Home / Romansa / MENJADI SAINTESS TERHEBAT / Chapter 141 - Chapter 150

All Chapters of MENJADI SAINTESS TERHEBAT: Chapter 141 - Chapter 150

189 Chapters

Bab 141. Pacaran yang Normal

"Apa? Memangnya aku kenapa?” tanyaku bingung.Karena mata Raja Edgar terfokus pada satu tempat, aku pun menoleh untuk mencari sumber perhatian Raja Edgar serta hal yang menyebabkan ia salah paham.“Apa?! Bukan itu Yang Mulia! Aku tidak bermaksud menyeret Yang Mulia ke gedung itu, tetapi ke toko kecil di depannya!” seruku panik untuk memberikan penjelasan.Ternyata, Raja Edgar salah paham bahwa aku ingin mengajaknya masuk ke salah satu Bar yang menyajikan minuman beralkohol. Pantas saja Raja Edgar jadi panik. Ia pasti mengira bahwa hal itu mungkin adalah hal yang wajar untuk dilakukan di duniaku. Padahal, di duniaku juga aku tidak pernah melangkahkan kaki untuk masuk ke tempat berbahaya seperti itu.Tempat sebenarnya yang ingin aku tuju adalah toko kecil yang menjual topeng karakter hewan, yang letaknya tepat di depan gedung besar yang merupakan sebuah bar.“Tempat itu bersembunyi dengan baik,” batinku.Melihat b
Read more

Bab 142. Ketenangan di Dunia Ini

“Apakah tidak terlalu berlebihan untuk naik perahu?” tanyaku sambil menatap sebuah perahu kayu yang sudah siap sedia di tepi danau itu. Dari pernak pernik mewah yang tidak sesuai dengan perahu kayu itu, aku sudah bisa menduga bahwa ini adalah bagian dari persiapan yang dibuat oleh Raja Edgar.“Kenapa? Apakah tidak biasa jika naik perahu di kencan pertama? Bagaimana kamu biasanya melakukannya di dunia lama kamu?” tanya Raja Edgar.Tubuhku tersentak. Dibalik kekhawatiran Raja Edgar yang menjadi khawatir jika tidak membuatku puas, aku malah memberi protes padahal tidak punya solusi lain. Pertanyaan Raja Edgar ketika mengungkit dunia lamaku membuat aku mengenang kembali ketika aku masih berpacaran dengan Ryan. Semuanya jauh lebih parah dari sini. Kami tidak pernah jalan-jalan di waktu khusus, tidak pernah keluar malam, tidak pernah pergi ke bioskop atau makan berdua. Kami biasanya menghabiskan waktu kami dengan belajar bersama di perpustakaan dan ja
Read more

Bab 143. Kehidupan Lama

Setelah Raja Edgar memberanikan diri untuk menanyakan masa laluku, ia malah tampak semakin gelisah. Aku menebak bahwa pertanyaan itu sudah lama bergumul di isi pikirannya. Kekhawatiran yang terlihat jelas dari ekspresi dan gelagat Raja Edgar menunjukkan bahwa ia pasti sudah memiliki sedikit gambaran tentang hubunganku dengan Ryan.“Jawaban seperti apa yang ingin Yang Mulia dengar?” tanyaku. Dari jawaban Raja Edgar, aku akan mempertimbangkan sampai mana batasan aku akan berbicara. Ada banyak yang terkait jika kami akan membicarakan Ryan, dan itu termasuk bagaimana Ryan akhirnya beralih kepada Rissa.“Kamu bilang kalau kita harusnya mulai saling mengenal, bukan? Jadi aku mau mendengar semuanya ... secara rinci dan jelas,” balas RajaSepertinya ini adalah saat aku berbicara yang sesungguhnya. Aku tidak boleh membatasi informasi di dunia asalku dan menganggap bahwa dunia ini serta orang-orang di dalamnya adalah karakter fantasi, karena aku se
Read more

