Aku mendiamkan diriku sejenak untuk memberikan kesempatan agar urat saraf di telingaku bisa menyampaikan informasi ke dalam otak dengan benar. Setelah sampai di otak, aku bahkan membutuhkan lebih banyak waktu untuk memprosesnya.
Ketika aku masih tenggelam dalam akal sehatku, mataku menangkap bayang-bayang yang bergerak di depannya. Itu adalah telapak tangan Karl yang ia ayun-ayunkan di depanku sambil berkata, “Lissa? Kau mendengarku?”
Tubuhku tersentak kaget karena perkataan Steein membawaku kembali kepada kenyataan. “Ya? Steein? Ada apa?” balasku.
“Kamu membuatku takut. Kenapa diam saja dan berdiri kaku dalam waktu yang cukup lama? Apakah kamu begitu terkejut karena aku membahas tentang kandungan Saintess Rissa?” tanya Karl.
Karena pertanyaan Karl mewakili perasaanku, aku pun langsung menyetujuinya dengan berkata, “Ya, kamu benar. Apa maksudmu tentang fakta janin Rissa? Kamu berbicara seolah-olah ada sesuatu yang
Aku, Karl, dan bahkan penyihir yang membawa kami berteleportasi hanya tetap diam membatu di posisi kami. Bahkan tanganku masih dipegang oleh Karl karena kami dikejutkan oleh suguhan drama yang mencengangkan sampai-sampai lupa untuk bergerak dan bernapas.“Tidak! Aku mohon Yang Mulia!! Ampuni aku ... Aku akan berbuat apa pun ... Semua yang Yang Mulia minta...!! Tidak!” teriak Rissa dengan histeris sambil berlutut.Akan tetapi, Raja Edgar sama sekali tidak menunjukkan belas kasihan. Tangannya bahkan sudah ia letakkan di sarung pedangnya karena merasa geram. Pertahanan dirinya yang dipaksa untuk tidak memisahkan mata pedang itu dari sarungnya, membuat pedang yang tersangkut di pinggangnya itu jadi bergetar.Ketika Rissa menyadari keberadaanku, ia tidak lagi bisa mengendalikan dirinya. Sebelum aku sadar, ia sudah mengangkat tubuhnya dan berlari ke arahku. Dalam situasi yang singkat itu, aku tahu bahwa Rissa pasti ingin menghempaskan tubuhnya padaku dan m
Raja Edgar menghela napas sebelum menjawab, “Mengenai hal itu, ada seseorang yang akan bertanggung jawab, Lissa.”“Keluarlah!” perintah Raja Edgar.Tidak ada orang lain selain aku dan Raja Edgar dalam ruangan ini. Jika ingatanku tidak salah, itu adlaah cara yang biasa Raja Edgar gunakan untuk memanggil bayangnya. Seperti yang aku duga, bayang itu langsung muncul dalam sekejap.“Katakan apa yang harus kamu katakana!” perintah Raja Edgar kepada bayangnya itu.Aku tidak bisa sabar karena pikiranku liar ke mana-mana. Tampaknya mustahil, tetapi aku berpikir bahwa bayang Raja Edgar itu adalah komplotannya Rissa.Bayang Raja Edgar yang biasanya berdiri tegap dan memancarkan aura kebencian terhadapku, kini tampak lemah dan tidak berdaya. Semua itu diperparah ketika tiba-tiba ia merendahkan dirinya dan bersujud di kakiku. Karena Bayang itu menyentuh sedikit kakiku, Raja Edgar menarik kerah bajunya sehingga tubuhnya mundur
Karena memang hukuman tidak terhindarkan, hanya ada satu hal yang bisa aku lakukan untuknya. Aku meraih kedua tangan Win dan berkata, “Tolong bertahanlah dalam waktu tiga bulan. Setelah itu, kembalilah dan jalankan perananmu dengan baik. Jika kamu bersedia, aku ingin kamu menjadi pengawal anakku nanti.”Walau ditutupi kerudung, aku bisa melihat pancaran cahaya dari mata abu-abu Win. Ia membalas perkataanku dengan bersemangat, “Saya mau, Lady! Saya bersedia! Saya yang akan mengawal Putra Mahkota. Tolong jaga posisi itu untuk saya dan jangan berikan kepada yang lain,” ucapnya.Masih beberapa detik aku memberikan senyuman kepuasan, Raja Edgar kembali memisahkan kami dan berkata, “Ya, Ya, Baiklah. Silakan lanjutkan haru kalian tiga bulan kemudian. Sekarang, kamu pergilah menghadap Steein, agar ia memasukkan kamu ke penjara!”“Baik, Yang Mulia,” jawab Win sebelum kemudian ia menghilang dengan cepat.“Win be
