Hari Sabtu. Waktunya kembali beristirahat di rumah. Zinnia kembali bertukar jiwa dengan suaminya. Pagi itu ia belum bisa mengecek kehamilannya lagi. Ia harus bersabar menunggu hari berikutnya sembari mencari-cari informasi. Pertemuan dengan sang mantan di hari sebelumnya juga telah menarik kenangan manisnya semasa remaja. Beruntung Reyner tak menanyakan hal detail tentang masa remajanya. Pria itu tetap sama dinginnya.
Kini Zinnia sedang menjemur pakaian di halaman belakang. Sedangkan sang suami duduk santai sembari menikmati kopi buatannya dengan tubuhnya. Jika ada orang yang melihat, pastinya mereka akan mengira jika Reyner Eka Sukmajaya, sang penerus keluarga Sukmajaya merupakan tipe suami yang takut terhadap istrinya. Mungkin pria sombong itu akan malu setengah mati jika hal itu sampai diekspos. Mau ditaruh mana mukanya? Beruntung tembok yang mengelilingi rumah itu cukup tinggi. Jadi, sulit bagi orang luar untuk sekedar mengintip kegiatan orang-orang di dalamnya.
"M
"Yah. Kalian sendiri tahu, kan? Pernikahan ini termasuk mendadak. Dan Mas Rey masih berlaku seperti itu," jelas Zinnia."Yang sabar, Zin. Kak Rey itu sebenarnya orang yang baik, kok," ucap Chandra mencoba menenangkan."Makasih, Mas Chandra.""Ya udah, Zin. Pokoknya kalau ada apa-apa cerita ke kita, yo?" ucap Bella."Iya, Bella. Makasih, ya."Percakapan masih berlanjut. Mulai dari cerita tentang perkuliahan Chandra di Amerika, pengalaman Bella saat kerja di Malaysia, serta curhatan Zinnia saat ikut pertemuan dengan orang-orang penting. Hingga satu setengah jam berlalu, mereka bertiga pun menutup obrolan. Tak lupa Zinnia memberikan nomor Bella kepada Chandra seperti yang telah ia janjikan."Duh. Sudah satu setengah jam vidcall-an sama mereka. Apa Mas Rey masih di belakang, ya?" tanya Zinnia pada dirinya sendiri. Ia bergegas keluar kamar untuk mencari keberadaan sang suami."Sudah puas ngobrolnya?" pertanyaan itu mengag
Zinnia terdiam mendengar penjelasan suaminya. Ia tatap kedua manik gelap itu lekat-lekat. Tak ada kebohongan di sana. Hatinya semakin hancur mendengar ucapan tajam dan menyakitkan itu. Apakah ia tak cukup pantas mengandung anak dari putra sulung Sukmajaya yang terhormat? Apa derajatnya terlalu rendah bagi orang setingkat mereka? Sungguh. Kenyataan yang baru saja ia terima begitu pahit ia rasakan.Tanpa ia minta, kedua pipinya telah basah oleh air mata. Terlalu sakit hati gadis itu. Sudah cukup ia tak dicintai suaminya. Sudah cukup ia berpura-pura menjadi istri pria sombong itu. Sudah cukup ia menerima perlakuan dingin suaminya. Bahkan sudah cukup ia dimanfaatkan oleh Reyner. Perkataan itu, sudah mampu meruntuhkan kesabarannya selama ini.PlakTamparan keras itu mendarat di pipi kiri Reyner. Seketika membuat pipi pria itu memerah. Tangan kanan Zinnia bergetar. Ikut merasakan rasa perih akibat tamparannya."Mas benar-benar nggak be
Di rumah mewah itu, Reyner terus menatap keluar rumah. Pria itu kemudian memeriksa kamarnya. Ia terkejut tatkala melihat semua pakaian Zinnia sudah tidak ada. Barang yang tersisa hanya peralatan make up dan test pack yang tergeletak di dalam lemari. Reyner kembali turun ke lantai satu. Sepatu kerja Zinnia masih tertata rapi pada rak sepatu. Kini muncul setitik rasa bersalah dalam hatinya."Apa aku keterlaluan ya bicara seperti itu?" gumamnya menatap kembali ke arah halaman belakang.Sudah pukul empat sore. Sang istri yang ia duga kembali ke rumah belakang, tak kunjung menampakkan dirinya. Petir pun menyambar-nyambar. Seolah menunjukkan amarah istrinya yang baru saja ia lihat di pagi itu. Angin kencang pun ikut meniup dedaunan sekitar. Reyner kembali mengintip dari jendela ruang televisi. Mengintip bayangan sang istri. Rumah kecil itu bahkan tak diterangi cahaya lampu."Ck. Kenapa dia betah sekali di dalam sana?" gerutu Reyner sembari menyambar
"Zin ... Kenapa hapemu ndak bisa dihubungi?" tanya Bella panik saat mencoba berkali-kali menghubungi nomor sahabatnya. Namun, nomor Zinnia sudah tak dapat dihubungi lagi. Kemudian Bella menghubungi Chandra."Assalamu'alaikum, Mas Chandra," sapa Bella dengan tergesa-gesa."Wa'alaikumussalam, Bel. Ada apa?" balas Chandra."Maaf ganggu, Mas. Tapi ini gawat," ucap Bella panik."Nggak ganggu, kok. Gawat kenapa? Ada apa, Bel?" tanya Chandra penasaran."Mas. Barusan sehabis maghrib aku vidcall Zinni. Terus dia ternyata kabur dari rumah. Dia bilang mau mengakhiri pertukaran jiwanya dengan Pak Rey," jelas Bella."Apa? Zin kabur?""Iya, Mas. Aku takut kalau dia melakukan tindakan yang nekat. Soalnya baru kali ini aku lihat Zin sedih kaya gitu ...." cicit Bella."Kamu tenang, ya! Aku akan coba hubungi Zin dulu." Chandra mematikan panggilan untuk menghubungi Zinnia. Namun, nomornya tak dapat dihubungi."Nggak bisa
