Di Atas awan putih, Dewi Awan Putih luruskan jari telunjuk tangan kanannya. Jari ini diarahkan pada telapak tangan Maithatarun di atas mana Bintang dan dua kawannya berada. Ketika jari tangan itu tergetar terjadilah satu hal yang luar biasa. Seperti tersedot tubuh Bintang melesat ke atas. Belum sempat sang pendekar sadar apa yang terjadi tahu-tahu dirinya sudah berada di atas telapak tangan kiri Dewi Awan Putih.
Untuk beberapa lamanya sepasang mata biru sang Dewi menatap memperhatikan sosok Bintang yang hanya sebesar jari kelingking itu. Melihat keadaan Bintang se- dekat dan sejelas itu, sikap Dewi Awan Putih yang semula tidak acuh kini jadi berubah.
"Hai!, rupanya orang ini masih muda belia. Wajahnya cakap. Ternyata dia lebih gagah dari Maithatarun. Murah senyum. Kulitnya bersih. Tubuhnya penuh otot Heh... ada rajah bintang di pertengahan dadanya. Pakaiannya walau dekil tapi bukan terbuat dari kulit kayu atau dedaunan seperti yang dimiliki orang-orang di Negeri Jin. S
“Zeus itu nama awan tungganganku ini” jelas Dewi Awan Putih hingga membuat Bintang mengangguk mengerti.'Terima kasih Dewi Awan Putih. Tapi mohon maafmu. Jika kau sudi, bawa saya dan dua kawanku sekalian. Kalau tidak biar Maithatarun yang membawa kami bertiga”Dewi Awan Putih kembali tatap wajah Bintang. Lalu senyum nampak menyeruak di wajahnya yang cantik. Jari tangannya diluruskan dan diarahkan ke bawah. Sosok Bayu dan Arya serta merta tersedot ke udara."Hai! Maithatarun, aku akan membawa tiga saudaramu ini ke satu tempat. Kau menyusul dengan kuda kaki enammu. Turuti arah matahari terbenam hingga akhirnya kau menemukan sebuah sungai bercabang dua. Berhenti di cabang sungai sampai kau mendapat petunjuk lebih lanjut. Tapi ada satu hal harus kau ingat Hai! Maithatarun. Hindari pertemuan dengan Ruhjelita di Goa Pualam Pamerah!"Rupanya Dewi Awan Putih telah sempat mendengar ucapan Ruhjelita tentang rencana pertemuan di satu goa bernama Pu
Maithatarun pandangi wajah gadis itu. Seolah baru Sadar dia melihat ternyata Ruhtinti memiliki wajah cantik dan tubuh bagus. Memandang dari arah samping wajah Ruhtinti mengingatkan Maithatarun pada wajah Ruhsantini, istri Patandai alias Jin Bara Neraka yang malang itu. Sebelumnya perempuan itu bersikeras akan ikut kemana Maithatarun pergi. Setelah diberi peringatan, apa lagi keadaannya yang cidera di tangan kanan, dan setelah dijanjikan akan segera ditemui, baru Ruhsantini mau ditinggalkan di Kota Jin.Kuda hitam besar usap bahu Maithatarun dengan ujung lidahnya tanda mengerti apa yang barusan dikatakan Maithatarun."Ruhtinti, kau dan kuda berkaki enam tunggu di sini. Aku tak akan lama.”Ruhtinti anggukkan kepala. Namun dalam hati dia berkata, ”Jika yang kau temui adalah seorang gadis bernama Ruhjelita, kau tak akan bisa cepat-cepat meninggalkannya." Ingin Ruhtinti memperingatkan lelaki itu agar berhati-hati. Namun entah mengapa ucapan itu tidak kelu
"Suka atau tidak suka jangan sampai kau tertipu. Kau tahu salah satu sifat Jin Muka Seribu adalah Segala Tipu. Hal itu pasti sudah diajarkannya pada gadis mata-mata itu."Saat itu tiba-tiba di luar goa terdengar ringkikan Kuda berkaki enam. Maithatarun memandang ke arah lorong keluar. Ketika dia hendak berdiri Ruhjelita memegang lengannya."Kudamu hanya meringkik karena kedinginan. Mengapa perlu kau risaukan Hai! Maithatarun. Pembicaraan kita masih panjang. Apa mau diputus begitu saja? Bahkan aku masih belum memberi tahu siapa yang berniat jahat hendak membunuhmu.”Mendengar kata-kata Ruhjelita itu ditambah sentuhan jari-jari tangan halus dan hangat di lengannya membuat Maithatarun yang hendak berdiri kembali duduk di batu panjang.Ruhjelita menggeser duduknya lebih dekat. Tangannya masih memegangi lengan Maithatarun."Tidakkah kau merasa dingin Maithatarun?" tanya Ruhjelita. Hembusan nafasnya menghangati wajah lelaki itu."Aku habis k
Maithatarun tersenyum. ”Kau gadis baik. Kau telah memberitahu sesuatu yang sangat berharga, yang bisa membuat aku lebih berhati-hati. Aku tak tahu bagaimana membalas semua budimu.”Ruhjelita tertawa merdu. Dia rangkul pinggang Maithatarun erat-erat lalu tempelkan kepalanya ke perut lelaki itu.. Di luar sana kembali terdengar suara ringkikan kuda berkaki enam. Membuat Maithatarun lagi-lagi palingkan kepala. Lalu terdengar suara benda hancur."Hatiku tidak enak. Jangan-jangan terjadi sesuatu dengan kudaku.”"Maithatarun, ambillah wajik yang besar ini. Kau ingin aku membuka bungkus daun pisangnya?” kata Ruhjelita seolah tidak mendengar ucapan Maithatarun tadi."Biar kubuka sendiri," kata Maithatarun akhirnya sambil mengambil wajik yang diberikan si gadis. Keduanya duduk berdampingan di atas batu besar. Hanya sesaat setelah menelan habis wajik itu Maithatarun berkata. ”Wajikmu enak. Tapi mengapa tubuhku mendadak merasa letih dan
