Home / Romansa / MENJADI SAINTESS TERHEBAT / Chapter 151 - Chapter 160

All Chapters of MENJADI SAINTESS TERHEBAT: Chapter 151 - Chapter 160

189 Chapters

Bab 151. Persaingan Saintess

“Riss, eh, maksudku, Saintess Rissa akan tinggal di sini. Itu pun di kamar tepat di sebelahku?” tanyaku balik kepada pelayan itu untuk memastikan apa yang baru saja aku dengar.“Ini gila. Tidak cukup sudah bertindak bodoh dan membuat masalah, sekarang ia malah semakin memperparahnya. Apakah Raja Edgar ada mengatakan tentang hal ini padamu, Lissa?” tanya Steein.Aku tidak sanggup membuka mulutku walau hanya untuk mengucapkan sepatah kata untuk menjawab Steein, jadi aku hanya menggeleng-gelengkan kepala.“Orang gila itu!” ujar Karl geram. Ia mengepal tangannya dan hendak beranjak untuk mendatangi dan melepas emosi kepada Raja Edgar. Untung saja, Steein mencegah Karl sebelum itu terjadi.“Jaha ucapanmu, Karl. Mau bagaimana pun, ia adalah seorang Raja. Di tengah perseteruan para bangsawan, ucapan yang keluar dari mulutmu bisa dijadikan senjata untuk memperburuk keadaan. Karena kita teman-teman yang pasti ada di pihak
Read more

Bab 152. Pergi ke Selatan

Tadi aku tidak begitu merasakannya, tetapi pipiku bekas tamparan Rissa kini mulai panas dan berdenyut “Wah ...Rissa...! Aku sungguh terkejut! Aku tidak menyangka kamu bisa melakukan perlawanan dan bersikap tegas seperti itu!” seru Karl dengan menggebu-gebu untuk membahas peristiwa tadi. Aku pun hanya tersenyum untuk membalas pujian yang ia sampaikan. Akan tetapi, setelah selesai berbicara dengan bersemangat, Karl melihat ke arah pipiku dan berkata, “Pipi kamu sangat merah, Lissa. Apakah kamu baik,-baik saja?” Mendengar perkataan Karl, aku pun memegang pipiku yang memang sudah terasa seperti sedang terbakar. “Apakah memang begitu merah?” tanyaku untuk memastikan. “Itu sangat parah. Kemarilah, aku akan mendinginkan pipimu dengan sihir pendingin,” ucap Steein. Aku pun mendekatkan pipiku ke arah Steein, dan ia meletakkan tangannya di atasnya. Tangan Steein begitu dingin, berlawanan dengan pipiku yang terasa membara. Itu membuat denyutannya menjadi sedikit
Read more

Bab 153. Wanita Gila

"Apa?! Untuk apa kamu ikut pergi ke sana?” tanya Raja Edgar.“Untuk memperbaiki keadaan, Yang Mulia. Jika dilihat dari rekam jejak wilayah itu, mereka selalu mengalami gejala penyakit yang sama setiap tahun. Menurut dugaanku ... ada kemungkinan kalau ini adalah penyakit turunan,” jawabku.“Penyakit turunan? Bukankah penyebabnya sama seperti masalah yang lalu yang disebabkan karena masalah yang terjadi khusus di wilayah itu?” balas Raja Edgar.Aku memeriksa kembali lembaran dokumen untuk memastikan bahwa dugaanku benar. Memang penyebaran penyakit di suatu wilayah bisa disebabkan karena masalah tertentu yang hanya terjadi di daerah itu. Akan tetapi, ada satu pola yang berbeda dari masalah-masalah wilayah yang lain. Rata-rata yang terjangkit penyakit adalah orang yang memiliki hubungan darah. Memang ada kelang satu generasi. Jika seorang kakek dari keluarga itu sudah pernah terjangkit, maka anaknya tidak akan ada yang sakit, tetapi yan
Read more

