Hari ke lima puluh lima setelah pertukaran jiwa. Reyner dan Zinnia kembali bertukar. Pagi itu Zinnia membuka kedua kelopak matanya. Menelisik tempatnya berada. Ia sudah tak berada di atas kasur. Seketika ia langsung duduk dan menatap bungkusan di atas kasur.
"Kita tunggu saja nanti," gumamnya sembari tersenyum penuh arti. Ada sebuah ide yang muncul di kepalanya.
Gadis itu pun menghampiri dirinya sendiri yang masih terlelap dibungkus seperei. Duduk di tepi tempat tidur. Tak perlu waktu lama, alarm ponselnya berbunyi. Membangunkan sang suami yang berada di dalam tubuhnya.
"Ck. Berisik sekali hapemu!" dengus Reyner setengah sadar. Zinnia langsung meraih ponselnya dan mematikan alarm.
"Bangun, Mas. Udah subuh," ujar Zinnia dengan suara pria.
Reyner membuka kedua matanya. Saat ingin mengucek kedua matanya, pria itu kesulitan untuk menggerakkan kedua tangannya. Bahkan badannya juga sulit ia gerakkan. Barulah ketika kesadarannya sudah terkumpul sempurna,
Pagi itu hujan mulai turun. Sudah masuk waktunya musim penghujan. Hingga pukul sepuluh pagi, hujan masih belum reda. Zinnia hanya menatap keluar dari jendela kamarnya. Gadis itu padahal sudah siap untuk pergi jalan-jalan lagi. Sedangkan Reyner, jangan ditanya, pria itu sudah duduk manis di atas sofa sembari memainkan ponselnya. Memilih membaca artikel online serta perkembangan perusahaannya."Mas. Jalan-jalan lagi, yuk!" ajak Zinnia menoleh menatap sang suami.Reyner menghentikan sejenak kegiatannya. Pria itu mentap wajah sang istri dengan malas. "Nggak. Sudah cukup sehari saja! Lagi pula besok kita sudah harus pulang," balas pria itu dingin."Huh. Tapi aku bosan di kamar terus.""Ya sudah. Sana jalan-jalan sendiri!" ujar Reyner santai."Hahhh. Tapi di luar hujan," keluh gadis itu. Reyner yang kesal mendengar keluhan sang istri hanya membiarkannya saja. Kembali pada layar ponselnya.Zinnia yang sudah semakin bosan kemudian beralih m
Hari ini merupakan hari terakhir pasangan baru itu berlibur di Bali. Zinnia sebenarnya masih kurang puas menikmati liburannya. Namun, apa boleh buat. Gadis itu harus kembali ke Jakarta bersama suaminya."Rey. Kau sudah mau kembali, kan?" tanya Pak Haris saat menghubungi putra sulungnya melalui telepon."Iya, Pah. Kami akan segera tiba di bandara," jawab Zinnia sebagai suaminya."Bagus. Nanti setelah makan siang, kau segera ke kantor! Akan ada acara penyambutan untuk jabatan barumu. Ajak istrimu juga!" ucap Pak Haris."Siang ini, Pah?" tanya Zinnia dengan suara berat suaminya. Tak mampu menutupi keterkejutannya."Iya. Bukankah Papah sudah bilang padamu kemarin?" tanya Pak Haris heran. Zinnia melirik dirinya sendiri. Reyner hanya menatap santai sang istri."Ba-baiklah, Pah. Nanti saya akan datang setelah makan siang," balas Zinnia."Oke. Papah tunggu. Hati-hati di jalan. Salam buat Zinnia. Assalamu'alaikum," ujar Pak Haris menutup pangg
Kedua pasangan yang tak pernah akur itu pun berjalan keluar ruangan. Mereka terus berdebat saat berjalan berdampingan. Sepasang mata pun tak sengaja menangkap bayangan Zinnia dan Reyner. Senyuman tipis pun mengembang di wajahnya."Zinnia ...." gumam seorang pria sembari melanjutkan laju mobilnya. Menuju tempat parkir perusahaan.Sore sudah menjelang. Reyner dan Zinnia sibuk dengan masing-masing gawainya. Seperti biasa, Reyner sedang membaca artikel, sedangkan Zinnia sedang mencari informasi tentang tanda-tanda yang sering muncul pada kehamilan pertama. Kedua jari-jari kekar Reyner menyusuri layar pipih itu.'Bener. Mual-mual awalnya, tapi kadang ada juga yang biasa aja. Nggak ngerasain mual. Nggak menstruasi ....' batin Zinnia sembari mengingat-ingat terakhir kali datang bulan.'Aku baru selesai seminggu lebih. Berarti belum bisa dipastiin,' batinnya lagi sembari terus membaca artikel tentang ibu hamil.'Hmm. Apa aku beli test pack aja ya