Bab 144. Tercebur

“Akan tetapi, bukan berarti tidak ada hal yang aku suka dari Yang Mulia. Aku suka bagaimana ketegasan dan wibawa yang Yang Mulia miliki ketika sedang memimpin. Aku juga suka kepintaran dan kecerdikan Yang Mulia dalam menangani situasi. Sifat Yang Mulia yang memperhatikan rakyat dan bertanggung jawab membuat Yang Mulia tidak memiliki cela. Akan tetapi, itu adalah perasaan suka seorang rakyat dan pegawai pemerintahan kepada Rajanya, belum perasaan cinta dari seorang wanita kepada pria. Namun, aku akan memberi kesempatan. Sekarang aku juga berupaya untuk mendekatkan diri kepada Yang Mulia dan membangun hubungan. Tidak ada yang tahu, apakah perasaan suka ini suatu saat akan berubah menjadi rasa cinta atau tidak.”Warna wajah Raja Edgar menjadi sedikit lebih cerah setelah ucapanku. Kemudian, ia berkata, “Berarti aku harus berjuang dan bekerja keras lebih banyak lagi, ya....”Sebenarnya, dari pembicaraan kami barusan, dan cara Raja Edgar di waktu-wakt
Read more

Bab 145. Sikap Mencurigakan Rissa

Aku tahu bahwa pertanyaan itu cukup wajar untuk diajukan oleh seorang pacar yang pasangannya memiliki masa lalu. Apalagi jika mereka akan segera memiliki hubungan yang lebih serius dan akan membentuk suatu keluarga yang baru. Begitulah gambarannya hubungan aku dengan Raja Edgar. Meskipun begitu, aku merasa bahwa kecurigaan yang Raja Edgar tujukan padaku sedikit menyakitkan. Akan tetapi, aku tidak bisa menjadi emosi dan membuat permasalahan hanya karena hal ini.“Aku dan Ryan berhubungan secara murni, Yang Mulia. Kami bahkan tidak melakukan kontak fisik yang lebih daripada berpegangan tangan. Ryan tahu prinsipku untuk berhubungan intim hanya setelah menikah, dan ia juga menghargai itu,” jelasku.Penjelasanku itu secara tidak langsung juga menyinggung Raja Edgar dan mengungkit kenangan buruk pada waktu Raja Edgar memaksakan kehendaknya dan melakukan hubungan intim denganku secara paksa. Sebenarnya, bukti bahwa itu adalah yang pertama kali bagiku bisa diketahu
Read more

Bab 146. Permohonan Sumber Emosi

"Katakan saja semua,” ucapku pada Rissa tanpa basa-basi dan mencoba-coba untuk menghibur karena termakan oleh kesedihan palsu Rissa.Ini adalah pertama kalinya. Sikap Rissa yang angkuh tadi tiba-tiba sirna ketika ia merendahkan dirinya dan berlutut di lantai. Dengan menyatukan kedua tangan di depan wajahnya, ia memohon, “Kak, bukankah aku kembaran dan keluarga kakak satu-satunya? Bisakah kakak mengabulkan keinginan aku yang satu ini? Hanya ini ... setelah itu aku tidak akan minta apa pun lagi dan hidup dengan baik. Tolong berikan Raja Edgar padaku. Aku tahu kalau Kakak tidak mencintai Raja Edgar, jadi tolong serahkan dirinya padaku. Bukankah di masa lalu kakak juga pernah menyerahkan Ryan padaku karena kakak tidak mencintainya? Kali ini, tolong bantu aku dan lakukan hal yang sama kak. Bukankah tidak sulit karena kakak sudah pernah melakukannya sebelumnya?”“HAHAHAHAHAHAHA.....!!!” Spontan tawaku membuncah. Tidak ada respon yang tepat untuk
Read more

Bab 147. Rissa Mengaku Hamil Anak Raja

Aku tidak tahu apa yang terjadi. Namun, sejak aku bangun, sudah terdengar kasak-kusuk di seluruh pelosok istana. Bahkan para pelayan yang biasanya melayaniku dengan wajah bangga kini menolak untuk bertatapan denganku. Ekspresi mereka yang tampak ketakutan untuk aku ajukan pertanyaan membuatku tidak jadi mengajak mereka bicara.Aku pikir itu hanyalah keributan biasa karena kesibukan istana di pagi hari. Sekalipun memang ada masalah, aku tidak akan repot memikirkannya jika itu tidak ada sangkut pautnya dengan diriku. Jadi, dengan tidak merepotkan pikiran dengan memikirkan hal-hal yang belum jelas, aku melangkah menuju kantor Raja Edgar seperti biasa untuk menjalankan tugasku sebagai sekretaris. Sekalipun memang terjadi masalah yang menyangkut Kerajaan, aku memiliki banyak waktu untuk menanyakannya nanti kepada Raja Edgar ketika aku sedang bertugas.“Bagaimana mungkin Raja Edgar melakukannya dengan kedua Saintess? Bukankah posisi Saintess Lissa begitu malang?”
Read more

