Beranda / Romansa / Lidah Menantu / Bab 41 - Bab 50

Semua Bab Lidah Menantu: Bab 41 - Bab 50

83 Bab

Bab 41

Pov Mak EsahSepulang kami dari rumah Dini, aku dan Imron mampir ke rumah Wita sekalian Imron ingin melihat keadaan Bagas. Kuceritakan semua yang terjadi kepada Wita dan Bagas. Sesekali Imron menimpali. "Alhamdulillah ya, Mas, semuanya sudah terbongkar dengan jelas. Walaupun, yah Wita kasihan juga dengan calon anak Mas, jadi korban keegoisan Ibunya!" ucap Wita. "Mas juga gak tega, Dek! Tapi, Mas juga gak bisa ngelanjuti rumah tangga sama Dini. Toh, awalnya juga Mas menikah bukan karena kemauan Mas tapi karena terpaksa!" tukas Imron. Kulihat Bagas mengangguk-anggukkan kepala seperti mendukung ucapan Imron. "Saya benar-benar gak nyangka, Mas, Dini bisa senekad itu. Dia dari dulu memang keras kepala, tapi ya … sudahlah. Setidaknya Mas udah terbebas dari perempuan sakit itu!" timpal Bagas. "Iya, Gas! Mas sangat bersyukur sekali, Allah menunjukkan semua kebenarannya. Mas sampe gak bisa berkata-kata apa-apa lagi untuk mengungkapkan kelegaan hati, Mas!" ujar Imron. "Mak juga, Le! Lega
Baca selengkapnya

Bab 42

"Sudah siap, Mak?" tanya Imron. "Sekarang, Le?" Aku balik bertanya. "Iya, Mak! Kan jemput Wita dulu terus nanti cari tempat makan dekat mesjid, jadi masih bisa solat jamaah," jelas Imron. "Oh gitu, yo wes! Mak ambil tas dulu ya!" sahutku. Saat aku akan keluar kamar, terdengar Imron berbicara dengan seseorang di depan. Siapa ya, yang datang. Aku jadi penasaran. Gegas aku ke depan. Ternyata yang datang Abil. Ku hampiri mereka yang masih berdiri di depan rumah. "Abil!" sapaku. "Eh, Mak! Apa kabar, Mak?" tanya Abil seraya mengulurkan tangannya. Kusambut uluran tangan Abil kemudian dia mencium tanganku. "Baru datang?" tanyaku lagi. "Iya, Mak barusan saja!""Mak, Imron ajak Abil sekalian gak papa ya, Mak! Kan Abil udah kayak keluarga kita juga!" Imron meminta izin padaku. "Yo harus toh, Le. Kok sudah jauh-jauh datang gak diajak makan!" jawabku sambil tersenyum menatap Abil. "Pake mobilku aja, Im!" ujar Nabila sambil menyodorkan kuncinya mobilnya. "Gak papa nih mobilnya?" tanya Im
Baca selengkapnya

Bab 43

"Bohong kamu, dasar laki-laki bajingan!" teriak Pak Bimo. Pak Bimo kembali ingin melayangkan pukulan ke Erik namun terhenti karena tiba-tiba dokter keluar dari ruang IGD. "Kenapa, Dok?! Dini, kenapa, Dok?!" tanya Bu Ratna cemas. "Maaf, kami harus memberitahu ini. Saudari Dini harus transfusi darah. Kebetulan di rumah sakit persediaan hanya satu kantong, sedangkan kami membutuhkan tiga kantong. Tadi sudah hubungi PMI ternyata juga lagi kosong!" jelas dokter tersebut. "Saya, Dok! Golongan darah saya sama dengan Dini!" tukas Pak Bimo. "Silahkan Bapak ikuti suster ini, ya! Jadi perlu satu orang lagi!""Emang golongan darah Dini, apa Dok?" tanya Imron. "B+, Pak," jawab Dokter itu. "Saya B+, Dok!" timpal Nabila tiba-tiba. "Bil,kamu?" Imron menatap Nabila. "Iya aku B+, aku mau donorin darah aku, Im!" jawab Nabila yakin. "Makasih ya, Nduk!" ucapku pada Nabila. Tak menyangka dia mau mendonorkan darahnya walaupun Dini sudah berkata kasar padanya. Nabila tersenyum kemudian menyusul sust
Baca selengkapnya

