Home / Romansa / Perempuan Tanah Adat / Chapter 1 - Chapter 7

All Chapters of Perempuan Tanah Adat: Chapter 1 - Chapter 7

7 Chapters

Namanya Nina

(1 Juni 1976) “Bu! Bu Bidan!”  Napas Lastri yang masih terengah-engah tidak membuat suaranya padam dari gemuruh hujan tengah malam itu. Lecitan cahaya putih yang menyambar di langit tidak membuatnya takut. Lagi, Lastri menggedor-gedor pintu rumah salah satu bidan desa di Jorong Padang Rukam, Kecamatan Harau, Kabupaten 50 Kota. Wajahnya penuh kecemasan karena bidan tersebut belum juga membukakan pintu. Ya, Lastri paham sekarang sudah pukul dua belas lewat lima menit, sudah pasti orang-orang tengah terlelap tidur, belum lagi hujan lebat membuat hawa tengah malam ini semakin dingin, tidur pun akan semakin nyenyak tentunya. Namun, bayangan Wati, Uninya yang tengah berkontraksi hebat membuatnya tidak peduli dengan kondisi saat ini.  “Assalamu’ailakum! Bu Bidan!” teriak Lastri kembali, tangannya yang kurus bewarna sawo matang mulai bergetar. Tubuhnya yang basah mulai menggigil karena payung yang dia bawa tidak membuatnya terhindar dari percikan air hujan
Read more

Perpisahan di Ujung Senja

“Alif ... Ba ... Ta ... Sa ...”Suara anak-anak yang tengah mengaji memenuhi surau kecil di Jorong Padang Rukam. Nina dengan kerudung hitam sepinggang mengintip laki-laki yang menjadi guru ngaji muda di surau itu. Seperti sudah memiliki ikatan batin, mata kecoklatan milik Zulfikar atau sering dipanggil Zul oleh Nina—satu-satunya teman perempuan yang masih dekat dengannya dari kecil sampai sekarang—menangkap sosok dari balik jendela kayu tersebut. Nina tersenyum memperlihat deretan giginya yang rapi. Tangannya melambai-lambai, memberi isyarat kepada Zul untuk menemuinya di luar. Zul dengan wajahnya yang menenangkan, memberi kode kepada Nina untuk menunggu sebentar. Laki-laki yang memiliki darah turunan India dari buyutnya terdahulu menjadi incaran banyak ibu-ibu kampung untuk dinikahkan dengan anak gadis mereka. Namun, karena alasan masih muda dan belum cukup ilmu, baik ilmu hidup ataupun ilmu agama membuat laki-laki berkulit kunin
Read more

Adat yang Menyiksa Telinga

(Padang Rukam, 1996) Suasana dapua (dapur) rumah gadang di kediaman Wati sudah dipenuhi induak-induak kampuang (ibu-ibu kampung) yang tengah sibuk dengan kegiatan maracik-racik (memasak bersama) sebelum pesta pernikahan Rinda—anak perempuan dari Lastri—akan di gelar esok hari. Meski acara tersebut digelar di rumah gadang keluarga Wati dan Lastri, tetapi yang menghuni rumah tersebut sehari-hari adalah Wati dan keluarganya. Pilihan Lastri yang ikut suaminya ke rantau menjadi alasan kenapa hanya Uninya sekeluarga yang menempati rumah gadang tersebut, sehingga setelah proses pernikahan adat ini selesai Lastri akan kembali ke Pariaman, begitu pun Rinda.  Memasak gulai dan beberapa samba (lauk) seperti ayam bumbu, ikan nila goreng, randang, serta kegiatan kupas mengupas bumbu rempah dengan lihai dilakukan oleh induak-induak kampuang tersebut. Wati yang baru saja barundiang dengan bundo kanduang dan Mamak dari pihak mempelai laki-lak
Read more

