"Apa kubilang!" kata Bayu sambil menepuk tangan Bintang, ”Kita yang memberi tahu cara menolong, Maithatarun yang dapat untung! Empat gadis cantik me- nyerahkan diri sekaligus padanya! Kita satupun tidak kebagian! Kita dilupakan begitu saja!"
"Menolong dengan mengharap pamrih tidak ada gunanya. Lagi pula jika mereka menyerahkan diri padamu, apa yang bisa kau lakukan? Masuk ke dalam lobang hidungnya? Nongkrong di tiang telinganya?!" sahut Bintang. Membuat Bayu dan juga Arya terdiam.
“Namaku Maithatarun," kata Maithatarun menjawab pertanyaan Ruhtinti tadi, ”Ruhtinti, jika benar kau dan empat gadis itu sebelumnya berada di tempat kediaman Jin Muka Seribu, kau tahu di mana orang itu kini berada sekarang?”
Ruhtinti menggeleng. Gadis yang empat ikut-ikutan menggeleng, ”Mungkin ada satu hal yang perlu kuberitahu," kata dara ayu berkulit hitam manis ini, ”Sebelum terjadinya peristiwa hebat di telaga, aku diperintahkan Jin Muka Seribu u
Sepasang mata biru Dewi Awan Putih kembali menatap wajah dan sosok Maithatarun, lalu seperti tadi pandangannya beralih pada benda yang menempel di bahu kanan lelaki itu.Dalam hati sang Dewi berkata, ”Maithatarun, sudah lama aku mendengar nama dan riwayat hidupnya. Baru sekali ini aku melihat jelas keadaannya. Ternyata dia seorang lelaki berperawakan kekar, berwajah jantan dan gagah. Tidak heran ada kecemburuan terselubung di hati Jin Muka Seribu. Kalau sampai lelaki ini jatuh ke tangan si nenek Jin Santet Laknat, heh. Aku melihat dua kaki itu. Walau mungkin menyengsarakan dirinya namun dia memiliki sesuatu yang luar biasa... Sangat disayangkan kalau lelaki segagah ini jatuh ke tangan Jin Santet Laknat atau mungkin. Aku menyirap kabar seorang gadis sakti bernama Ruhjelita menginginkan dirinya. Entah untuk maksud jahat atau maksud baik. Bisa saja Ruhjelita berhasil memikat hatinya dibanding dengan Jin Santet Laknat Mungkin aku perlu menemui Bunda Dewi d
"Dewi Awan putih, menurut tiga saudaraku, dan setahuku sendiri, Jin Tangan Seribu selalu bersikap baik pada semua orang. Aku yakin kakek itu mau menolong tiga saudaraku. Kalau saja Dewi mau menunjukkan di mana dia berada.”"Aku tak mungkin memberitahu tanpa ijinnya” kata Dewi Awan Putih pula."Maithatarun!" teriak Bintang, ”Dari ucapan Dewi Awan Putih aku yakin dia tahu di mana Jin Tangan Seribu itu berada. Kau harus memaksanya. Ini kesempatan satu-satunya bagi kami untuk bisa menjadi besar seperti kalian!""Dewi Awan Putih, saya harap kau mau bermurah hati menolong tiga saudaraku ini.”"Maafkan aku Maithatarun. Saat ini aku belum bisa menjanjikan apa-apa. Entah di kemudian hari.”Bintang hentakkan kaki kanannya di atas telapak tangan Maithatarun, ”Maithatarun! Katakan pada Dewi itu, setahuku yang namanya Dewi bersifat murah hati, penuh hasrat menolong. Dewi yang satu ini Dewi sungguhan atau apa?”
Di Atas awan putih, Dewi Awan Putih luruskan jari telunjuk tangan kanannya. Jari ini diarahkan pada telapak tangan Maithatarun di atas mana Bintang dan dua kawannya berada. Ketika jari tangan itu tergetar terjadilah satu hal yang luar biasa. Seperti tersedot tubuh Bintang melesat ke atas. Belum sempat sang pendekar sadar apa yang terjadi tahu-tahu dirinya sudah berada di atas telapak tangan kiri Dewi Awan Putih.Untuk beberapa lamanya sepasang mata biru sang Dewi menatap memperhatikan sosok Bintang yang hanya sebesar jari kelingking itu. Melihat keadaan Bintang se- dekat dan sejelas itu, sikap Dewi Awan Putih yang semula tidak acuh kini jadi berubah."Hai!, rupanya orang ini masih muda belia. Wajahnya cakap. Ternyata dia lebih gagah dari Maithatarun. Murah senyum. Kulitnya bersih. Tubuhnya penuh otot Heh... ada rajah bintang di pertengahan dadanya. Pakaiannya walau dekil tapi bukan terbuat dari kulit kayu atau dedaunan seperti yang dimiliki orang-orang di Negeri Jin. S
“Zeus itu nama awan tungganganku ini” jelas Dewi Awan Putih hingga membuat Bintang mengangguk mengerti.'Terima kasih Dewi Awan Putih. Tapi mohon maafmu. Jika kau sudi, bawa saya dan dua kawanku sekalian. Kalau tidak biar Maithatarun yang membawa kami bertiga”Dewi Awan Putih kembali tatap wajah Bintang. Lalu senyum nampak menyeruak di wajahnya yang cantik. Jari tangannya diluruskan dan diarahkan ke bawah. Sosok Bayu dan Arya serta merta tersedot ke udara."Hai! Maithatarun, aku akan membawa tiga saudaramu ini ke satu tempat. Kau menyusul dengan kuda kaki enammu. Turuti arah matahari terbenam hingga akhirnya kau menemukan sebuah sungai bercabang dua. Berhenti di cabang sungai sampai kau mendapat petunjuk lebih lanjut. Tapi ada satu hal harus kau ingat Hai! Maithatarun. Hindari pertemuan dengan Ruhjelita di Goa Pualam Pamerah!"Rupanya Dewi Awan Putih telah sempat mendengar ucapan Ruhjelita tentang rencana pertemuan di satu goa bernama Pu