Ketika keadaan menjadi terang benderang Bintang dan kawan-kawannya dapatkan mereka berada di sebuah bukit ditumbuhi rumput berwarna aneh. Rumput yang biasanya hijau, di sini berwarna biru! Dewi Awan Putih berlari cepat menuju puncak bukit di mana terdapat satu bangunan berbentuk gapura besar. Pada kiri kanan gapura ada patung lelaki bermuka raksasa yang pada bahunya mendukung seorang perempuan berwajah cantik. Bagi Bintang dan kawan-kawannya patung yang sangat tinggi itu seperti hendak menyapu langit.Di kejauhan terdengar suara tiupan seruling. Demikian kerasnya bagi Bintang dan kawan-kawannya, hingga telinga mereka menjadi sakit dan terpaksa harus cepat-cepat menekap telinga masing-masing.Ternyata Dewi Awan Putih berlari ke arah orang yang meniup seruling. Orang ini kelihatannya seperti duduk bersila di atas sebuah batu rata, tetapi jika diperhatikan kenyataannya sosoknya mengapung setinggi setengah jengkal dari atas batu tersebut. Dia meniup suling sambil pej
Dewi Awan Putih tidak segera menjawab. Dia membuka gulungan pakaian putihnya di sebelah pinggang di mana Bintang dan kawan-kawannya berada. Ketiga orang ini kemudian diletakkannya di atas rumput biru, di depan batu datar di hadapan si kakek.Jin Tangan Seribu sampai melesat satu tombak ke udara saking kagetnya melihat ketiga makhluk kecil di atas rumput itu. Dari atas sambil memandang ke bawah dia berkata dengan suara gemetar."Cucuku Dewi Awan Putih. Katamu kau datang meminta berkah pertolongan padaku. Tapi tahukah engkau bahwa kau sebenarnya membawa bencana padaku!"Dewi Awan Putih heran bercampur terkejut melihat sikap dan mendengar kata-kata Jin Tangan Seribu.”Hai! kakekku, gerangan apa yang membuatmu berucap seperti itu? Bencana apa yang bisa ditimbulkan oleh tiga makhluk sebesar jari kelingking ini? Jika mereka berniat jahat terhadapmu, aku yang pertama kali akan turun tangan. Sekali remas saja mereka hancur dalam genggamanku!"Perlaha
Ketika binatang jejadian ini hampir menghancur remuk sosok Jin Tangan Seribu, Bintang berteriak keras meminta agar Bayu jangan membunuh kakek itu. Walau kalap namun Bayu mau juga mendengar teriakan Bintang. Selamatlah nyawa Jin Tangan Seribu!Bintang sempat memperhatikan gerakan tangan Bayu mengusap dadanya berulang kali. Cepat dia berbisik. ”Jangan penolakan Jin Tangan Seribu kau jadikan alasan untuk mengeluarkan ilmumu dan menyerang dirinya. Jika dia tak mau menolong berarti nasib kita yang sial.”"Sebaliknya kita segera tinggalkan tempat ini Bintang.”"Bintang, biar aku membujuk kakekku. Siapa tahu hatinya bisa dilembutkan..." kata Dewi Awan Putih sangat pelan seraya mendekatkan telapak tangannya ke wajahnya hingga dia bisa melihat Bintang lebih jelas.Bintang menyeringai. ”Terima kasih. Kau baik sekali. Tapi ada satu ujar-ujar di negeri kami. Jangan memaksa orang yang tidak mau. Kalaupun dia akhirnya mau, didalam hatinya akan a
Sosok Dewi Awan Putih nampak bergerak bangkit. Ketika dia kembali ke tempat Jin Tangan Seribu tubuhnya penuh keringat. Sepertinya dia barusan telah melakukan satu pekerjaan berat dan memakan tenaga."Nasib kalian baik. Ratu Dewi memberi ijin dan bersedia turun ke bukit ini untuk menyaksikan pelaksanaan permohonan kalian. Bunda Dewi juga tidak keberatan walau tidak bisa menghadiri." Dewi Awan Putih memberi tahu pada Bintang dan kawan-kawannya sambil membungkuk. Lalu pada Jin Tangan Seribu dia berkata. ”Kek, Ratu Dewi meminta kita menyiapkan segala sesuatunya. Dia memilih batu datar ini sebagai tempat pelaksanaan permohonan."Jin Tangan Seribu anggukkan kepala. Perlahan- lahan tubuhnya yang masih dalam sikap bersila dan mengapung di udara bergerak melayang lalu duduk di belakang batu datar, menghadap ke arah barat. Dewi Awan Putih angkat Bintang, Bayu dan Arya ke atas batu datar. Lalu dia sendiri duduk di rumput, di samping kanan si kakek. Hampir sang surya mencapa