihat roti sobek pada
Read more

83. Ke Bali

Pagi itu Zinnia memasukkan beberapa potong pakaian ke dalam tas dengan malas. Ia benar-benar tak mengerti mengapa sang ibu mertua menyuruhnya untuk bersiap-siap. Sekitar pukul delapan pagi, Pak Likin pun datang dengan mobil hitam milik Pak Haris. Mobil Reyner yang rusak akibat kecelakaan masih berada di bengkel."Sudah siap, Pak?" tanya Pak Likin saat Zinnia menemuinya di pintu gerbang. Dengan tubuh Reyner tentunya."Saya Zin, Pak," jelas Zinnia."Oh. Maaf, Mbak.""Nggak papa. Memangnya kami mau diajak ke mana sih, Pak?" tanya Zinnia penasaran dengan suara baritonenya."Nanti saja, Mbak. Sambil jalan," jawab Pak Likin.Reyner pun mengekor di belakang sang istri. Ia ikut masuk ke dalam mobil dan duduk di bangku penumpang bersama dengan Zinnia."Pak, sebenarnya kita mau ke mana?" tanya Zinnia masih penasaran."Mau ke ... bandara," jawab Pak Likin."Bandara? Lah. Memangnya mau apa ke sana?" Zinnia masih bingung den
Read more

84. Hadiah Pernikahan

"Ehem. Itu sih sebagai hukuman untukmu," balas Reyner santai tanpa menatap sang istri."Hah? Hukuman? Aku salah apa coba, Mas? Aneh deh." Zinnia tak terima dengan ucapan suaminya.Reyner berpikir sejenak. "Salah apa? Kau tak ingat dengan kesalahanmu padaku? Sehingga kau membuatku harus terjebak pada pertukaran jiwa ini?" tanya Reyner membuat alasan. Mencoba memojokkan sang istri."Y-ya ... itu sih ... aku nggak sengaja. Nggak tahu juga kalau ada orang yang mau lewat," gumam Zinnia sembari duduk di atas ranjang, memunggungi dirinya sendiri. Reyner menaikkan sebelah alisnya. Ternyata alasannya dengan mudah dipercaya oleh sang istri."Nah. Sadar," cibir pria itu."Tapi ... nggak harus gitu juga kan ngehukumnya?" cicit Zinnia sembari mengerucutkan bibirnya. Reyner dibuat sebal karena melihat dirinya sendiri yang sedang cemberut."Terima saja!" balas Reyner ikut merebahkan diri."Ish," desis Zinnia melirik tajam dirinya sendiri.Beb
Read more

85. Awas Hanyut

Zinnia kini sudah kembali ke tubuh aslinya. Gadis itu bangun dengan semangat. Ia ingin segera menapakkan kakinya di atas pasir putih pantai Kuta. Menikmati kesempatan liburannya."Mas. Ayo dong cepetan!" seru Zinnia dari luar pintu kamar mandi.Reyner membuka pintu dan keluar dengan handuk yang melilit di pinggulnya. Membuat Zinnia mundur beberapa langkah dan memalingkan wajahnya."Berisik. Sana pergi sendiri!" balas Reyner malas."Ih. Ya nggak bisa gitu dong, Mas. Mas juga harus ikut! Sekali-sekali jalan-jalan keluar," cibir sang istri."Males."Zinnia membalikkan badan untuk menatap wajah suaminya. "Terus Mas Rey mau apa di hotel terus? Mau bersih-bersih? Nggak mungkin, kan?" tanya sang istri sembari mendongakkan kepalanya dan menyilangkan kedua tangan di depan dada.Reyner menatap tajam Zinnia. Ia benar-benar malas berdebat dengan istrinya. Segera ia menggeser tubuh istrinya dengan menggenggam kepala Zinnia dan menyingkirkannya ke
Read more

86. Shut Up, Bitch!

Saat itu juga ombak yang cukup besar datang. Zinnia yang belum siap ditabrak oleh ombak tersebut. Membuat dirinya jatuh terduduk dan setengah badannya basah kuyup. Reyner yang melihatnya berniat hendak menolong. Namun, ia urungkan karena sang istri malah tertawa senang."Haha. Kaget baget aku, Mas," ujar gadis itu sembari berdiri dan berlari-lari kecil menghampiri suaminya."Kenapa nggak hanyut sekalian, sih?" cibir Reyner dengan ekspresi datar."Astaghfirullah. Jangan gitu dong, Mas! Nanti kalau aku hanyut Mas Rey juga yang susah," balas Zinnia."Ck. Siapa yang susah? Sudahlah aku mau beli minuman! Kau bermainlah sesukamu!" ucap Reyner sembari berjalan menjauhi sang istri."Aku dibeliin sekalian ya, Mas!" pinta sang istri."Jangan harap," balas Reyner menatap tajam wajah istrinya dan dibalas dengan dengusan kekecewaan.Pria itu pun pergi meninggalkan Zinnia. Menuju ke sebuah warung yang menjual minuman. Zinnia kembali bermain-main di
Read more