Kepalaku menengadah ke atas untuk menghindari tatapannya dan memberikan waktu untuk jantungku beristirahat. Dengan menahan napas agar suaraku tidak bergetar karena perasaan gugup, aku berhasil menjawab Raja Edgar, “Tidak, Yang Mulia. Apakah Yang Mulia tidak jadi menyentuh perutku?”“Ya, baiklah. Aku akan melakukannya sekarang,” balas Raja Edgar.SRRR…Bulu kudukku berdiri karena menyampaikan rangsangan yang diterima oleh perutku ke seluruh tubuh. Dengan perlahan dan gerakan lembut, Raja Edgar meletakkan telapak tangannya di perutku.“Perutmu sudah mulai membentuk,” ucap Raja Edgar.Aku tidak bisa menyangkal. Sekarang perutku sudah mulai membuncit dan menunjukkan bahwa aku sungguh-sungguh hamil. Sepertinya dalam waktu sedikit lagi, aku tidak akan bisa lagi mengenakan celana atau gaun yang membentuk tubuh. Karena ini adalah pertama kalinya aku hamil, dan itu pun di dunia asing, aku harus memanggil penjahit u
Aku memang tidak terlalu mengharapkan kisah romantis yang lebay seperti kisah Disney, atau kisah berbelat-belit dari sebuah sinetron. Akan tetapi, aku juga ingin acara lamaran paling tidak dengan suguhan sebuah cincin. Tidak aku sangka bahwa aku akan menerima acara lamaran dengan sebuah tawaran posisi sebuah Ratu Kerajaan.“Tidak, Lissa. Aku akan melamarmu dengan berbeda nanti. Sekarang aku hanya ingin tahu pendapatmu mengenai posisi Ratu. Aku tahu bahwa itu adalah posisi yang pantas untukmu, dan kamu pasti akan bisa mempertanggungjawabkannya sebagai Ratu yang baik. Akan tetapi, kembali lagi seperti janjiku, aku tidak akan melakukannya jika kamu tidak mau. Tugas Ratu cukup berat, jika kamu tidak menginginkannya, aku tidak akan memaksa,” cetus Raja Edgar.“Lalu, apa yang akan terjadi padaku? Bukankah aku nanti akan melahirkan anak Yang Mulia? Apakah aku akan menjadi selir?” tanyaku untuk memperjelas posisiku di masa depan.“Tidak, Li
Untunglah kegelapan malam dan cahaya yang remang-remang ini tidak akan bisa menampakkan wajahku yang sudah merah merona karena rasa malu. Dengan berpura-pura tegar, aku menjawab perkataan Raja Edgar dengan berkata, “Baik, Yang Mulia, saya mau.”Setelah mendengar jawabanku Raja Edgar pun memasang satu buah cincin dari kotak itu ke jari manisku. Setelah aku memikirkannya, aku jadi bertanya-tanya bagaimana Raja Edgar bisa mengetahui ukuran jariku dengan tepat.“Apakah ini salah satu penyebabnya Raja Edgar melakukan persiapan dengan lama? Jika aku pikir-pikir, membuat semua persiapan ini tidaklah mudah. Mulai dari memilih hari dan membubarkan para pelayan istana, memilih tempat dan mendekornya seperti ini, bahkan hingga merencanakan seluruh adegannya. Jika itu aku, aku sudah tahu sedikit banyaknya rangkaian adegan lamaran dari film atau animasi yang aku tonton, tetapi Raja Edgar tidak. Raja Edgar tidak tahu bagaimana acara lamaran yang sebenarnya dilakuka