Bab 154. Saksi Mata

“Lady Saintess?!!! Astaga ... Apa yang sebenarnya terjadi? Lady tidak apa-apa?” tanya para pelayan istana yang langsung menghampiri Lissa.Lissa merasakan nyeri di perutnya, tetapi ia menyempatkan dirinya untuk menggelengkan kepala dan mengulurkan tangannya agar ia dibantu berdiri. Sebenarnya nyeri yang Lissa rasakan sangat perih sampai-sampai ia tidak sanggup membuka mulutnya atau berdiri sendiri, tetapi karena Rissa ada di sebelahnya, ia tidak ingin menunjukkan bahwa harapan Rissa terjadi.Rissa pasti sudah merencanakan hal ini, pura-pura terjatuh bersama dan mengalami masalah kandungan bersama. Jika ada salah satu yang keguguran, maka yang satunya lagi akan sulit disalahkan karena merupakan kesalahan bersama untuk bertengkar. Sementara aku dan Rissa jatuh bersama, dan apabila hanya kandunganku yang keguguran, orang-orang masih bisa menerima anggapan bahwa kandungan yang dimiliki selamat karena keberuntungan.Belum berhenti menjalankan rencananya,
Read more

Bab 155. Rissa jadi Tahanan Rumah

Tidak ada yang lebih memalukan daripada ini. Padahal Raja Edgar memberikan perintah kepada Steein untuk menjagaku secara diam-diam, dan apabila tidak ada yang bertanya, maka tidak ada yang tahu bahwa perlakuan spesial itu hanya diberikan untukku. Akan tetapi, bukan orang lain, malahan Rissa sendiri yang mempertanyakan dan mempermalukan dirinya sendiri. Ia mungkin ingin menjaga harga dirinya dengan mendapatkan pernyataan yang sama. Padahal fakta memberikan ia tamparan yang lebih keras. Sekarang semua pelayan jadi tahu bahwa Raja Edgar lebih menyayangiku daripada Rissa.Ketika semua berbisik-bisik seraya membandingkan posisiku dengan Rissa, dan Rissa juga sedang menatapku dengan tatapan kebencian dan geram, aku memanfaatkan situasi ini untuk merendahkan Rissa. Aku menutup mulutku dengan jariku yang aku beri jarak, sehingga Rissa bisa melihat jelas bahwa aku sedang tersenyum di baliknya.“Kalau begitu, kami permisi dulu Sebaiknya, Saintess harus mempersiapkan diri u
Read more

Bab 156. Dukungan dari Selatan

Tanpa kuduga, aku mendapatkan penyambutan dengan baik dari selatan. Sejak aku datang, mereka langsung menyiapkan tempat tinggal yang nyaman dan perlindungan yang baik untukku. Sekarang aku bahkan jadi bingung akan kegunaan para kesatria yang disediakan oleh Raja Edgar.Penyakit para rakyat tidak terlalu sulit di atasi. Memang sudah banyak orang di wilayah selatan yang sudah terjangkit oleh penyakit itu, dan aku tidak tahu jenis serta penyebab sakitnya. Ada ciri-ciri yang jelas dan serupa yang dialami oleh orang-orang yang terkena penyakit itu. Itu adalah rambut yang rontok dan tubuh yang kurus kering.Yang bisa aku lakukan hanya menyembuhkan mereka satu per satu. Karena jumlah yang terjangkit banyak, walau sudah empat hari aku di sini, tetapi aku belum selesai menyembuhkan mereka secara keseluruhan.“FYUUHHH....”Aku menghela napas begitu membuka maskerku. Selagi angin sedang mengembuskan angin segar, aku ingin mengistirahatkan tubuhku sebenta
Read more

Bab 157. Fakta Janin Rissa

Akan tetapi, mereka tidak langsung mengikuti perintahku dan tetap bersujud. Jadi, aku pun ikut berlutut untuk bisa mengangkat salah satu tubuh dari kumpulan orang itu dan memaksanya agar ia kembali berdiri. Untungnya orang-orang yang berada di belakang mengikuti gerakan orang yang ada di depan mereka dan ikutan berdiri.Untuk meyakinkan mereka agar mereka tidak terlalu memujaku, aku menggenggam erat tangan orang yang di depanku itu dan berkata, “Jangan memujaku. Aku hanya manusia biasa seperti kalian. Karena kelebihanmu adalah kedudukan yang cukup berpengaruh di istana, hanya ini yang bisa aku berikan. Semoga suatu saat, kalian bisa memanfaatkan jaminan dan dukungan yang aku berikan untuk mencapai tujuan kalian yang baik.”“Terima kasih, Nyonya Saintess. Terima kasih ... Kami tidak akan ... Tidak akan pernah melupakan kebaikan Nyonya!!” ucap mereka. Karena suasana haru yang ada, malah ada beberapa dari antara mereka yang sampai menangis.
Read more