Keributan di Alek Gadang

Sabtu pagi yang dinantikan oleh keluarga besar Lastri akhirnya tiba. Hari ini merupakan hari H dari pesta pernikahan Rinda—sepupu Nina—dengan Sulaiman. Pesta pernikahan dengan prosesi adat Minang Koto Nan Gadang ini disebut Alek Gadang.  Rumah gonjong yang juga menjadi kediaman Wati dan keluarga sudah disibukkan sejak pagi. Anak daro (Mempelai wanita) sedang dirias oleh penata rias dari kota Payakumbuh. Beberapa kerabat keluarga juga sedang bersiap mengenakan baju seragam untuk pesta hari ini, termasuk Nina yang sudah selesai dengan dandanannya. Baju kurung bewarna merah muda sepanjang lutut dengan bawahan rok sonket menjadi busana yang dikenakan Nina dan kerabat wanita lainnya. Kerudung persegi bewarna selaras dan sedikit riasan tipis membuat salah satu bunga kampung itu terlihat lebih cantik dari biasanya. Sifatnya yang terbilang janggal dibandingkan anak gadis lain di kampung tertutupi dengan tampilan feminimnya hari ini.  Tenda dan pelaminan be
Read more

Tawaran Tak Terduga

Pesta pernikahan Rinda akhirnya selesai di pukul sebelas malam. Tidak ada lagi tamu yang datang dan para sanak kerabat sudah selesai membereskan segala perlengkapan yang digunakan selama pesta ini berlangsung. Tinggal tenda, pelaminan, kursi, meja, dan hiasan pesta yang perlu dibereskan oleh pihak pelaminan esok hari.Rumah gadang milik keluarga besar Lastri masih terlihat terang benderang. Mulai dari yang paling tua hingga paling kecil tengah sibuk membuka kado-kado pernikahan serta menghitung uang dari amplop yang diberikan tamu. Sedangkan anak daro dan marapulai alias Rinda dan suaminya baru saja selesai berberes.Suasana di rumah itu terlihat sangat hangat dan ramai meski seluruh kerabat sudah lelah dengan acara hari ini. Berbeda sekali dengan yang dirasakan Nina, bukan hanya fisik yang lelah, tetapi batin pun ikut lelah. Kejadian dan perkataan Badrul tadi siang masih terngiang di pikiran, belum lagi dengan Amaknya yang berusaha keras menyuruh Nina untuk memaklumi
Read more

Percakapan Selepas Isya

Senja sudah berganti menjadi malam, Nina bersama kedua orang tuanya baru saja menyelesaikan makan malam setelah sholat Isya. Seperti biasa, mereka akan berbincang di tengah rumah sembari menunggu pukul sepuluh malam untuk tidur. Dulu ketika Nina kecil, Ayahnya sering menceritakan cerita-cerita rakyat dari daerah Minangkabau seperti cerita Malin Kundang, Lagenda Danau Kembar, Asal Mula Nama Minangkabau, dan masih banyak lagi. Namun, agak sedikit berbeda dengan hari ini, permasalahan yang belum selesai antara Nina dan Amaknya akan menjadi topik percakapan utama."Ahmm," sindir Dahnunir sebagai tanda percakapan akan dimulai. Nina terlihat lebih tegang dan cemas dibandingkan dari tadi siang, sedangkan Amaknya terlihat lebih tenang."Jadi Nina, tadi Ayah dan Amak sudah bicara ... benar kata kamu, tak seharusnya kami membiarkan anak semata wayang menikah dengan seorang yang akan membuatnya sengsara, tapi kalau bisa, kamu segera mulai mencari seseorang untuk dijadikan imam da
Read more

Batuka Tando di Duo Gonjong

“Assalamu’alaikum,” ucap Nina. Napasnya masih terangah-engah ketika memasuki rumah. “Waalaikumsalam,” jawab Wati dan Dahnunir serentak. Kening mereka mengerut melihat kondisi Nina seperti baru saja dikejar maling. “Kamu kenapa Nina?” tanya Wati panik. Tangannya segera menggenggam lengan Nina yang baru saja duduk di hadapannya. Nina menggeleng sembari mengatur napas agar lebih tenang. “Nina tidak kenapa-napa kok.” “Lalu kenapa napas kamu sesak begitu, Nak?” Sekarang giliran Dahnunir yang bertanya. “Hehe … Nina tadi berlari setelah turun dari ojek, supaya bisa cepat sampai ke rumah, dan cepat istirahat, esok kan hari penting,” jelas Nina dengan semangat yang menggebu-gebu diiringi napasnya yang masih terengah-engah. “Ya Allah, Nak … dasar,” ucap Dahnunir dan Wati serentak. Mereka sama-sama menggeleng melihat tingkah laku anak satu-satunya yang akan segera menikah, tetapi tidak menunjukkan sedikit pun sikap seperti orang dewasa pada umumn
Read more
DMCA.com Protection Status