Semua Bab Ksatria Pengembara Season 2: Bab 1951 - Bab 1960

2578 Bab

186. Bagian 4

Saat itu dalam keadaan pakaian tidak karuan dan tubuh basah oleh keringat dan dikotori tanah, Ruhtinti dan empat gadis yang berhasil keluar selamatkan diri dari Ruang Oua Belas Obor, tersungkur jatuh di kaki batu. Dada mereka yang nyaris tidak tertutup bergerak turun naik sedang wajah masing-masing pucat keringatan.Seolah tidak perduli akan kehadiran lima gadis itu mulut Jin Muka Seribu sebelah depan berkata."Ini pasti ada yang punya pekerjaan! Hendak mencelakai diriku! Hendak membunuhku!"Mulut sebelah belakang menjawab, ”Aku tidak perlu bertanya, tak perlu menduga. Lihat ke langit, ke arah rembulan!"Jin Muka Seribu dongakkan kepalanya sebelah depan, memandang ke langit. Benar saja, di arah bulan purnama tampak sebuah benda putih mengapung di udara.Benda ini adalah seonggok awan berwarna putih. Di atas awan putih duduk seorang gadis berwajah cantik seolah bidadari. Pakaiannya berupa gulungan kain putih halus yang melambai-lambai di udara
Baca selengkapnya

186. Bagian 5

"Hai! Kau tak akan pernah kembali ke sini Dewi Awan Putih!" teriak Jin Muka Seribu."Oh ya? Mengapa bisa begitu?" tanya Dewi Awan Putih sambil menaikkan sepasang alisnya hingga wajahnya tampak tambah cantik."Karena aku mengambil keputusan membunuhmu saat ini juga!" jawab Jin Muka Seribu.Di atas batu yang dipijaknya Jin Muka Seribu lantakkan kepalanya. Bersamaan dengan itu dua larik sinar hijau berbentuk segi tiga berkelebat ke udara.Belum lagi dua kilatan cahaya itu menemui sasarannya, Jin Muka Seribu putar lehernya. Mukanya sebelah balakang didongakkan ke udara. Lalu, ”set.set!" Dua kilatan sinar hijau berbentuk segi tiga panjang keluar dari dua mata Jin Muka Seribu, menderu ganas kearah Dewi Awan Putih yang ada di ketinggian belasan tombak di udara!"Dasar makhluk keji! Diberi pengampunan dan peringatan malah nekat menyerang! Sampai di mana ketinggian ilmumu Hai! Jin Muka Seribu?!" berseru Dewi Awan Putih. Lalu dengan tangan kirinya dite
Baca selengkapnya

186. Bagian 6

MATAHARI belum lama tersembul di permukaan bumi. Maithatarun tegak terheran-heran di tepi timur Telaga Pasituhitam. ”Aneh... aneh... anehi" katanya berulang- ulang."Apa yang aneh, Maithatarun?” tanya Bintang. Saat itu bersama Bayu dan Arya yang berada dalam sebuah jaring akar kayu yang dilekatkan ke bahu kanan Maithatarun. Bukan saja mereka bisa menghirup udara segar serta luas pemandangan tapi yang lebih penting kini mereka bisa bicara dan didengar karena dekat telinga Maithatarun."Hai! tiga saudaraku! Apakah kalian tidak melihat keadaan air telaga itu? Ini telaga Pasituhitam. Dulu airnya berwarna hitam. Tapi hari ini kulihat telaga ini isinya adalah lahar mendidih!""Mungkin saja di bawah telaga ada kawah gunung api..." kata Arya."Yang jelas pagi ini kita tak bisa mandi..." kata Maithatarun yang dijuluki Jin Kaki Batu."Duk... duk... duk... dukkk!" Setiap langkah yang dibuat Maithatarun mengeluarkan suara keras dan meng- getarkan t
Baca selengkapnya