87. Debat sama Bule

Tanpa berlama-lama, Zinnia langsung menghampiri suaminya beserta kedua wanita seksi yang terus menggoda Reyner. Reyner pun menepis genggaman pada kedua tangannya."Heh! Ngopo ngganggu bojone wong!" seru Zinnia kesal. Sengaja menggunakan bahasa daerahnya. (Heh! Kenapa mengganggu suami orang!)"Who are you?" tanya wanita berkucir ekor kuda. Zinnia semakin kesal karena ialah yang paling pendek di antara mereka. (Siapa kamu?)"I'm his wife! Don't dare to touch him!" seru Zinnia sembari merebut suaminya. (Aku istrinya! Jangan berani menyentuhnya!)"Really? You must be lying!" balas wanita yang satunya. Menatap Zinnia dari atas ke bawah. (Benarkah? Kau pasti berbohong!)"We're really a married couple! Don't say that you two are blind, so that you can't see our rings," cibir Zinnia sembari menunjukkan cincin pada jari manisnya dan Reyner. Kedua wanita itu pun terdiam. (Kita m
Read more

88. Cemburu

Ketika sedang menyantap makanan yang tersaji, tiba-tiba saja ada dua orang wanita yang menghampiri mereka dan ikut duduk di dekat Zinnia dan Reyner."Permisi. Kami ikut duduk di sini, ya?" pinta perempuan berbaju biru muda sembari memasang senyuman ramah.Sebenarnya masih banyak tempat yang kosong. Akan tetapi, Zinnia tak enak hati untuk mengusir mereka. Alhasil gadis itu mengizinkan kedua orang itu untuk duduk bersama mereka."Oh iya. Kalau boleh tahu nama kalian siapa? Kenalkan nama gue Killa dan ini Sandra," ucap perempuan berbaju merah muda sembari mengulurkan tangannya pada Reyner. Seperti biasa, pria itu akan cuek pada orang lain. Apa lagi jika mereka baru saja bertemu."Emmm. Mbaknya siapa namanya?" tanya Killa beralih mengulurkan tangannya pada Zinnia. Menutupi kekecewaannya karena tak dihiraukan oleh pria tampan di sampingnya."Oh. Aku Zinnia," balas gadis itu menyambut jabat tangan dari Killa."Mbak. Kakaknya namanya siapa? Kok die
Read more

89. Dua Syarat

Hari ke lima puluh lima setelah pertukaran jiwa. Reyner dan Zinnia kembali bertukar. Pagi itu Zinnia membuka kedua kelopak matanya. Menelisik tempatnya berada. Ia sudah tak berada di atas kasur. Seketika ia langsung duduk dan menatap bungkusan di atas kasur."Kita tunggu saja nanti," gumamnya sembari tersenyum penuh arti. Ada sebuah ide yang muncul di kepalanya.Gadis itu pun menghampiri dirinya sendiri yang masih terlelap dibungkus seperei. Duduk di tepi tempat tidur. Tak perlu waktu lama, alarm ponselnya berbunyi. Membangunkan sang suami yang berada di dalam tubuhnya."Ck. Berisik sekali hapemu!" dengus Reyner setengah sadar. Zinnia langsung meraih ponselnya dan mematikan alarm."Bangun, Mas. Udah subuh," ujar Zinnia dengan suara pria.Reyner membuka kedua matanya. Saat ingin mengucek kedua matanya, pria itu kesulitan untuk menggerakkan kedua tangannya. Bahkan badannya juga sulit ia gerakkan. Barulah ketika kesadarannya sudah terkumpul sempurna,
Read more

90. Ingin Pergi

Pagi itu hujan mulai turun. Sudah masuk waktunya musim penghujan. Hingga pukul sepuluh pagi, hujan masih belum reda. Zinnia hanya menatap keluar dari jendela kamarnya. Gadis itu padahal sudah siap untuk pergi jalan-jalan lagi. Sedangkan Reyner, jangan ditanya, pria itu sudah duduk manis di atas sofa sembari memainkan ponselnya. Memilih membaca artikel online serta perkembangan perusahaannya."Mas. Jalan-jalan lagi, yuk!" ajak Zinnia menoleh menatap sang suami.Reyner menghentikan sejenak kegiatannya. Pria itu mentap wajah sang istri dengan malas. "Nggak. Sudah cukup sehari saja! Lagi pula besok kita sudah harus pulang," balas pria itu dingin."Huh. Tapi aku bosan di kamar terus.""Ya sudah. Sana jalan-jalan sendiri!" ujar Reyner santai."Hahhh. Tapi di luar hujan," keluh gadis itu. Reyner yang kesal mendengar keluhan sang istri hanya membiarkannya saja. Kembali pada layar ponselnya.Zinnia yang sudah semakin bosan kemudian beralih m
Read more
PREV
1
...
7891011
...
13
DMCA.com Protection Status