Bab 44

Setelah beberapa saat, Dini dipindahkan ke ruang rawat inap. Dini masih terlihat lemah dan pucat. Aku yang melihat kondisi Dini merasa kasihan juga. Kenapa hal ini bisa terjadi padanya.Pak Bimo memilih ruang rawat VIP, biar Dini merasa nyaman juga. Dini terbaring tak berdaya masih dengan transfusi darah. "Din, gimana perasaan kamu, Nak?" tanya Bu Ratna. Dini tak bersuara. Dia hanya meneteskan air mata sambil memandang Ibunya. Kemudian menatap Pak Bimo. Setelah itu dia menatap kami satu persatu. Namun, saat menatap Nabila, tatapannya berhenti. Dini kemudian menunjuk Nabila dengan telunjuknya. Aku dan Imron saling berpandangan tak mengerti maksud Dini apa. Nabila pun mengernyitkan dahinya. Apa maksud Dini menunjuk Nabila????Dini kemudian memberi tanda agar Bu Ratna mendekat. Kemudian dia membisikkan sesuatu kepada Bu Ratna. Bu Ratna terlihat meradang. "Maaf, Mbak Nabila! Bisa kita bicara di luar?!" ajak Bu Ratna. "Ada apa, Bu? Kenapa tiba-tiba Ibu ngajak Mbak Nabila keluar?" tany
Baca selengkapnya

Bab 45 (season 2.1)

Hampir sebulan setelah kejadian musibah yang menimpa Dini. Semenjak itu, hanya sekali Pak Bimo menelepon, mengabari bahwa Dini telah keluar dari rumah sakit. Dan setelah hari itu kami tidak pernah berkomunikasi. Imron pun sepertinya tidak berniat untuk bertanya kabar Dini. Sekarang, dia lebih fokus kepekerjaannya dengan jabatannya yang baru. Alhamdulillah, dengan jabatan yang baru ini, Imron tidak perlu sering ke luar kota. Dia bisa lebih sering di rumah menemaniku. Ekonomi Imron pun semakin baik. Dia juga mendapat fasilitas mobil kantor. Aku bersyukur dengan keadaan kami sekarang. Imron pun sudah mengurus perceraian dengan Dini. Tinggal persidangan terakhir dan putusan. Dini tidak pernah sekalipun datang ke persidangan dan itu sangat mempermudah proses perceraian Imron. "Assalamu'alaikum," Terdengar suara salam dari depan. "Wa'alaikummussalam," jawabku. Aku yang sedang berada di kamar bergegas ke depan untuk melihat siapa gerangan yang datang. Kubuka pintu, dan terlihat Nabila y
Baca selengkapnya

Bab 46 ( season 2.2)

"Mak, Pak Bimo juga meminta tolong pada Imron!""Minta tolong apa?" tanyaku.Imron menundukkan kepala. Seperti beban untuk mengatakannya. "Apa, Im?" tanyaku lagi. Bertambah rasa penasaran di hatiku. "Mmm … Pak Bimo bilang kalau bisa perceraiannya ditunda. Karena menurut Pak Bimo hal itu bikin nambah pikiran Dini!" jawab Imron. Apa yang sebenarnya ada di pikiran Pak Bimo. Dia hanya memikirkan perasaan anaknya saja. Tidak memikirkan perasaan kami yang sudah dibohongi oleh anaknya selama ini. Mimpi apa aku bisa berhubungan dengan keluarga Dini. "Kan tinggal putusan akhir saja, kan Im?" tanyaku memastikan. "Iya, Mak! Imron udah bilang juga sama Pak Bimo, seperti itu. Seandainya pun belum putusan akhir, Imron juga gak bakalan merubah tekad untuk bercerai dengan Dini!" jawab Imron tegas. "Terus, apa kata Pak Bimo?" tanyaku penasaran. "Pak Bimo gak ngomong apa-apa, Mak, cuma diam saja. Tapi, dia juga meminta Imron agar bisa nengokin Dini. Kata Pak Bimo, mungkin dengan kedatangan Imron
Baca selengkapnya

Bab 47 (season 2.3)

"Mmm …tapi, Mak, Imron ada permintaan. "Apa, Le?" tanyaku penasaran. Bagas dan Wita pun memandang ke arah Imron. "Mmm …itu …"Kenapa Imron jadi gugup gitu ya. Aku kok jadi curiga. Sebenarnya apa permintaan Imron. "Apaan, Mas? tanya Wita dengan nada tak sabar. "Mas mau …mau ngajak Abil juga, gimana? Boleh, kan?" tanya Imron malu-malu. "Oalah, Mas …Mas, kirain apa! Ya, jelas bolehlah, Mas. Malah Wita senang kalau Kak Abil bisa ikutan!" jawab Wita bersemangat. "Iyo, Le. Mak juga senang kok, jika Abil mau ngikut," timpalku. "Alhamdulillah, kalau begitu. Nanti Imron kasih tau Abil secepatnya," jawab Imron. Wita dan Bagas pulang sebelum magrib. Mereka ternyata membawa lauk untukku dan Imron. Sekalian memberitahukan tentang rencana ingin mengunjungi Bu Erna, Ibunya Bagas. Alhamdulillah, jadi aku tidak perlu memasak. Setelah solat isya dan mengaji, aku merebahkan diri di ranjang. Sambil memegang tasbih kulantunkan bacaan zikir dalam hati. Tok! Tok! Tok! "Mak, udah tidur ya?"T
Baca selengkapnya