186. Bagian 7

"Apa kubilang!" kata Bayu sambil menepuk tangan Bintang, ”Kita yang memberi tahu cara menolong, Maithatarun yang dapat untung! Empat gadis cantik me- nyerahkan diri sekaligus padanya! Kita satupun tidak kebagian! Kita dilupakan begitu saja!""Menolong dengan mengharap pamrih tidak ada gunanya. Lagi pula jika mereka menyerahkan diri padamu, apa yang bisa kau lakukan? Masuk ke dalam lobang hidungnya? Nongkrong di tiang telinganya?!" sahut Bintang. Membuat Bayu dan juga Arya terdiam.“Namaku Maithatarun," kata Maithatarun menjawab pertanyaan Ruhtinti tadi, ”Ruhtinti, jika benar kau dan empat gadis itu sebelumnya berada di tempat kediaman Jin Muka Seribu, kau tahu di mana orang itu kini berada sekarang?”Ruhtinti menggeleng. Gadis yang empat ikut-ikutan menggeleng, ”Mungkin ada satu hal yang perlu kuberitahu," kata dara ayu berkulit hitam manis ini, ”Sebelum terjadinya peristiwa hebat di telaga, aku diperintahkan Jin Muka Seribu u
Baca selengkapnya

186. Bagian 8

Sepasang mata biru Dewi Awan Putih kembali menatap wajah dan sosok Maithatarun, lalu seperti tadi pandangannya beralih pada benda yang menempel di bahu kanan lelaki itu.Dalam hati sang Dewi berkata, ”Maithatarun, sudah lama aku mendengar nama dan riwayat hidupnya. Baru sekali ini aku melihat jelas keadaannya. Ternyata dia seorang lelaki berperawakan kekar, berwajah jantan dan gagah. Tidak heran ada kecemburuan terselubung di hati Jin Muka Seribu. Kalau sampai lelaki ini jatuh ke tangan si nenek Jin Santet Laknat, heh. Aku melihat dua kaki itu. Walau mungkin menyengsarakan dirinya namun dia memiliki sesuatu yang luar biasa... Sangat disayangkan kalau lelaki segagah ini jatuh ke tangan Jin Santet Laknat atau mungkin.    Aku menyirap kabar seorang gadis sakti bernama Ruhjelita menginginkan dirinya. Entah untuk maksud jahat atau maksud baik. Bisa saja Ruhjelita berhasil memikat hatinya dibanding dengan Jin Santet Laknat Mungkin aku perlu menemui Bunda Dewi d
Baca selengkapnya

186. Bagian 9

"Dewi Awan putih, menurut tiga saudaraku, dan setahuku sendiri, Jin Tangan Seribu selalu bersikap baik pada semua orang. Aku yakin kakek itu mau menolong tiga saudaraku. Kalau saja Dewi mau menunjukkan di mana dia berada.”"Aku tak mungkin memberitahu tanpa ijinnya” kata Dewi Awan Putih pula."Maithatarun!" teriak Bintang, ”Dari ucapan Dewi Awan Putih aku yakin dia tahu di mana Jin Tangan Seribu itu berada. Kau harus memaksanya. Ini kesempatan satu-satunya bagi kami untuk bisa menjadi besar seperti kalian!""Dewi Awan Putih, saya harap kau mau bermurah hati menolong tiga saudaraku ini.”"Maafkan aku Maithatarun. Saat ini aku belum bisa menjanjikan apa-apa. Entah di kemudian hari.”Bintang hentakkan kaki kanannya di  atas telapak tangan Maithatarun, ”Maithatarun! Katakan pada Dewi itu, setahuku yang namanya Dewi bersifat murah hati, penuh hasrat menolong. Dewi yang satu ini Dewi sungguhan atau apa?”
Baca selengkapnya

186. Bagian 10

Di Atas awan putih, Dewi Awan Putih luruskan jari telunjuk tangan kanannya. Jari ini diarahkan pada telapak tangan Maithatarun di atas mana Bintang dan dua kawannya berada. Ketika jari tangan itu tergetar terjadilah satu hal yang luar biasa. Seperti tersedot tubuh Bintang melesat ke atas. Belum sempat sang pendekar sadar apa yang terjadi tahu-tahu dirinya sudah berada di atas telapak tangan kiri Dewi Awan Putih.Untuk beberapa lamanya sepasang mata biru sang Dewi menatap memperhatikan sosok Bintang yang hanya sebesar jari kelingking itu. Melihat keadaan Bintang se- dekat dan sejelas itu, sikap Dewi Awan Putih yang semula tidak acuh kini jadi berubah."Hai!, rupanya orang ini masih muda belia. Wajahnya cakap. Ternyata dia lebih gagah dari Maithatarun. Murah senyum. Kulitnya bersih. Tubuhnya penuh otot Heh... ada rajah bintang di pertengahan dadanya. Pakaiannya walau dekil tapi bukan terbuat dari kulit kayu atau dedaunan seperti yang dimiliki orang-orang di Negeri Jin. S
Baca selengkapnya