Bab 148. Hubungan di Atas Pasir

"Li-Lissa? Kamu datang?” ujar Raja Edgar begitu melihatku memasuki ruangan.Tidak seperti biasa, Raja Edgar berdiri dengan menyandarkan tubuhnya di depan meja kerjanya. Ia berdiri kaku hanya untuk menyambut kedatanganku. Tingkah yang tidak biasa itu menunjukkan dengan jelas perasaan gusar di dalam hati Raja Edgar. Ia pasti merasa bingung dengan caranya berhadapan denganku setelah pengkhianatan yang telah ia lakukan.“Salam kepada Yang Mulia,” ucapku untuk memberikan salam hormat yang formal kepada Raja Edgar. Untuk bisa menahan amarah dalam hatiku agar tidak meledak, aku harus menganggap pria yang di hadapanku itu sebagai orang asing. Untuk hari ini saja, dan jika diperlukan juga untuk beberapa waktu ke depan, aku akan menjaga jarak dan mengabaikan semua tingkah lakunya. Dengan demikian, aku akan bisa bersabar sekalipun masalah tentang kehamilan Rissa belum selesai.“Kenapa kamu bersikap formal, Lissa?” tanya Raja Edgar.Samb
Read more

Bab 149. Kebisingan yang Lama tak Didengar

"Hahhhh ... belum apa-apa aku sudah merasa lelah,” batinku sambil mengangkat badanku dan mengambil posisi duduk. Aku sadar bahwa sekarang bukan saat yang tepat untuk galau dan merana karena pengkhianatan yang aku alami. Demi kenyamanan di waktu mendatang, aku harus segera membuat rencana dan bertindak.“Lebih baik hidup sebagai rakyat biasa walau berdua dengan anakku. Atau, haruskah aku menjalankan rencanaku untuk kembali ke dunia asalku?” gumamku pelan.Aku sempat membatalkan pemikiran dan rencana itu karena ingin membangun keluarga dengan Raja Edgar. Akan tetapi, impian itu tidak akan terwujud jika Raja Edgar memiliki istri yang lain dan anak darinya. Bahkan keselamatan aku dan anakku akan terus terancam karena kekuatan politik yang terbagi di antara kami.Di saat aku sedang berpikir, aku merasakan kehadiran seseorang di balik punggungku. Aku pun langsung menoleh untuk melihat identitas orang itu.“Steein?! Sejak kapan kamu di si
Read more

Bab 150. Harus Ada Satu yang Mundur

"Tolong berhenti berteriak, kepalaku sakit!” bentakku pada mereka. Kali ini aku tidak bisa meladeni keributan yang biasa mereka lakukan.“Maafkan kami, Lissa,” ucap Steein lirih.Setelah Steein, Karl juga mengimbuhkan, “Aku juga minta maaf, Lissa.”Aku tahu kalau mereka benar-benar menyesali tindakan mereka dari nada dan raut wajah mereka ketika berbicara, tetapi posisiku yang sudah nyaman mencegahku untuk keluar dari selimut. Jadi, dari balik selimut aku menjawab, “Ya, baiklah. Tidak apa-apa.”Karena aku menutup diri, aku tidak bisa melihat apa yang sedang terjadi di luar selimutku, tetapi aku tidak ada mendengarkan suara apa pun.Ketika kesadaranku hampir tenggelam dan terbawa ke alam mimpi, akalku ditarik kembali ke kenyataan ketika Steein kembali berbicara. Ia bertanya, Lissa, apakah kamu ingat tentang tawaranku padamu untuk memanfaatkan aku kapan saja untuk membawamu pergi jauh, jika Raja Edgar melukai
Read more
PREV
1
...
1314151617
...
19
DMCA.com Protection Status