"Benar, Lissa. Ia terus mempelajarinya hingga berminggu-minggu. Padahal sejak awal ia mencoba dan gagal, aku bilang kalau ia tidak punya bakat sihir. Akan tetapi, anak ini keras kepala dan mengatakan bahwa segala hal bisa dilakukan dengan kerja keras. Padahal, tidak ada aliran sihir sedikit pun yang mengalir dalam tubuhnya,” jelas Steein.Mungkin aku terkesan jahat, tetapi aku ingin sekali tertawa ketika mendengar cerita itu. Penjelasan Steein ketika menceritakan perjuangan Raja Edgar mengingatkanku kembali tentang bagaimana aku dulu belajar sihir sewaktu pertama ditarik ke dunia ini. Meskipun aku belajar mati-matian, tetapi kekuatanku tidak kunjung muncul. Sekarang, tanpa butuh pelatihan atau hafalan ramalan, aku sudah memiliki kekuatan sihir dan bisa menggunakan kekuatan penyembuhan kapan pun.“Dasar…! Jika siapa saja bisa belajar sihir hanya dengan kerja keras, aku sudah bisa menjadi Saintess sejak awal. Jika itu didasarkan kerja keras, sampai kap
"Ayah … Ibu … Jika aku memang berada di dunia lain, apakah Ibu juga ikut dengan kami dan ada di atas langit ini juga. Jika ya, kalian pasti menyaksikan aku dari atas sana. Seperti yang kalian lihat, aku akan menikah. Apakah aku menikah dengan orang yang aku cintai? Entahlah, aku tidak tahu. Namun, Edgar orang yang baik. Aku berjanji kalau aku akan hidup bahagia. Seperti yang kalian tahu, kalian sudah memiliki cucu di dalam sini,” ucapku sambil mengelus perutku yang buncit.“Aku ingin menjadi orang tua yang baik untuk anakku. Tolong bimbing aku dari atas sana,” ucapku sambil memejamkan mata seolah-olah aku sedang berdoa.Setelah selesai mengucapkan sepatah kata dengan Ayah dan Ibuku, kini aku mengingat satu-satunya saudaraku. Saudara kembarku yang selalu bersamaku bahkan sejak aku berada di dalam Rahim. Meskipun semua rakyat diperbolehkan untuk menyaksikan acara pernikahan kami, tetapi Lissa tidak. Lissa masih dalam masa hukuman dan tidak
SRAK! Tak, tak, tak! Suara hentakan kaki yang besar sedang membentur tanah dengan kuat dan tangan yang berotot sedang membentang melawan aliran udara. Benda yang besar itu sedang bergerak menuju tempat kedua anakku sedang bermain. “Halo putriku…! Ayah datang!!” seru Raja Edgar yang berlari girang untuk menghampiri Zanna sambil mengenakan jubah resminya, karena ia baru saja tiba dari perjalanan panjang sepulang dari Kerajaan tetangga. “Tidak, pergi!! Jangan sentuh adikku dan jangan ganggu waktu kami! Pakaian Ayah tidak cocok untuk ikut bermain. Pergilah dulu ke sana untuk ganti baju!” teriak Eden untuk mengusir Raja Edgar. “Kalau begitu, jika Ayah sudah berganti baju, bolehkah Ayah bergabung untuk bermain dengan kalian?” tanya Raja Edgar lagi yang pantang menyerah dengan tatapan penuh harap. “Tidak!” jawab Eden tanpa berbelas kasihan. “Eden! Ayah tidak menanyakan hal ini padamu!” balas Raja Edgar kepada Eden dengan nada marah. K
“Apakah kamu sudah memaafkan aku, Sayang?” tanya Raja Edgar yang menolehkan kepalanya ke belakang dari pojokan dengan matanya yang berbinar.Namun, tidak semudah itu untuk meluluhkanku atas kesalahannya yang serius. Jadi, aku berkata, “Tidak, aku masih belum memaafkanmu. Aku hanya memberikan kamu kesempatan untuk ikut campur dalam memberikan nama bagi putrimu nanti. Namun, jika kamu tidak mau, ya sudah, tidak apa-apa.”“Tidak! Tidak! Aku mau! Aku sudah memikirkannya!” seru Raja Edgar sambil dengan cepat beranjak dari pojokan itu dan berjalan dengan tergesa-gesa ke arahku.“Ia sudah memikirkannya? Dalam waktu yang singkat itu selama ia berada di pojokan sana? Memang bakatnya luar biasa. Bahkan, bakatnya dalam memberikan nama yang bagus dalam waktu singkat itu, ia turunkan dengan baik kepada Eden,” batinku.“Aku sudah memikirkan namanya, yaitu Rani, artinya seorang bangsawan yang merupakan putri. Itu coc