Bab 48 (season 2.4)

Oh ya, Pak kenalkan ini besan saya, mertua Wita," ucapku sambil menunjuk Ibunya Bagas yang berdiri di belakangku. Ketika Ibunya Bagas mendekati Pak Bimo, mereka berdua saling terkejut dan bertatapan lama. "Mbak Erna?" ucap Pak Bimo tersentak. Begitu juga dengan Ibunya Bagas. "Kamu?""Pak! Kamu kenal dengan Ibu ini?!" tanya Bu Ratna. Pak Bimo diam membisu. Terlihat wajahnya yang seketika berubah pucat dan cemas. Ada apa dengan Pak Bimo. Apakah dia telah mengenal Ibunya Bagas sebelum ini. Kenapa raut wajahnya menyiratkan ketakutan. Kutatap wajah Dek Erna. Bertolak belakang dengan Pak Bimo, justru wajahnya menunjukkan emosi yang menggebu. Seperti menyimpan kemarahan yang telah lama. "Ternyata, kita ketemu lagi ya, Bim?" Ibunya Bagas mendekati Pak Bimo yang malahan melangkah mundur. "Bu, Ibu kenal sama mertua Mas Imron?" Bagas bertanya dengan nada heran melihat perilaku yang tak biasa dari Pak Bimo. "Tentu saja Ibu kenal, Gas! Sangat mengenal malah!" jawab Ibunya dengan nada sinis.
Baca selengkapnya

Bab 49 (season 2.5)

"Mbak pasti bohong! Mbak cuma mau nakut-nakuti saya saja, kan? Mbak gak punya bukti dan saksi! Itu hanya rekayasa Mbak, biar saya menyerahkan harta tersebut!" balas Pak Bimo dengan nada tak yakin. "Saya gak bohong! Kalau kamu gak percaya, mau saya hubungi mantan Kades kampung Sejahtera yang telah kamu sogok?!""A …apa? Mbak sudah tahu?" jawab Pak Bimo terbata-bata. "Tentu saja! Makanya saya bilang mau bawa kasus ini ke ranah hukum, dan kamu malah meremehkan saya!"Pak Bimo semakin terlihat gelisah. Wajahnya berkeringat padahal cuaca cukup adem. Aku yakin, dia sangat keberatan harus mengembalikan harta itu. Namun di sisi lain, dia takut bakalan di penjara. "Ja …jadi mau Mbak gimana?" tanya Pak Bimo akhirnya dengan nada pasrah. "Saya mau kamu kembalikan semua yang kamu ambil!" jawab Ibu Bagas lantang. "A …apa?! Gak bisa gitu, Mbak! Selama ini saya sudah bersusah payah membangunnya dari nol, mana mungkin saya harus kembalikan semuanya!" Pak Bimo tak terima. "Benar itu! Suami say
Baca selengkapnya

Bab 50 ( season 2.6)

Inda_melKami semua menoleh ke sumber suara. Aku dan Imron terkejut melihatnya. Ya Allah kenapa jadi begini? Dini keluar dengan hanya menggunakan daster tanpa lengan. Rambutnya acak-acakan. Wajahnya pucat dan terlihat lebih tirus. Dia memandang kami semua yang ada di ruang tamu. Tatapannya berhenti ke arah Bagas. "Gas, kamu datang?" tanya Dini seraya melangkah dan ingin langsung menghambur ke arah Bagas. Spontan ibunya Bagas langsung menghadang Dini dengan berdiri di depan Bagas. "Apaan kamu? Kok malah dekati Bagas?!" tanya Ibunya Bagas dengan nada ketus. "Ibu siapa? Saya gak ada urusan sama Ibu! Minggir! jawab Dini tak kalah ketus. Astaghfirullah, anak itu. Sudah diberi cobaan bukannya sadar malah semakin menjadi-jadi. Sikapnya tidak sopan sama sekali kepada orang yang lebih tua. "Din, ini Ibunya Bagas!" jelasku. Dini menatapku dengan raut wajah tak suka. Dia melengos tak mengindahkan ucapanku. Aku hanya bisa beristighfar dalam hati. "Saya gak percaya! Gas, tolong usir Ibu i
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status