Gadis itu mencoba test pack pertamanya. Lalu menunggunya selama kurang lebih tujuh sampai sepuluh menit. Barulah hasilnya muncul. Masih satu garis merah. Negatif."Masih belum kelihatan, ya?" gumam Zinnia ketika menatap benda kecil itu.TOK TOK TOK"Kenapa kau lama sekali, sih?" panggil Reyner dari luar kamar mandi. Zinnia kaget mendengar panggilan tersebut dan cepat-cepat menyembunyikan test pack ke dalam plastik. Lalu memasukkannya ke dalam saku celana."Iya, Mas. Bentar," balas Zinnia sembari menyalakan keran untuk berwudhu."Ck. Lama sekali kau di dalam. Kau wudhu apa nguras air, sih?" sungut Reyner saat Zinnia sudah keluar dari kamar mandi dengan wajah, tangan, dan kaki yang basah."Ya kan sambil buang air, Mas. Bukan nguras air," jawab Zinnia memberi alasan."Minggir! Gantian," ucap Reyner."Iya, Mas. Aku tungguin ya buat sholat jamaah," balas Zinnia sembari berjalan melewati su
Siang itu Zinnia sudah tiba di kantor SJ Grup. Gadis itu berjalan memasuki pintu depan. Ketika hendak memasuki lift, ia tiba-tiba berpapasan dengan seseorang. Orang itu ternyata sengaja menghampiri Zinnia setelah melihat gadis itu berjalan sendirian."Permisi," sapa pria tersebut.Zinnia pun menoleh menatapnya. Kedua matanya melebar. Ia mengenali siapa pria berkacamata yang baru saja menyapanya. "Riki!" seru Zinnia masih dengan wajah terkejut."Zinnia! Kamu bener Zinnia, kan?" tanya pria bernama Riki sembari menunjuk gadis di hadapannya. Zinnia mengangguk mengiyakan."Ya ampun. Kamu gimana kabarnya? Sudah lama sekali aku nggak ketemu kamu," ucap Riki senang karena tak salah orang."Alhamdulillah baik. Kau sendiri?" Zinnia bertanya balik."Aku juga alhamdulillah baik, Zin. Aku kangen banget sama kamu. Tiga bulan yang lalu aku pergi ke rumahmu, tapi kata ayahmu kau pergi ke Jakarta. Nggak tahunya kita ketemu di sini," tutur Riki masih
Kini pria itu berubah drastis. Dengan tahi lalat di pipi kiri dan kacamata yang bertengger di hidungnya, Riki tetap terlihat tampan. Pria itu menyesal karena tak mempertahankan hubungannya. Wanita yang ia cintai sudah menjadi milik orang lain. Mengapa tak sejak dulu saja melamar Zinnia? Pertanyaan itu muncul dalam hati Riki."Lalu ... Siapa pria beruntung yang menjadi suamimu?" tanya Riki penasaran sembari menarik kembali tangannya. Sadar jika ia menyentuh Zinnia tanpa izin."Dia ....""Sedang apa kau di sini?" Suara berat itu mengagetkan Zinnia. Ia baru sadar jika pintu lift telah terbuka lebar dan menampakkan Reyner bersama Dani."Mas Rey?""Aku sudah menunggumu. Kenapa kau malah ngobrol di sini?" tanya Reyner sinis sembari menatap tajam ke arah Riki."Ah. Maaf. Saya hanya sedang menyapa teman lama saya," jawab Riki.Reyner tampak tak suka pada pria berkacamata di hadapannya. "Kau ... Cepat ikut!" perintah Reyner pada sang
Hari Sabtu. Waktunya kembali beristirahat di rumah. Zinnia kembali bertukar jiwa dengan suaminya. Pagi itu ia belum bisa mengecek kehamilannya lagi. Ia harus bersabar menunggu hari berikutnya sembari mencari-cari informasi. Pertemuan dengan sang mantan di hari sebelumnya juga telah menarik kenangan manisnya semasa remaja. Beruntung Reyner tak menanyakan hal detail tentang masa remajanya. Pria itu tetap sama dinginnya.Kini Zinnia sedang menjemur pakaian di halaman belakang. Sedangkan sang suami duduk santai sembari menikmati kopi buatannya dengan tubuhnya. Jika ada orang yang melihat, pastinya mereka akan mengira jika Reyner Eka Sukmajaya, sang penerus keluarga Sukmajaya merupakan tipe suami yang takut terhadap istrinya. Mungkin pria sombong itu akan malu setengah mati jika hal itu sampai diekspos. Mau ditaruh mana mukanya? Beruntung tembok yang mengelilingi rumah itu cukup tinggi. Jadi, sulit bagi orang luar untuk sekedar mengintip kegiatan orang-orang di dalamnya."M
"Yah. Kalian sendiri tahu, kan? Pernikahan ini termasuk mendadak. Dan Mas Rey masih berlaku seperti itu," jelas Zinnia."Yang sabar, Zin. Kak Rey itu sebenarnya orang yang baik, kok," ucap Chandra mencoba menenangkan."Makasih, Mas Chandra.""Ya udah, Zin. Pokoknya kalau ada apa-apa cerita ke kita, yo?" ucap Bella."Iya, Bella. Makasih, ya."Percakapan masih berlanjut. Mulai dari cerita tentang perkuliahan Chandra di Amerika, pengalaman Bella saat kerja di Malaysia, serta curhatan Zinnia saat ikut pertemuan dengan orang-orang penting. Hingga satu setengah jam berlalu, mereka bertiga pun menutup obrolan. Tak lupa Zinnia memberikan nomor Bella kepada Chandra seperti yang telah ia janjikan."Duh. Sudah satu setengah jam vidcall-an sama mereka. Apa Mas Rey masih di belakang, ya?" tanya Zinnia pada dirinya sendiri. Ia bergegas keluar kamar untuk mencari keberadaan sang suami."Sudah puas ngobrolnya?" pertanyaan itu mengag