Tap, tap, tap.Dengan mataku yang tertutup, aku bisa mendengar suara langkah kaki kecil Eden yang mendekat ke arahku.“Minggir sebentar, Yang Mulia Raja, aku harus melakukan sesuatu,” ucap Eden begitu ia sampai di tempatku.Aku tidak tahu reaksi apa yang diberikan oleh Raja Edgar setelah itu karena aku masih menutup mata. Namun beberapa sat setelahnya, aku bisa merasakan ada sesuatu yang hangat di tanganku. Eden sudah dewasa dan pintar, ia sudah tahu apa yang harus ia lakukan di situasi ini. Alasan di awal aku mencegahnya untuk menggunakan kekuatan Saintess agar ia tidak salah bertindak dan menyalurkan kekuatan penyembuhannya di daerah perutku, di mana janinku sedang bertumbuh dan berkembang sekarang. Jadi sekarang, karena Eden sudah tahu bahwa aku sedang hamil, ia bisa menanganinya dengan tepat dan menyalurkan kekuatan Saintess untuk memberikan kekuatan dan tenaga dengan menggenggam tanganku.Ketika ia sudah menyalurkan kekuatannya setelah be
“Apa?! Adik? Eden … itu bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Lagi pula, jika kamu menginginkan adik, usia kalian terpaut terlalu jauh untuk dijadikan sebagai teman bermain,” balasku.“Hanya delapan tahun jika dihitung Sembilan bulan Ibu akan melahirkan. Tidak apa, Ibu. Aku senang untuk menjaga dan menjadi teman bermain dengannya. Sama seperti Ibu dan kembaran Ibu di masa lalu. Aku tahu maksud Ibu membicarakan hal ini. Ibu pasti baru mendengarkan sesuatu dari Paman Steein, ‘kan?” tanya Eden.Untungnya, Eden menggunakan sapaan tidak formal untuk menyebut Steein. Pasti karena Lissa ada di hadapannya. Jika ia bersama dengan orang-orang, ia tetap memanggil Steein dengan sebutan Tuan Duke Kesar.“Oh ya? Kenapa kamu bilang seperti itu?” tanya Lissa dengan senyuman sambil meremas jari-jarinya yang saling bertautan untuk berpura-pura bersikap tenang.Eden sepertinya tahu kalau aku sedang berbohong karena mata merah
Tap, tap, tap!Kembali lagi, aku berlari dari satu tempat ke tempat yang lain tanpa henti. Sekarang giliran aku menghampiri Eden untuk menepati janjiku padanya.“Yang Mulia Ratu!! Kenapa Yang Mulia berlari-lari? Bagaimana jika Yang Mulia terjatuh?” tanya Eden dengan tergesa-gesa menghampiriku.Aku tidak menyangka kalau aku akan mendapatkan nasihat dari anak kecil perihal berlari dan terjatuh. Padahal seharusnya nasihat itu aku berikan kepadanya sebagai nasihat dari seorang Ibu untuk anak. Jika aku ingat-ingat, Eden juga tidak pernah terjatuh atau bertindak ceroboh sejak kecil. Walau aku dan Raja Edgar selalu sibuk, ia tidak menuntut apa pun dan mengurus tanggung jawabnya sendiri.Untuk menghilangkan sikap formalitas Eden yang kaku, aku pun mengelus-elus kepalanya dengan kasar sehingga rambutnya yang rapi jadi berantakan.“Yang Mulia! Apa yang telah Yang Mulia lakukan?! Setelah ini aku ada pertemuan Tuan Count dari Utara, jadi aku