Di tempat lain, tepatnya di dalam kamar hotel. Zinnia sedang menatap cincin yang melingkar di jari manisnya. Ia teringat saat ia dan suaminya sedang memilihkan cincin untuk pertunangan mereka. Teringat juga dengan pertama kali dirinya diperkenalkan di depan kedua orangtua atasannya. Meski sebagai istri pura-pura."Jika Mas Rey nggak mau anak dariku ... Lantas kenapa Mas melakukan itu?" cicit gadis itu menatap pilu cincin di jari manisnya.Karena tak ingin terlalu mengingat kenangannya bersama sang suami, Zinnia melepaskan cincin emas putih itu dari jarinya. Menatapnya sekilas lalu meletakkannya di atas nakas, di atas ponselnya yang dengan sengaja ia matikan.Kini pandangannya tertuju pada luar jendela. Hujan sudah sedikit reda. Menampakkan langit hitam kota Jakarta dengan gerimis yang masih mampu membasahi tubuh mungilnya. Segera ia buka pintu kaca yang berada di sudut ruangan. Lalu melangkahkan kakinya menuju balkon kamar hotel. Angin malam berhembus meniup-niu
Setelah tiba di rumah, Reyner langsung membawa sang istri ke dalam kamar. Membaringkan tubuh mungilnya di atas ranjang secara perlahan. Dani pun mengekor di belakangnya."Aku taruh di sini," ucap Dani saat meletakkan barang-barang Zinnia di atas sofa dan meletakkan koper di dekatnya. Reyner hanya mengangguk."Kau harus menjaga baik-baik istrimu! Kasihan dia. Dia sudah cukup menderita dengan sikap dinginmu. Setidaknya, cobalah mengerti dia. Hargai dia." Dani memberi nasihat. Reyner hanya diam sembari menatap wajah Zinnia yang tampak pucat."Kau harus minta maaf padanya saat dia sadar," sambung Dani."Ya," balas Reyner lirih."Untuk kali ini aku tak akan bilang pada Pak Haris dan Bu Nurmala. Tapi ... Jika kau sampai mengulanginya lagi, aku tak akan segan-segan melaporkannya pada mereka," ancam Dani. "Ya sudah. Aku pulang dulu. Sonia sudah menyuruhku pulang," imbuhnya.Dani berjalan keluar meninggalkan Reyner. Pria itu pun segera pulang ke ruma
Suara alarm ponsel terus berdering berisik di samping tubuh Reyner. Pria itu kemudian mematikan ponsel. Kedua matanya terbuka lebar. Ia sadar bahwa dirinya sedang tidur di kamar tamu. Reyner pun menatap wallpaper ponsel Zinnia. Ada foto pernikahan mereka. Tangan kekarnya menggeser layar kemudian membuka-buka album foto pada ponsel sang istri. Ia tersenyum tipis saat melihat foto mereka ketika di Bali. Bahkan ada foto dirinya yang sedang berpose imut seorang diri. Lalu pandangannya terhenti pada foto Zinnia yang sedang tersenyum manis ke arah kamera. Kembali kedua sudut bibirnya membentuk senyuman.'Ternyata kau memang manis,' batin Reyner.Kemudian pria itu mengembalikan pada layar utama. Ia kemudian membuka-buka data yang lain. Kedua matanya menemukan aplikasi travel dengan notifikasi yang belum dibuka. Segera saja jarinya membuka pesan itu. Alangkah terkejutnya ia ketika melihat sang istri sudah memesan tiket pesawat untuk ke luar negeri.'Ja
Zinnia menoleh. Tak mau membalas tatapan tajam suaminya."Kenapa diam?" tanya pria itu lagi. Tangan yang satunya menggenggam dagu Zinnia agar menatapnya."Kenapa Mas peduli aku mau pergi ke mana?" Zinnia balas bertanya. Kedua mata mereka bertemu."Kau mau kabur begitu saja? Melakukan tindakan nekat dan bodoh lagi?" Reyner memicingkan kedua matanya.Zinnia menyipitkan kedua matanya. Lalu ia melepaskan genggaman tangan sang suami. Mendorong tubuh kekar itu ke belakang. Gadis itu pun duduk di hadapan Reyner."Memangnya kenapa kalau aku pergi? Mas nggak perlu menahanku seperti ini," ucap Zinnia dingin.Reyner melihat api amarah pada kedua mata bening itu. "Kau marah?" tanya Rey tanpa sadar."Mas pikir?" Zinnia malah bertanya pada suaminya. "Mas kan nggak punya perasaan apa-apa padaku. Jadi, aku pergi pun tak akan jadi masalah," imbuhnya."Kau salah," cicit Reyner. Pandangan mata pria itu mulai melembut.Zinnia kembali terdia