Bab 158. Hukuman

Aku mendiamkan diriku sejenak untuk memberikan kesempatan agar urat saraf di telingaku bisa menyampaikan informasi ke dalam otak dengan benar. Setelah sampai di otak, aku bahkan membutuhkan lebih banyak waktu untuk memprosesnya.Ketika aku masih tenggelam dalam akal sehatku, mataku menangkap bayang-bayang yang bergerak di depannya. Itu adalah telapak tangan Karl yang ia ayun-ayunkan di depanku sambil berkata, “Lissa? Kau mendengarku?”Tubuhku tersentak kaget karena perkataan Steein membawaku kembali kepada kenyataan. “Ya? Steein? Ada apa?” balasku.“Kamu membuatku takut. Kenapa diam saja dan berdiri kaku dalam waktu yang cukup lama? Apakah kamu begitu terkejut karena aku membahas tentang kandungan Saintess Rissa?” tanya Karl.Karena pertanyaan Karl mewakili perasaanku, aku pun langsung menyetujuinya dengan berkata, “Ya, kamu benar. Apa maksudmu tentang fakta janin Rissa? Kamu berbicara seolah-olah ada sesuatu yang
Read more

Bab 159. Permintaan Maaf

Aku, Karl, dan bahkan penyihir yang membawa kami berteleportasi hanya tetap diam membatu di posisi kami. Bahkan tanganku masih dipegang oleh Karl karena kami dikejutkan oleh suguhan drama yang mencengangkan sampai-sampai lupa untuk bergerak dan bernapas.“Tidak! Aku mohon Yang Mulia!! Ampuni aku ... Aku akan berbuat apa pun ... Semua yang Yang Mulia minta...!! Tidak!” teriak Rissa dengan histeris sambil berlutut.Akan tetapi, Raja Edgar sama sekali tidak menunjukkan belas kasihan. Tangannya bahkan sudah ia letakkan di sarung pedangnya karena merasa geram. Pertahanan dirinya yang dipaksa untuk tidak memisahkan mata pedang itu dari sarungnya, membuat pedang yang tersangkut di pinggangnya itu jadi bergetar.Ketika Rissa menyadari keberadaanku, ia tidak lagi bisa mengendalikan dirinya. Sebelum aku sadar, ia sudah mengangkat tubuhnya dan berlari ke arahku. Dalam situasi yang singkat itu, aku tahu bahwa Rissa pasti ingin menghempaskan tubuhnya padaku dan m
Read more

Bab 160. Orang Yang Bertanggung Jawab

Raja Edgar menghela napas sebelum menjawab, “Mengenai hal itu, ada seseorang yang akan bertanggung jawab, Lissa.”“Keluarlah!” perintah Raja Edgar.Tidak ada orang lain selain aku dan Raja Edgar dalam ruangan ini. Jika ingatanku tidak salah, itu adlaah cara yang biasa Raja Edgar gunakan untuk memanggil bayangnya. Seperti yang aku duga, bayang itu langsung muncul dalam sekejap.“Katakan apa yang harus kamu katakana!” perintah Raja Edgar kepada bayangnya itu.Aku tidak bisa sabar karena pikiranku liar ke mana-mana. Tampaknya mustahil, tetapi aku berpikir bahwa bayang Raja Edgar itu adalah komplotannya Rissa.Bayang Raja Edgar yang biasanya berdiri tegap dan memancarkan aura kebencian terhadapku, kini tampak lemah dan tidak berdaya. Semua itu diperparah ketika tiba-tiba ia merendahkan dirinya dan bersujud di kakiku. Karena Bayang itu menyentuh sedikit kakiku, Raja Edgar menarik kerah bajunya sehingga tubuhnya mundur
Read more
PREV
1
...
141516171819
DMCA.com Protection Status