Tap, tap, tap!!Aku sangat sibuk. Baru saja aku pergi ke Sekolah Akademi untuk memberikan kata-kata penyambutan kepada para siswa baru, sekarang aku harus cepat menemui Steein sebelum menepati janji temu yang aku buat dengan Eden.Jika aku membuang-buang waktu sedikit saja, aku tidak bisa menemui Steein terlebih dahulu, atau aku jadi terlambat untuk menepati janjiku dengan Eden.“Hahhh … Haahhh….” Napasku terengah-engah dan dadaku naik turun karena kekurangan oksigen. Jika zaman ini sudah semakin maju, aku akan membayar mahal siapa pun yang berhasil menciptakan kantung oksigen di dunia ini untuk bisa membantuku bernapas dengan baik setiap kali aku kekurangan stamina seperti ini.“Lissa, kamu tidak apa-apa? Mau aku bantu?” tanya Steein yang dengan sigap menghampiriku.Namun, untuk mencegah kontak fisik yang berlebihan, aku segera berdiri tegak dan menyesuaikan napasku. Karena aku memiliki banyak tanggung jawab,
"Sayang ... Ayo beristirahat hari ini, aku sangat lelah,” ucap Raja Edgar dengan manja sambil mempererat pelukannya yang melingkar di perutku.Aku tidak tahu sejak kapan, tetapi dengan semakin romantisnya hubungan kami, banyak hal baru yang lebih menggelikan yang kami lakukan. Sekarang Raja Edgar sudah menyebutku dengan sebutan Sayang ketika kami sedang berdua saja. Namun, sebenarnya tidak hanya ketika sedang berdua saja, ketika di depan umum pun, Raja Edgar beberapa kali menunjukkan rasa sayangnya padaku. Untung saja para bangsawan tidak lagi keberatan dan memaklumi kepribadian mengejutkan dari Raja Edgar yang terkenal kejam.“Edgar … ini sudah pagi. Ada banyak pekerjaan yang harus kita kerjakan hari ini,” ucapku sambil mencengkeram lengan Raja Edgar dan menariknya agar terlepas.“Egghhh … kenapa tanganmu kuat sekali? Apa-apaan otot-otot ini?! Lepaskan sekarang, Edgar. Waktu sangat berharga di tengah kesibukan kita,”
“Kami datang untuk membawa Yang Mulia bermain. Apakah Yang Mulia berkenan jika saya menggendong Yang Mulia?” tanya Steein sambil menatap mata Eden seolah-olah sedang berbicara dengannya, setelah berhasil mengendalikan tawanya.“Saya juga ingin melakukan hal yang sama, Yang Mulia Pangeran Eden. Yang Mulia Pangeran tidak perlu khawatir. Saya sudah mencari kiat dan berlatih kepada para ahli tentang cara menggendong bayi yang baik. Saya akan membuat Yang Mulia nyaman,” imbuh Karl.Sebenarnya Steein dan Karl sedang mengikuti permainanku sambil berpura-pura menjawab pertanyaan Eden yang aku tanyakan kepada mereka dengan suara tiruan. Akan tetapi, meskipun mereka melemparkan pertanyaan kepada Eden, aku tidak akan lagi mengubah suaraku dan berpura-pura menjadi Eden karena rasanya cukup memalukan.“Tidak boleh!” tiba-tiba Raja Edgar yang memberikan jawaban kepada mereka.“Astaga … sayang sekali … karena Ayah
Begitu Eden sampai di tanganku, tiba-tiba tangisan Eden langsung berhenti. “Apa?! Apa ini?! Kenapa ia langsung diam padahal kamu belum melakukan apa pun?” protes Raja Edgar. Aku bisa mengerti alasan Raja Edgar melayangkan protes. Itu karena segala perjuangan nyang sudah ia tunjukkan, tetapi Eden tidak mau bekerja sama dengannya dan terus menangis. Sementara denganku, Eden langsung diam tanpa aku perlu melakukan apa pun. Aku membalas tatapan mata merah sayu yang memandangku itu. Ketika kami saling memandang setelah sekian detik, Eden tersenyum kecil dengan bibir merahnya. “Hei! Ia baru saja tersenyum! Apa kamu melihatnya?!” seruku girang kepada Raja Edgar karena baru saja melihat sesuatu yang membawa berkah. Aku pikir reaksiku sudah berlebihan karena terlalu heboh untuk hal seperti ini, tetapi raut wajah Raja Edgar memberikan reaksi yang lebih jauh daripada aku. Ia termangu di tempatnya sambil menatap ke arah Eden. Dengan ucapan yang lirih kare