Maithatarun pandangi wajah gadis itu. Seolah baru Sadar dia melihat ternyata Ruhtinti memiliki wajah cantik dan tubuh bagus. Memandang dari arah samping wajah Ruhtinti mengingatkan Maithatarun pada wajah Ruhsantini, istri Patandai alias Jin Bara Neraka yang malang itu. Sebelumnya perempuan itu bersikeras akan ikut kemana Maithatarun pergi. Setelah diberi peringatan, apa lagi keadaannya yang cidera di tangan kanan, dan setelah dijanjikan akan segera ditemui, baru Ruhsantini mau ditinggalkan di Kota Jin.Kuda hitam besar usap bahu Maithatarun dengan ujung lidahnya tanda mengerti apa yang barusan dikatakan Maithatarun."Ruhtinti, kau dan kuda berkaki enam tunggu di sini. Aku tak akan lama.”Ruhtinti anggukkan kepala. Namun dalam hati dia berkata, ”Jika yang kau temui adalah seorang gadis bernama Ruhjelita, kau tak akan bisa cepat-cepat meninggalkannya." Ingin Ruhtinti memperingatkan lelaki itu agar berhati-hati. Namun entah mengapa ucapan itu tidak kelu
"Suka atau tidak suka jangan sampai kau tertipu. Kau tahu salah satu sifat Jin Muka Seribu adalah Segala Tipu. Hal itu pasti sudah diajarkannya pada gadis mata-mata itu."Saat itu tiba-tiba di luar goa terdengar ringkikan Kuda berkaki enam. Maithatarun memandang ke arah lorong keluar. Ketika dia hendak berdiri Ruhjelita memegang lengannya."Kudamu hanya meringkik karena kedinginan. Mengapa perlu kau risaukan Hai! Maithatarun. Pembicaraan kita masih panjang. Apa mau diputus begitu saja? Bahkan aku masih belum memberi tahu siapa yang berniat jahat hendak membunuhmu.”Mendengar kata-kata Ruhjelita itu ditambah sentuhan jari-jari tangan halus dan hangat di lengannya membuat Maithatarun yang hendak berdiri kembali duduk di batu panjang.Ruhjelita menggeser duduknya lebih dekat. Tangannya masih memegangi lengan Maithatarun."Tidakkah kau merasa dingin Maithatarun?" tanya Ruhjelita. Hembusan nafasnya menghangati wajah lelaki itu."Aku habis k
Maithatarun tersenyum. ”Kau gadis baik. Kau telah memberitahu sesuatu yang sangat berharga, yang bisa membuat aku lebih berhati-hati. Aku tak tahu bagaimana membalas semua budimu.”Ruhjelita tertawa merdu. Dia rangkul pinggang Maithatarun erat-erat lalu tempelkan kepalanya ke perut lelaki itu.. Di luar sana kembali terdengar suara ringkikan kuda berkaki enam. Membuat Maithatarun lagi-lagi palingkan kepala. Lalu terdengar suara benda hancur."Hatiku tidak enak. Jangan-jangan terjadi sesuatu dengan kudaku.”"Maithatarun, ambillah wajik yang besar ini. Kau ingin aku membuka bungkus daun pisangnya?” kata Ruhjelita seolah tidak mendengar ucapan Maithatarun tadi."Biar kubuka sendiri," kata Maithatarun akhirnya sambil mengambil wajik yang diberikan si gadis. Keduanya duduk berdampingan di atas batu besar. Hanya sesaat setelah menelan habis wajik itu Maithatarun berkata. ”Wajikmu enak. Tapi mengapa tubuhku mendadak merasa letih dan
Ketika keadaan menjadi terang benderang Bintang dan kawan-kawannya dapatkan mereka berada di sebuah bukit ditumbuhi rumput berwarna aneh. Rumput yang biasanya hijau, di sini berwarna biru! Dewi Awan Putih berlari cepat menuju puncak bukit di mana terdapat satu bangunan berbentuk gapura besar. Pada kiri kanan gapura ada patung lelaki bermuka raksasa yang pada bahunya mendukung seorang perempuan berwajah cantik. Bagi Bintang dan kawan-kawannya patung yang sangat tinggi itu seperti hendak menyapu langit.Di kejauhan terdengar suara tiupan seruling. Demikian kerasnya bagi Bintang dan kawan-kawannya, hingga telinga mereka menjadi sakit dan terpaksa harus cepat-cepat menekap telinga masing-masing.Ternyata Dewi Awan Putih berlari ke arah orang yang meniup seruling. Orang ini kelihatannya seperti duduk bersila di atas sebuah batu rata, tetapi jika diperhatikan kenyataannya sosoknya mengapung setinggi setengah jengkal dari atas batu tersebut. Dia meniup suling sambil pej