186. Bagian 11

“Zeus itu nama awan tungganganku ini” jelas Dewi Awan Putih hingga membuat Bintang mengangguk mengerti.'Terima kasih Dewi Awan Putih. Tapi mohon maafmu. Jika kau sudi, bawa saya dan dua kawanku sekalian. Kalau tidak biar Maithatarun yang membawa kami bertiga”Dewi Awan Putih kembali tatap wajah Bintang. Lalu senyum nampak menyeruak di wajahnya yang cantik. Jari tangannya diluruskan dan diarahkan ke bawah. Sosok Bayu dan Arya serta merta tersedot ke udara."Hai! Maithatarun, aku akan membawa tiga saudaramu ini ke satu tempat. Kau menyusul dengan kuda kaki enammu. Turuti arah matahari terbenam hingga akhirnya kau menemukan sebuah sungai bercabang dua. Berhenti di cabang sungai sampai kau mendapat petunjuk lebih lanjut. Tapi ada satu hal harus kau ingat Hai! Maithatarun. Hindari pertemuan dengan Ruhjelita di Goa Pualam Pamerah!"Rupanya Dewi Awan Putih telah sempat mendengar ucapan Ruhjelita tentang rencana pertemuan di satu goa bernama Pu
Baca selengkapnya

186. Bagian 12

Maithatarun pandangi wajah gadis itu. Seolah baru Sadar dia melihat ternyata Ruhtinti memiliki wajah cantik dan tubuh bagus. Memandang dari arah samping wajah Ruhtinti mengingatkan Maithatarun pada wajah Ruhsantini, istri Patandai alias Jin Bara Neraka yang malang itu. Sebelumnya perempuan itu bersikeras akan ikut kemana Maithatarun pergi. Setelah diberi peringatan, apa lagi keadaannya yang cidera di tangan kanan, dan setelah dijanjikan akan segera ditemui, baru Ruhsantini mau ditinggalkan di Kota Jin.Kuda hitam besar usap bahu Maithatarun dengan ujung lidahnya tanda mengerti apa yang barusan dikatakan Maithatarun."Ruhtinti, kau dan kuda berkaki enam tunggu di sini. Aku tak akan lama.”Ruhtinti anggukkan kepala. Namun dalam hati dia berkata, ”Jika yang kau temui adalah seorang gadis bernama Ruhjelita, kau tak akan bisa cepat-cepat meninggalkannya." Ingin Ruhtinti memperingatkan lelaki itu agar berhati-hati. Namun entah mengapa ucapan itu tidak kelu
Baca selengkapnya

186. Bagian 13

"Suka atau tidak suka jangan sampai kau tertipu. Kau tahu salah satu sifat Jin Muka Seribu adalah Segala Tipu. Hal itu pasti sudah diajarkannya pada gadis mata-mata itu."Saat itu tiba-tiba di luar goa terdengar ringkikan Kuda berkaki enam. Maithatarun memandang ke arah lorong keluar. Ketika dia hendak berdiri Ruhjelita memegang lengannya."Kudamu hanya meringkik karena kedinginan. Mengapa perlu kau risaukan Hai! Maithatarun. Pembicaraan kita masih panjang. Apa mau diputus begitu saja? Bahkan aku masih belum memberi tahu siapa yang berniat jahat hendak membunuhmu.”Mendengar kata-kata Ruhjelita itu ditambah sentuhan jari-jari tangan halus dan hangat di lengannya membuat Maithatarun yang hendak berdiri kembali duduk di batu panjang.Ruhjelita menggeser duduknya lebih dekat. Tangannya masih memegangi lengan Maithatarun."Tidakkah kau merasa dingin Maithatarun?" tanya Ruhjelita. Hembusan nafasnya menghangati wajah lelaki itu."Aku habis k
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
194195196197198
...
258
DMCA.com Protection Status